Pengembangan Kompetensi Kinerja Kepala Daerah di Wilayah Tertinggal

Tri Apriyani | Luay Ghozy
Pengembangan Kompetensi Kinerja Kepala Daerah di Wilayah Tertinggal
Ilustrasi pemimpin (Pexels)

Dalam Peraturan Presiden (Perpres) no. 63 tahun 2020 tentang penetapan daerah tertinggal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan 62 kabupaten sebagai daerah tertinggal periode 2020 - 2024. Permasalahan utama yang melatarbelakangi penetapan suatu daerah menjadi daerah tertingal terletak pada kualitas sumber daya manusia yang masih sangat rendah. Hal ini didasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada daerah tertinggal hanyalah sebesar 59,91 yang mana termasuk dalam kategori status low human development.

Daerah tertinggal yang berhasil keluar dari daftar tahun 2018 pun nilai IPM nya masih sebesar 61,95. Nilai itu masih di bawah angka 68,90 yang merupakan nilai IPM nasional. Selanjutnya, tingginya angka kemiskinan turut pula menjadi penyebab suatu daerah termasuk dalam daftar daerah tertinggal. Tingginya angka kemiskinan dibuktikan dengan jumlah presentase penduduk miskin pada daerah tertinggal sebesar 17,41% dari presentase nasional 9,22%.

Tentunya, upaya pemerintah dalam menyusun kebijakan untuk memecahkan permasalahan ini tidaklah mudah. Hal tersebut dikarenakan pembangunan daerah tertinggal memiliki aspek yang sangat kompleks sehingga perlu penyelesaian secara holistik. Selain itu, solusi yang ditawarkan dalam pembangunan daerah juga harus berkesinambungan supaya pengentasan daerah tertinggal peningkatannya dapat maksimal.

Mempercepat pembangunan daerah tertinggal di Indonesia, bisa digagas dengan menggunakan konsep manajemen sumber daya manusia sektor publik yang mengacu pada perencanaan, pengorganisasian dan penggerakan sumber daya manusia aparatur sehingga bisa memberikan kontribusi sebesar besarnya kepada masyarakat melalui pelayanan publik. 

Peningkatan kualitas kepala daerah yang memimpin suatu daerah tertinggal merupakan hal yang bersifat penting dan komprehensif. Terutama berkaitan dengan pengembangan kompetensi kinerja yang merukan salah satu aspek dalam manajemen sumber daya manusia sektor publik. Apalagi kepala daerah menjadi pihak yang memiliki tanggung jawab besar dalam menyukseskan kebijakan pengentesan daerah tertinggal. Oleh karena itulah, kepala daerah harus didukung agar menjadi sumber daya manusia aparatur yang profesional dan kompeten melalui berbagai program pengembangan kompentensi kinerja. 

Sebelumnya, sangatlah penting untuk menyaring calon-calon kepala daerah di wilayah tertinggal dengan memilih tokoh masyarakat yang memiliki citra yang baik di masyarakat. Sebab, figur kepala daerah mempunyai pengaruh yang besar pada partisipasi individu dan kelompok di daerah tersebut. Terutama di daerah tertinggal di mana hubungan dalam masyarakatnya masih sangat erat.

Kepala daerah adalah stakeholders kunci yang diharapkan mampu membawa perubahan serta transformasi daerah yang besar. Maka, menghadirkan tokoh masyarakat karismatik asli daerah itu sebagai kepala daerah akan berdampak pada peningkatan hubungan pemimpin dengan masyarakat lokal. Efek yang ditimbulkan dengan hadirnya sosok pemimpin ini nantinya diharapkan dapat menggerakan masyarakat untuk turut berkontribusi aktif dalam kegiatan- kegiatan pengentasan daerah tertinggal.

Setelah calon kepala daerah di wilayah tertinggal terpilih, pemerintah perlu meberikan pengembangan kompetensi kinerja kepala mereka melalui pendidikan dan pelatihan. Salah satunya, dengan pembekalan mengenai gaya kepemimpinan yang efektif. Hal tersebut dikarenakan, untuk membangun daerah tertinggal sangat dibutuhkan gaya kepemimpinan yang tepat sehingga tujuan perbaikan daerah tertinggal dapat terorganisir dengan baik.

Kepala daerah sebagai aktor utama pengentasan daerah tertinggal, diberikan pembekalan mengenai beberapa gaya kepemimpin dalam Model Tiga Dimensional yang dikemukakan oleh William J. Reddin (1979) yaitu executive, developer, dan benevolent auticrat yang cocok diimplementasikan dalam memimpin daerah tertinggal.

Gaya executive diupayakan untuk dapat menciptakan kepala daerah yang bisa menjadi motivator yang baik bagi masyarakat lokal supaya tergerak mengikuti perubahan yang diprogramkan. Dengan gaya executive juga diharapkan lahir kepala daerah yang cakap dalam mengelola tim pembangunan daerah yang terdiri dari berbagai stakeholders. Selanjutnya, gaya developer bertujuan untuk menghasilkan kepala daerah yang berupaya untuk mengembangkan masyarakatnya sehingga bukan hanya formalitas memangku jabatan saja. Sementara, gaya benevolent auticrat diterapkan supaya kepala daerah bisa melaksanakan kebijakan pembangunan berkelanjutan tanpa menimbulkan gesekan kebencian atau kemarahan dari dalam masyarakatnya sendiri.

Selain membekali kepala daerah dengan gaya kepemimpinan yang efektif. Kepala daerah juga perlu diberikan pendidikan dan pelatihan mengenai taktik mempengaruhi masyarakat. Hal ini bertujuan agar program yang ada mampu terimplementasi secara optimal melalui kemampuan mempengaruhi yang digunakan kepala daerah sebagai penguasa yang bergesekan langsung dengan masyarakat.

Pembekalan bagi kepala daerah agar dapat mempengaruhi masyarakatnya dengan baik dapat diaplikasikan dengan mengajarkan beberapa taktik mempengaruhi orang lain bernama Influence Behavior Questionnaire dari Yukl et al. (1992).

(1) Taktik daya-tarik inspirasional (Inspirational Appeals) yaitu cara membangkitkan antusiasme atau gairah masyarakat daerah tertinggal melalui permintaan mengenai apa yang dibutuhkan dan diinginkan masyarakat kedepannya. Lewat taktik ini diharapkan kepala daerah bisa mengetahui secara langsung aspirasi masyarakatnya. Lalu, aspirasi tersebut dapat disampaikan kepada pemerintah pusat untuk diwujudkan dalam kebijakan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.

(2) Taktik konsultasi (Consultation), di mana kepala daerah turut serta melibatkan masyarakat yang merupakan target pembangunan untuk merencanakan setiap program. Dengan menjadikan masyarakat sebagai subjek dari sebuah program maka diharapkan masyarakat tersebut akan melaksanakannya dengan penuh kesungguhan.

(3) Taktik persuasi rasional (Rational Persuasion) bisa digunakan kepala daerah untuk mempengaruhi masyarakat agar mau menerima dan melaksanakan perubahan. Dalam mempengaruhi masyarakat dengan taktik ini, kepala daerah harus menggunakan bukti yang akurat dan logis. Selain itu, untuk memberikan pemahaman tentang mengapa perubahan harus dilaksanakan maka kepala daerah bisa menggunakan alasan yang mudah diterima masyarakat.

Solusi yang terakhir dalam mengembangkan kompetensi kinerja kepala daerah yaitu dengan menggiatkan keaktifan mereka untuk mempromosikan daerah tertinggal yang dipimpinnya. Hal ini bisa diwujudkan pemerintah pusat melalui pemberian wadah seperti konferensi dan pameran nasional sehingga para kepala daerah dapat mempromosikan berbagai keunggulan yang ada di wilayahnya. 

Referensi 

  • Reddin, W. J. (1979). 3-D management style theory. Training and development journal.
  • Yukl, G., Lepsinger, R., & Lucia, T. (1992). Preliminary report on development and validation of the influence behavior questionnaire. Impact of leadership, 417-427.
  • Indonesiabaik.id. (2020, Desember ). Tantangan dan Strategi Membangun Daerah Tertinggal. Retrieved from Indonesiabaik.id: https://indonesiabaik.id/motion_grafis/tantangan-dan-strategi-membangun-daerah-tertinggal

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak