Indonesia kembali mencatatkan hasil minor di Badminton Asia Championships 2025 usai gagal meraih gelar juara. Bahkan, BAC tahun ini menjadi kali pertama Indonesia gagal sabet gelar sejak tiga edisi terakhir. Sebelumnya di BAC 2024, Jonatan Christie mempersembahkan satu gelar di nomor tunggal putra bagi Indonesia.
Bahkan sektor tunggal putra juga sebelumnya masih mendominasi dengan naik podium juara di BAC 2023 usai kemenangan yang dipersembahkan Anthony Sinisuka Ginting. Sementara dari ganda putra juga pernah persembahkan gelar juara, yaitu di BAC 2022 oleh Pramudya Kusumawardana/Yeremia Rambitan.
Catatan kurang baik di tahun ini juga sekaligus memutus sejarah lolos final di lima edisi beruntun. Sejak 2018, Indonesia berhasil selalu mengirimkan wakil di BAC. Pada BAC 2018, ada wakil ganda campuran, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir. Sedangkan final BAC edisi 2019 diwakili Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo dari ganda putra.
Tentu raihan medali perunggu oleh Leo Rolly Carnando/Bagas Maulana dan Jafar Hidayatullah/Felisha Alberta Nathaniel Pasaribu pada debutnya sebagai pasangan baru tetap layak diapresiasi setelah sukses tembus semifinal. Terlebih Jafar/Felisha yang merupakan ganda muda Pelatnas baru melakoni turnamen BAC perdananya tahun ini.
Namun, bisa dikatakan jika BAC 2025 juga menjadi catatan kegagalan Indonesia selama keikutsertaannya di ajang rutin tahunan ini. Menyikapi hasil minor tersebut, Taufik Hidayat selaku Wakil Ketua PP PBSI turut buka suara.
“Kejuaraan Asia ini sebenarnya jadi evaluasi juga, sama seperti kejuaraan lainnya. Memang butuh waktu. Kalau tidak bisa minggu ini, ya minggu depan. Tapi saya bingung juga begitu lho, makanya mau tanya juga ke atletnya,” kata Taufik saat dimintai komentar di hadapan wartawan nasional.
Bahkan, tampak ada kekecewaan dari kalimat yang diutarakan Taufik Hidayat mengingat dukungan penuh pada atlet Pelatnas sudah diberikan tetapi tidak kunjung berbuah gelar juara.
“Kalau saya melihat, begitu juga masyarakat, badminton lovers, yang penting ada medali. Ada juara, sudah selesai. Kalau kami jujur sebagai pengurus, apa sih yang kurang?” ujar mantan atlet tunggal putra Pelatnas tersebut.
“Semua sudah ada fasilitas sama semua buat mereka juga ada kontrak dengan sponsor. Apa sih yang kurang? Sudah besar semua, coba saja cek berapa duit mereka. Saya bingung juga,” tambah Taufik Hidayat.
Meski tampak kesal, tetapi Taufik Hidayat yang juga menjabat sebagai Wakil Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Wamenpora) ini juga menyadari bahwa perjalanan untuk mencapai kejayaan memang tidak selalu mulus. Baik atlet, pelatih, maupun federasi akan sama-sama menghadapi rintangan.
“Tidak bisa juga menyalahkan pengurusnya. Satu, memang tidak mudah. Dua, kamu sudah kasih semua yang diinginkan atlet, tapi tidak bisa juga. Karena itu saya bingung salahnya di mana,” lanjut Taufik.
Jika melihat dari sisi pengurus dan federasi, tentu fakta ini memang tidak bisa dikesampingkan mengingat hasil minor yang terus menerus diberikan atlet, terlebih mereka yang masih ada di Pelatnas dan tidak harus membiayai turnamen yang diikuti secara mandiri.
Lebih lanjut taufik Hidayat bahkan menyebutkan jika akan ada sanksi yang mungkin saja diterima atlet yang wanprestasi. Bahkan bukan hal yang tidak mungkin jika langkah degradasi dini dilakukan untuk penyegaran di Pelatnas Cipayung.
“Sepertinya akan ada (sanksi) untuk beberapa, setelah Piala Sudirman. Kami tidak mungkin memberi sanksi setiap bulan karena kami juga melihat rekor atlet ke belakang, sudah berapa lama dia di sana, prestasinya apa saja,” ucap sang Wamen yang merangkap jabatan sebagai pejabat pengurus PBSI tersebut.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS