Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), satu-satunya lembaga pemberantas korupsi yang independen dan cukup mentereng di negeri ini. Dibenci dan ditakuti oleh koruptor atau jaringannya. Benarkah begitu?
KPK, ibarat lelaki yang memesona hati para wanita. Berwajah ganteng dan badan tinggi besar. Perut bidang, otak cerdas, gerakannya lincah, gesit dan cekatan. Juga berjiwa agamis, beriman, dan bertakwa kepada Allah SWT. Bertanggung jawab dan dapat dipercaya, akan menjalankan tugas maupun kewajiban sebagai komisaris dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, serta seadil-adilnya. Selain itu, punya dompet tebal.
Para aktivis gerakan antikorupsi sebagai wanita akan mendambakan lelaki dengan kriteria semacam itu. KPK mudah menjadi dambaan setiap para aktivis gerakan antikorupsi dalam memenuhi semua fantasi yang dibutuhkannya.
KPK, sejak awal diciptakanbukanlah makhluk yang sempurna. Tetapi mampu mewakili kerinduan akan kelembagaan pemberantasan korupsi ketika negeri ini mengalami korupsi gila-gilaan pada zaman orde baru dan awal reformasi.
Sebagai idaman dan dambaan para aktivis anti korupsi negeri ini, KPK ibarat makhluk yang seksi, cerdas dan cekatan, dan tampil macho dengan superbodinya. Tetapi sayangnya, banyak persoalan dan pekerjaan rumah yang belum dapat dikerjakan dengan baik oleh organisasi ini.
Mulai dari kapasitas dan integritas para pemimpinnya, rekrutmen komisionernya, adanya upaya serangan menjinakkan yang makin akut, dan problem organisasi yang mengalami transisi, seperti perubahan UU KPK, masuknya para komisioner abal-abal, serta persoalan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) terhadap pegawai yang punya integritas melawan korupsi. Kekinian, muncul isu koruptor sebagai penyuluh KPK.
Dalam urusan hukum, Indonesia adalah negeri yang lucu. Karena itulah selalu terselip kelucu-lucuannya dalam setiap upaya penegakan hukum yang terjadi di Indonesia. Di Indonesia, seperti yang kita tahu, ketika seseorang melakukan pelanggaran hukum, maka dirinya punya kesempatan besar untuk menjadi duta hukum itu sendiri.
Masih ingatkah kita dengan apa yang telah diperbuat oleh seorang biduan dangdut Zaskia Gotik yang terkenal dengan goyang itik. Dia diangkat jadi duta Pancasila gara-gara kesandung kasus pelecehan lambang negara Indonesia.
Kemudian Sonya Depari yang diangkat sebagai duta antinarkoba, gara-gara siswi ini merayakan kelulusan dengan pawai ugal-ugalan dan sempat membentak polwan serta mengaku anak deputi pemberantasan BNN.
Marwan, lelaki yang belakangan diangkat jadi duta keselamatan lalu lintas gara-gara pernah kedapatan duduk bersila dan lepas tangan di jalanan. Satu lagi Putu Arimbawa, lelaki yang diangkat menjadi duta prokes gara-gara menghina para pengunjung mal yang pakai masker dengan sebutan tolol.
Yang terakhir remaja Nawir, yang diangkat sebagai duta masker gara-gara mengusir jemaah bermasker di sebuah Masjid di Bekasi. Terakhir yang paling menyakitkan hati, berencana menjadikan napi koruptor sebagai penyuluh untuk KPK.
Sebagai aktivis pecinta gerakan antikorupsi, apakah sampai saat Anda masih mencintai KPK? Sementara KPK sudah mulai berselingkuh dengan para penguasa pendukung koruptor dan jaringannya. Belum lagi adanya isu gebrakan napi koruptor sebagai penyuluh KPK, tidakkah Anda akan berpaling dari hati KPK setelah 18 tahun berpacaran ?
KPK sekarang bukan KPK yang seperti dulu lagi. Dulu, KPK macho sekali, pernah menangkap jaksa yang terlibat kasus BLBI. Tak tanggung-tanggung, besan presiden dicokok juga, partai politik penguasa ditelanjangi habis-habisan.
Kini, setelah masuknya komisioner titipan istana dan dimulainya program bedol polisi ke kantor KPK, apakah rasa cinta yang sudah bersemayam di dada selama 18 tahun akan segera sirna?
Sepertinya, kini sudah saatnya KPK Anda jadikan mantan, karena sudah tega berselingkuh dengan para pejabat penguasa. KPK ibarat lelaki hidung belang pada umumnya, memesona diawal tetapi akhirnya makan hati.
KPK kini mulai berselingkuh ria, bermesraan dengan para pemegang kuasa dan jabatan yang korup. Hingga saat ini, mulai gagap berhadapan dengan sektor korupsi di wilayah penegak hukum khususnya polisi dan jaksa. KPK mulai menjalin cinta segitiga, dan mulai menduakan cinta dan hati para aktivis gerakan antikorupsi.
Hal ini membuat sakitnya tuh di sini. Dan sudah waktunya buanglah mantan pada tempatnya. Saat ini, KPK ibaratnya seperti mantan yang sudah selayaknya dijauhi dan dienyahkan.
Jangan-jangan, pemberian remisi terhadap napi koruptor berupa pemotongan hukuman satu sampai dua bulan, terindikasi ada persekongkolan antara Kemenkumham dan KPK. Sebagai prolog program KPK tentang penyuluhan antikorupsi oleh napi koruptor. Atau perselingkuhan antara KPK dengan Polri melalui program bedol polisi ke kantor KPK.
Belum lagi, perselingkuhan antara KPK dengan pihak istana dengan mengubah UU KPK, dan masuknya para komisioner “abal-abal” yang kualitasnya jauh dari harapan, semakin menyayat rasa percaya itu, dan mengubahnya menjadi benci serta luka.
Selamat jalan mantan. Selamat tinggal KPK.
(JUNAEDI, SE, Sanggar Inovasi Desa)