Mungkin hanya Shin Tae-yong pelatih timnas Indonesia yang panen hujatan, tapi tetap dipertahankan. Sikap tidak senang dari berbagai pihak, baik pengamat sepak bola, para pelatih, maupun pencinta bola, tidak pernah bisa melengserkan kedudukannya.
Bahkan dalam 2 hingga 3 bulan terakhir Shin Tae-yong malahan mempunyai tiga tugas besar. Mendampingi timnas Indonesia dalam Kualifikasi Piala Dunia 2026, membawa timnas Indonesia senior dalam babak final Piala Asia 2023, dan yang terakhir membawa timnas Indonesia U-23 dalam babak final Piala Asia U-23 2024.
Deretan tugas besar ini jelas membuat sebagian pihak iri. Bahkan salah seorang pengamat olahraga mengecilkan keberhasilan ini. Dikatakannya bahwa keberhasilan itu karena memang Shin Tae-yong mendapat kesempatan itu.
Jika ditelusuri apa yang terkandung dalam ungkapan itu adalah bahwa semua orang bisa mencapai hasil itu, asal dia diberi kesempatan. Sebuah ungkapan yang sangat bijak untuk ukuran seorang pengamat sepak bola kelas atas.
Satu hal yang menjadi sisi plus Shin Tae-yong adalah keberaniannya mengangkat para talenta muda. Pelatih dari Korea Selatan berani meminggirkan para pemain tua yang dianggap sudah tidak potensial lagi.
Dalam beberapa ungkapannya, dikatakan bahwa masa depan sepak bola Indonesia justru berada di tangan para talenta muda. Dikatakan pula bahwa pandangannya terhadap sepak bola Indonesia bukan hanya yang ada di depan mata, tapi sepuluh tahun kemudian.
Hal inilah yang dilakukan Shin Tae-yong. Maka tidak heran lahirlah para talenta muda yang menjadi tulang punggung timnas Indonesia, mulai dari Marselino Ferdinan, Ernando Ari, Pratama Arhan, Arkhan Fikri, dan lain-lain.
Demikian pula saat dia memanggil Hokky Caraka dan Dzaki Asyraff. Pemanggilan ini dipertanyakan, mengapa bukan pada pemain senior yang telah makan asam garam sepak bola Indonesia. Jawabannya lagi-lagi sama, semua ini untuk persiapan sepak bola Indonesia 10 tahun ke depan.
Sikap keras kepala inilah yang membuat Shin Tae-yong sering menjadi bulan-bulanan saat anak asuhnya gagal meraih tropi. Namun alih-alih menanggapi sang pelatih ini jalan terus, yang ada di benaknya adalah bayangan sepak bola Indonesia 10 tahun ke depan, bukan 10 tahun di belakang.