Pandemi Covid-19 berdampak pada setiap elemen tatanan kehidupan termasuk di dalamnya kesehatan anak.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan krisis sosial dan ekonomi pada situasi ini berpotensi menyebabkan hampir 7 juta anak akan mengalami stunting akibat kekurangan gizi. Potensi ini akan menambah jumlah anak yang menderita stunting yang sebelumnya sudah tercatat oleh WHO sebanyak 149,2 juta anak.
Di Indonesia kebijakan pembatasan kegiatan sosial juga berdampak pada terhambatnya akses konsumsi, pelayanan gizi serta pelayanan kesehatan rutin bagi anak-anak. Sebelum terjadi pandemi Covid-19 Indonesia sudah menghadapi masalah malnutrisi, tercatat Indonesia menempati posisi ketiga dengan prevalensi stunting tertinggi di Regional Asia tenggara.
UNICEF memprediksi akan terjadi peningkatan anak stunting melihat kondisi banyak rumah tangga di Indonesia yang kehilangan pemasukan ekonomi.
Stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama. Stunting merupakan manifestasi dari kegagalan pertumbuhan yang dimulai sejak dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun (1000 Hari Pertama Kehidupan).
Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh tidak maksimal saat dewasa.
Masalah balita pendek ini menggambarkan adanya masalah gizi kronis, dipengaruhi dari kondisi ibu/calon ibu, masa janin, dan masa bayi/balita termasuk penyakit yang diderita selama masa balita.
Penguatan untuk memutus lingkaran stunting harus tetap berjalan meskipun dalam kondisi pandemi Covid-19. Stunting akan berdampak jangka panjang pada kualitas generasi Indonesia di masa yang akan datang.
Seperti masalah gizi lainnya, tidak hanya terkait masalah kesehatan, namun juga dipengaruhi berbagai kondisi lain yang secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan. Upaya-upaya yang dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Mempromosikan “1000 Hari Pertama Kehidupan”
Intervensi untuk meningkatkan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak dapat diberikan dengan layanan berbasis masyarakat dan mencegah stunting pada anak.
Program untuk suplementasi asam folat, suplementasi mikronutrien termasuk tablet tambah darah, pemberian vitamin K, promosi pemberian ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI yang tepat, perawatan antenatal, perinatal, dan postnatal yang berkualitas.
Implementasi ini dapat diberikan oleh petugas kesehatan, kader yang terlatih dan dilakukan di rumah, desa atau kelompok masyarakat.
2. Pemberian suplemen energi dan protein untuk wanita dengan Kekurangan Energi Kronis (KEK)
Suplemen energi dan protein yang seimbang yang menyediakan sekitar 25% dari total suplemen merupakan intervensi penting untuk menghasilkan hasil kehamilan yang baik pada wanita kurang gizi.
Di daerah yang sangat rawan pangan atau populasi yang rendah terhadap akses ke berbagai makanan intervensi pelengkapan makanan tambahan direkomendasikan untuk menguragi risiko.
Persiapan untuk menghasilkan generasi yang terbebas stunting juga seharusnya sudah dipersiapkan sejak wanita masih remaja seperti pemberian tablet tambah darah, edukasi makanan gizi sehat seimbang, dan sebagainya.
3. Stimulasi edukasi pola asuh
Komponen penanggulangan kasus stunting dapat dilakuakan dengan memperbaiki pola asuh dengan memberi pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan. Kemudian edukasi pola makan sesuai dengan anjuran. Perbaikan sanitasi sehingga setiap masyarakat memperoleh air bersih, jamban keluarga, dan giat cuci tangan.
4. Komitmen pemerintah dan fokus pada keseteraan
Komitmen pemerintah yang tegas dan kuat serta mengusahakan keseteraan merupakan faktor penting untuk implementasi mencegah kasus stunting pada anak balita. Penguatan koordinasi lintas sektoral diperlukan untuk mengatasi masalah ini khususnya di Indonesia.
Penguatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan akses terhadap air bersih perlu dioptimalkan serta pemerataan pembangunan perlu dipercepat yang kemudian berdampak pada akses memperoleh makanan bergizi bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Kasus stunting sebenarnya dapat dicegah. Promosi “1000 Hari Pertama Kehidupan” dan kebijakan pemerintah mengenai perbaikan gizi harus dilaksanakan terorganisir dan diterapkan disetiap tingkatan oleh setiap sektor yang terlibat.
Pemberdayaan masyarakat juga diperlukan untuk menghasilkan masyarakat yang tahu, mau dan mampu mengatasi stunting sehingga terbentuk pola asuh yang baik di masyarakat.
Pelayanan kesehatan anak harus terus berjalan optimal dengan menyesuaikan kondisi pandemi Covid-19. Selain itu deteksi dini pada kasus malnutrisi anak perlu terus dimaksimalkan untuk dapat memberikan treatment dan mencegah anak jatuh dalam lingkaran stunting.