Timnas Indonesia kembali harus menelan pil pahit di ajang Kualifikasi Piala Asia U-23 2026. Meski pelatih Gerald Vanenburg sempat melontarkan pernyataan optimis bahwa timnya sejajar dengan kekuatan negara-negara top Asia seperti Vietnam, Thailand, bahkan Korea Selatan, hasil di lapangan menunjukkan kenyataan yang berbeda. Kekalahan tipis 0-1 dari Negeri Ginseng itu sekaligus memupus harapan Indonesia untuk tampil di putaran final turnamen bergengsi tersebut.
Melansir Antara News, Vanenburg dalam salah satu komentarnya sebelum pertandingan memang menyebut bahwa tim-tim seperti Vietnam dan Thailand tidak jauh lebih baik dari Indonesia. Ia bahkan menilai bahwa Korea Selatan pun tidak lebih unggul secara signifikan dari pasukannya. Namun, setelah laga kontra Korea Selatan, pernyataan itu tampak seperti angin lalu yang tidak berdasar pada realita di lapangan.
Gol semata wayang yang dicetak Hwang Doyun pada menit ke-6 menjadi pembeda dalam pertandingan yang berlangsung di Stadion Gelora Delta, Sidoarjo. Meski Indonesia sempat memberikan perlawanan, dominasi dan kedisiplinan Korea Selatan tidak terbantahkan. Skor akhir 0-1 membuat Indonesia harus puas finis sebagai runner-up grup dengan 4 poin, hasil dari satu kemenangan, satu imbang, dan satu kekalahan.
Walaupun hasil itu bisa dibilang tidak memalukan, nyatanya tidak cukup untuk membawa Indonesia ke putaran final. Dengan hanya empat poin, Indonesia gagal masuk ke dalam daftar empat runner-up terbaik dari seluruh grup yang tersedia dalam kualifikasi Piala Asia U-23 2026.
Vanenburg memang mengungkapkan rasa bangganya terhadap perjuangan tim, dan Ketua Umum PSSI Erick Thohir pun menyebut kekalahan ini sebagai kekalahan terhormat. Namun, kenyataan bahwa Indonesia gagal lolos setelah sebelumnya mampu mencapai semifinal di edisi 2024 tak bisa disembunyikan. Dalam konteks ini, kekalahan dari Korea menjadi simbol bahwa Timnas U-23 tengah mengalami penurunan performa secara signifikan.
Pertandingan ini juga diwarnai dengan penampilan keras dari kedua tim. Indonesia sebenarnya tampil cukup meyakinkan di awal laga, bahkan memiliki beberapa peluang emas. Sayangnya, finishing yang kurang efektif serta ketangguhan lini belakang Korea menjadi hambatan utama. Kelelahan fisik juga tampak mengganggu performa para pemain muda Indonesia di babak kedua.
Gagal Total, Narasi Timnas Indonesia Downgrade Bukan Bualan Semata
Fakta bahwa Timnas Indonesia U-23 hanya mampu mengumpulkan 4 poin dari 3 pertandingan jelas menjadi bukti bahwa mereka belum bisa bersaing di level atas Asia, seperti yang diyakini Vanenburg. Padahal, Indonesia mengawali kualifikasi dengan kemenangan telak 5-0 atas Makau. Namun hasil imbang 0-0 kontra Laos serta kekalahan dari Korea Selatan memperlihatkan bahwa konsistensi dan efektivitas permainan Indonesia masih jauh dari harapan.
Secara statistik, Timnas Indonesia hanya menempati posisi ke-10 dari 11 runner-up grup. Artinya, hanya satu tim yang berada di bawah mereka dalam klasemen akhir runner-up. Ini jelas menunjukkan bahwa ada masalah serius yang perlu dibenahi, baik dalam aspek teknis, fisik, hingga mental bertanding para pemain.
Padahal pada edisi sebelumnya, Garuda Muda di bawah asuhan Shin Tae-yong justru tampil gemilang dengan menjadi juara grup dan menembus semifinal. Lonjakan performa tersebut kini tampak seperti kilasan semu yang tidak berhasil dipertahankan. Wajar jika publik menilai bahwa telah terjadi downgrade yang signifikan dalam pencapaian tim nasional di kelompok usia muda ini.
Kekalahan tersebuf juga menyiratkan perlunya evaluasi mendalam terhadap program pembinaan usia muda di Indonesia. Tidak hanya dari segi teknis, tetapi juga pendekatan taktik, manajemen pertandingan, dan mentalitas pemain yang harus siap bermain dalam tekanan tinggi. Harapan besar yang sebelumnya muncul setelah kesuksesan tahun 2024 kini kembali sirna dalam sekejap.
Performa Garuda Muda melawan Korea Selatan pun memperlihatkan adanya kesenjangan yang masih cukup lebar, meskipun secara tempo permainan terlihat seimbang. Namun, tempo saja tidak cukup untuk menang di level ini. Perlu kedalaman taktik, daya tahan fisik, dan variasi serangan yang lebih kaya untuk bisa berbicara banyak di Asia.
Satu hal yang juga patut digarisbawahi adalah catatan pertahanan Indonesia yang sebenarnya cukup solid dengan hanya kebobolan satu gol sepanjang kualifikasi. Namun, minimnya variasi serangan dan tumpulnya lini depan saat melawan tim yang lebih kuat menjadi catatan penting yang harus diperbaiki ke depan.
Dengan segala data dan fakta yang ada, sulit untuk membantah bahwa Timnas Indonesia U-23 mengalami penurunan dalam performa. Kegagalan lolos ke putaran final, ditambah posisi rendah di antara para runner-up, membuktikan bahwa skuad Garuda Muda masih belum cukup kompetitif untuk bersaing di papan atas Asia, apalagi jika dibandingkan dengan target ambisius yang dicanangkan oleh pelatihnya sendiri.
Ucapan Gerald Vanenburg yang sebelumnya penuh optimisme kini justru terkesan sebagai omong kosong semata. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa Timnas Indonesia U-23 masih memiliki jarak yang cukup jauh dari negara-negara kuat Asia seperti Korea Selatan.
Kegagalan lolos ke putaran final Piala Asia U-23 2026 menjadi alarm keras bahwa prestasi sebelumnya tidak bisa dijadikan patokan tanpa evaluasi dan pembenahan menyeluruh. Jika ingin bangkit dan kembali kompetitif, Timnas Indonesia harus belajar dari kegagalan ini dan mulai membangun ulang fondasi yang lebih kuat di level usia muda.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS