Mengelola dan Melatih Otak Agar Selalu Merespons Positif

Tri Apriyani | Pekik
Mengelola dan Melatih Otak Agar Selalu Merespons Positif
Ilustrasi Berpikir Positif (laurens/unsplash)

Setiap peristiwa buruk yang terjadi menimpa kita akan ada reaksi yang muncul secara otomatis. Reaksi ini dikenal sebagai mecanism defence atau pertahanan mekanisme. Yaitu, respon yang muncul secara otomatis dengan anggapan respon tersebut akan menyelamatkan kita.

Respon terhadap suatu peristiwa menjadi baik atau buruk itu tergantung sejauh mana kita melatih diri untuk merespon dan bereaksi  menanggapi respon tersebut.

Sebagai contoh, saat kita terkena percikan api di tangan, apa yang terjadi? Kita langsung kaget secara reflek. Tetapi, bagaimana kita bisa bereaksi positif atau negatif, itu tergantung kebiasaan kita menyikapinya. Kalau kita merespon dan bereaksi negatif, bisa saja kita terus memikirkan kenapa kita kena percikan api sampai muncul rasa kesal dan kecewa. Tapi, jika respon positif yang muncul, kita bisa langsung mengobati luka bekas percikan api tersebut dengan salep luka bakar.

Begitupun ketika menghadapi peristiwa yang buruk lainnya. Respons yang otomatis muncul adalah kesal, kecewa, marah atau benci. Selanjutnya yang bertindak adalah respon dan reaksi kita. Apakah kita akan terus berkutat dengan efek negatif dari peristiwa buruk tersebut atau kita bisa mencoba mengelolanya agar jauh lebih baik.

Di sinilah pentingnya melatih respon dan reaksi kita atas segala perisitiwa yang baik atau buruk, dengan hal-hal yang baik. Ini sama halnya dengan kita melatih otot. Butuh proses dan waktu. Tidak serta merta kita angkat barbel sekali, duakali kemudian lengan langsung jadi kuat dan berotot. Seperti atlet binaragawan Ade Rai. Dia melatih otot sejak usia muda sampai usia kepala lima pun, dia tetap berlatih, agar menjaga tubuh tetap ideal dan berotot.

Pada kehidupan pun demikian. Kita bisa melatih respon dan reaksi kita agar tetap positif. Sehingga ketika kita mengalami peristiwa buruk, kita tidak langsung down, "kenapa ini terjadi", "kenapa ini menimpa saya," atau "apa salah saya". Dengan terbiasa merespon positif, maka diri kita mampu menerimanya dengan lapang dada atau ikhlas. Lalu, disikapi dengan kesabaran karena untuk terbiasa ikhlas membutuhkan waktu. Kemudian kita harus menyadari bahwa latihan ini membutuhkan perjuangan.

Kita harus selalu belajar dalam mengelola respon atas setiap peritiwa buruk yang menimpa kita. Kita tidak hanya cukup mengandalkan respon yang biasa muncul. Oleh sebab itu kenapa kita selalu cemas dan khawatir. Karena kekhawatiran atau ketakutan adalah reaksi otomatis sebagai upaya memyelematkan diri terhadap sesuatu yang dianggap mengancam diri kita.

Reaksi boleh saja muncul secara otomatis. Tapi bagaimana kita merespon, bisa kita latih. Tentu saja latihan yang kita lakukan adalah bereaksi segala sesuatu menjadi respon yang positif. Semoga bermanfaat.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak