Regulasi Rokok Elektrik di Indonesia, Kapan Rampung?

Tri Apriyani | Melizha Handaya
Regulasi Rokok Elektrik di Indonesia, Kapan Rampung?
(Shutterstock)

Dari hasil Survei Indikator Kesehatan Nasional Indonesia, prevalensi penggunaan rokok elektrik di kalangan remaja usia 10-18 tahun mencapai 10,9% (2018) yang mana meningkat hingga sepuluh kali lipat dari tahun 2016. Pengaruh teman, iklan, hingga publik figur menjadi faktor seseorang mencoba vape. Fenomena inilah yang ditakutkan akan semakin memperburuk epidemi penggunaan produk nikotin di negara kita.

Hingga saat ini pun banyak sekali perdebatan diantara pakar maupun komunitas tentang dampak produk rokok elektrik bagi kesehatan. Komunitas yang kontra dengan rokok elektrik mengatakan bahwa produk ini dapat menjadi risiko baru bagi generasi muda kecanduan nikotin seperti rokok tembakau. Sementara komunitas pro rokok elektrik mengatakan bahwa produk ini tidak mengandung nikotin berbahaya, sehingga dapat menjadi alternatif bagi para perokok aktif.

Studi yang dilakukan mahasiswa Unimus pada 2018 menunjukkan bahwa dalam asap rokok elektrik terdapat N-nitrosamine yang bersifat karsinogenik sama seperti tar dalam rokok konvensional. Sekecil apapun kandungan karsinogen, menurut International Agency Risk Cancer (IARC) jika digunakan terus menerus bisa menginduksi kanker.

WHO telah mengeluarkan pernyataan bahwa rokok elektrik berbahaya dan karena itu harus ada kebijakan yang mengaturnya. Selain itu WHO juga melarang penggunaan rokok elektrik sebagai alternatif untuk berhenti merokok.

Negara lain telah memiliki regulasi yang ketat terkait rokok elektrik. Bagaimana dengan Indonesia? 

Di Indonesia, produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) yang terdiri dari rokok elektrik, molase tembakau, tembakau kunyah dan tembakau hirup diatur melalui PMK No. 146 tahun 2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. 

Selain itu, pemerintah telah lama berwacana untuk mengeluarkan kebijakan rokok elektrik. Komunitas anti rokok terus menerus mendorong pemerintah untuk segera merevisi PP. 109 tahun 2012 yang dinilai tidak tepat dalam mengatur penggunaan produk tembakau maupun rokok. Selain itu dalam PP tersebut juga belum mengatur tentang penggunaan rokok elektrik.

Kini bertahun-tahun sudah masyarakat menunggu kebijakan tersebut, tapi nyatanya hingga sekarang belum ada titik terang kapan pemerintah akan mengeluarkannya. Apakah pemerintah benar-benar serius dalam menangani masalah rokok elektrik di Indonesia atau pemerintah hanya berwacana seperti ketika akan meratifikasi FCTC?

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebenarnya telah menyatakan bahwa produk rokok elektrik berbahaya dan menetapkannya sebagai produk ilegal. Akan tetapi karena BPOM tidak memiliki wewenang untuk membuat kebijakan terkait, akhirnya pada 2019 silam mengajukan proposal kepada Kemenko PMK untuk merevisi peraturan yang ada sebagai upaya untuk mendorong larangan permanen penggunaan rokok elektrik.

Dikutip dari berbagai sumber, pemerintah menyatakan hingga saat ini revisi PP. 109 tahun 2012 masih belum rampung dan perlu penelitian lebih jauh terkait bahaya rokok elektrik. Sehingga besar kemungkinan Indonesia untuk memiliki kebijakan rokok elektrik masih harus melalui waktu yang cukup panjang.

Namun ada juga berbagai pihak yang mengatakan bahwa adanya pengaruh besar industri yang membuat pemerintah sangat lama dalam menyusun kebijakan rokok elektrik ini. Seperti yang diketahui bahwa rokok elektrik di Indonesia dikenai cukai yang mana memberikan kontribusi terhadap perekonomian di Indonesia. Hal inilah yang akhirnya memunculkan persepsi pada banyak pihak bahwa pemerintah seolah-olah "dikuasai" oleh industri rokok.

Walaupun masih banyak pro dan kontra terkait bahaya rokok elektrik bagi kesehatan, namun beberapa negara telah mengeluarkan pelarangan dan pembatasan penggunaan rokok elektrik di negaranya. Hal itu dikarenakan terjadinya peningkatan penggunaan pada siswa sekolah maupun untuk melindungi warganya dari paparan asap rokok.

Hampir semua negara di Asia Tenggara bersikap tegas mengenai rokok elektrik terkecuali Indonesia. Negara tetangga, Malaysia bahkan telah memiliki larangan liquid vape sejak tahun 2015. Walaupun belum ada regulasi khusus mengenai penjualan dan penggunaan rokok elektrik.

Singapura menjadi negara dengan regulasi rokok yang paling ketat. Singapura dengan tegas menyatakan memiliki, membeli, dan menggunakan vape adalah hal yang illegal dan dapat dikenai denda ataupun tindak pidana.

Thailand bahkan juga memiliki regulasi yang ketat mengenai rokok elektrik. Dilansir dari Vapemagz dimana setiap rokok elektrik yang ditemukan akan disita dan pemiliknya dikenakan denda ataupun tindak pidana hingga 10 tahun.

Sementara di negara maju, sejumlah negara bagian di Amerika Serikat melarang penggunaan vape karena terjadinya peningkatan tajam penggunaan rokok elektrik pada anak muda dan menyebabkan penyakit paru-paru akibat produk ini.

Meskipun hingga sekarang belum ada regulasi khusus mengenai penggunaan rokok elektrik di Indonesia, tapi beberapa vendor vape telah mengambil inisiatif untuk mencegah penggunaan vape di kalangan anak muda yang masih di bawah umur. Seperti Vaporizer Jakarta, sejak 2018 menerapkan kebijakan verifikasi kartu identitas calon pembelinya. 

Akhir tulisan, penulis berharap pemerintah segera menerapkan kebijakan harga rokok elektrik yang tinggi di Indonesia agar tidak dapat dijangkau oleh anak-anak. Selain itu upaya bottom up juga harus terus dilakukan oleh komunitas ataupun individu untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait bahaya tren rokok elektrik.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak