Travel Revenge, Peta, dan Analisis Dampaknya

Hernawan | Aji Putra Perdana
Travel Revenge, Peta, dan Analisis Dampaknya
Ilustrasi perjalanan menggunakan pesawat terbang (Unsplash/Suhyeon Choi)

Vaksinasi telah dilaksanakan secara massal dan dianggap berhasil mengurangi peningkatan angka kasus pandemi COVID-19. Kemudian, jika kita cermati telah diterapkan paspor digital COVID-19 di sejumlah negara. Kedua hal tersebut tentunya dapat menjadi penanda fase bangkitnya pariwisata dunia.

Lebih lanjut, berdasarkan hasil telisik sederhana dapat diketahui bahwa sejumlah riset menyatakan adanya potensi peningkatan pariwisata dunia yang jauh lebih tinggi melampaui angka pada tahun 2019. Fase perjalanan balas dendam atau revenge travel, sebuah istilah yang muncul di masa pandemi ini dikenalkan oleh para ahli di bidang industri perjalananan.

Fase yang terjadi sebagai dampak kejenuhan kita pasca terkurung dalam situasi pembatasan gerak, sekaligus fase yang muncul sebagai upaya membangkitkan perekonomian, terutama sektor pariwisata. Sebuah fenomena yang terjadi seiring meningkatnya pergerakan masyarakat ke lokasi-lokasi wisata.

Awal mulanya, saya mengira fenomena tersebut hanya akan terjadi pada kalangan tertentu saja. Kenyataannya, kita semua mengalami fase kejenuhan dan memerlukan penyegaran dengan melakukan perjalanan ke luar dari rumah.

"Kamu kepengin pergi kemana setelah pandemi berakhir?" tanya seorang kawan di tengah keheningan malam. Wah, saya pun terhenyak dan seketika berpikir kira-kira akan kemana saya menjejakkan kaki ini pasca pandemi dianggap berakhir?

Tak usah menunggu pandemi berakhir, begitu melihat hari libur, baik sabtu/minggu maupun tanggal merah, kita pasti tergerak untuk bepergian. Beberapa hari belakangan ini, saya mencermati sejumlah parameter yang menunjukkan fenomena tersebut terjadi juga di lingkaran kehidupan saya.

Pertama, hampir sebagian besar warga di lingkungan tempat tinggal dan keluarga terdekat telah divaksin dua kali. Hal ini menjadi pertanda pertama keberanian mereka untuk melangkahkan kaki keluar rumah, tentunya protokol kesehatan tetap dijaga.

Kemudian, parameter lainnya adalah grup dan status WhatsApp (WA) hingga media sosial yang tak lagi berisi berita atau kabar meninggal dunia maupun pencarian tabung oksigen atau plasma konvalesen.

Postingan yang kini bermunculan adalah foto panorama lokasi wisata, suasana camping, maupun momen kumpul keluarga di hotel maupun kampung halaman. Selain parameter vaksinasi di atas, biaya rapid tes yang telah turun sehingga makin mudah dijangkau juga menjadi faktor penggerak masyarakat. Kecenderungan yang muncul adalah masyarakat tak lagi berdiam diri di rumah dan lebih berani melakukan perjalanan lebih jauh dari biasanya.

Di sisi lain, saya melihat bahwa makin giatnya promosi wisata sebagai upaya pemulihan perekonomian bangsa dari berbagai sektor, terutama sektor pariwisata dan ekonomi kreatif menjadi tawaran menggiurkan. Hal tersebut, disadari ataupun tidak telah membuat kita mengklik tombol pencarian akomodasi dan transportasi serta lokasi wisata.

Seorang kawan yang bergerak di jasa layanan wisata menyampaikan bahwa tingkat pemesanan tiket pesawat dan hotel meningkat dibandingkan beberapa waktu sebelumnya.

Kemudian, saat saya sempat berkunjung di Yogyakarta dan menggunakan moda transportasi daring seorang pengemudi menyampaikan bahwa dalam sehari dia telah bolak-balik lebih dari empat kali dari/ke bandara YIA ke berbagai hotel.

Mencermati gambaran bahwa perjalanan balas dendam itu nyata terjadi, di salah satu grup WA alumni geografi kami berdiskusi dan malah makin penasaran tentang sejauh mana Pemerintah dapat memantau dan mengendalikan pergerakan akibat perjalanan balas dendam tersebut?

Mengingat kewaspadaan terhadap potensi gelombang ketiga pandemi COVID-19 adalah keniscayaan yang perlu dimiliki oleh Pemerintah dan kita semua. Kami pun mendiskusikan urgensi peta yang dapat diakses pula via situs web COVID-19 dan aplikasi pedulilindungi, maupun disajikan dalam peta dinding yang dipasang di kantor pemerintahan atau lokasi wisata.

Perlukah pemerintah melakukan analisis dan membuat peta pemantauan dampak perjalanan balas dendam per wilayah Provinsi?

Jika mencermati apa yang disampaikan oleh Satgas COVID-19 bahwa masih terdapat sejumlah orang yang teridentifikasi hitam pada aplikasi PeduliLindungi tetapi tepat melakukan perjalanan, bahkan masuk ke mall. Maka, saya melihat bahwa Pemerintah mempunyai kemampuan untuk analisis peta dalam memantau mobilitas masyarakat bagian dari perjalanan balas dendam.

Berikut beberapa langkah yang sekiranya dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dan berbagai pihak lain terkait, terutama dukungan dari masyarakat.

Pertama, Pemerintah dapat mengoptimalkan pengolahan data geolokasi ke dalam agregat peta perjalanan balas dendam. Analisis terhadap data geolokasi yang dapat diperoleh dari penggunaan aplikasi pedulilindungi dan integrasinya dengan berbagai aplikasi yang berbasis geolokasi juga.

Kedua, tentunya Pemerintah dapat mengoptimalkan data mobilitas Facebook, trafik dan mobilitas dari Google, serta data penginderaan jauh seperti Nighttime Light NASA (citra cahaya malam hari dari NASA). Konon katanya, data dan informasi yang mampu memberikan gambaran mobilitas penduduk dari pelacakan gawai berGPS dan cahaya lampu yang ditangkap oleh satelit NASA tersebut telah digunakan oleh Pemerintah.

Ketiga, jika peta pemantauan protokol kesehatan yang ditayangkan dalam situs COVID-19 ini senantiasa dimutakhirkan maka dapat digunakan sebagai masukan dalam analisis dampak perjalanan balas dendam.

Keempat, metode sederhana yang dapat digunakan adalah tumpang susun berbagai data dan informasi masukan di atas untuk menemukenali sejauh mana potensi kewaspadaan yang perlu ditingkatkan terhadap ancaman lahirnya gelombang ketiga pandemi COVID-19.

Selain itu, sekiranya Pemerintah dapat pula mengintegrasikan potensi data urun daya yang dapat diperoleh dari lembaga non-pemerintah maupun kontribusi dari masyarakat. Validasi peta tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan Satgas COVID-19 di tiap Pemerintah Daerah untuk melakukan sampling dan kunjungan pada lokasi atau wilayah yang teridentifikasi.

Hasilnya dapat berupa peta pemantauan yang berbasis wilayah administrasi pemerintahan, baik level Provinsi maupun Kabupaten/Kota, bahkan jika mampu dapat detail hingga tingkat desa/kelurahan sebagaimana kriteria zonasi risiko yang selama ini dilakukan. Utamanya adalah lokasi wilayah administrasi yang menjadi hotspot atau titik panas kunjungan perjalanan balas dendam.

Kemudian, menurut saya berdasarkan hasil analisis pemantauan tersebut di atas, tentunya dapat diintegrasikan dengan data statistik perekonomian dari sektor pariwisata. Hal ini berguna untuk kajian lebih dalam adakah dampak signifikan dan positif dari kegiatan perjalanan balas dendam.

Makin lengkap data yang dikumpulkan, disandingkan dan dijadikan parameter untuk ditumpangsusunkan, maka tentunya akan makin membantu melahirkan informasi baru. Informasi inilah yang sedianya dapat bermanfaat dalam penentuan dan pengambilan kebijakan, termasuk pengetatan persyaratan mobilitas penduduk.

Tentunya, kegiatan pemantauan berbasis peta tersebut memerlukan kontribusi dan peran aktif berbagai pihak, dari pemerintah, asosiasi atau komunitas, swasta atau dunia usaha, akademisi dan praktisi, hingga tentunya media massa.

Aji Putra Perdana Ph.D. Candidate Geo-Information Processing di Faculty of Geo-information Science and Earth Observation, University of Twente

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak