Resolusi atau Ilusi?

Hernawan | Sam Edy Yuswanto
Resolusi atau Ilusi?
Ilustrasi pria merenung (pixabay)

Jamaknya, menjelang tahun baru, orang-orang akan saling berlomba-lomba membuat resolusi dalam hidupnya. Bila perlu, resolusi yang biasanya berisi deretan impian yang hendak diraih setahun ke depan itu, sengaja diumumkan di tengah publik, misal ditulis di lama media sosial seperti Facebook, dengan harapan agar orang-orang tahu, mendukung serta mengamini resolusi tersebut.

Resolusi, bila merujuk catatan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online dimaknai sebagai putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yang ditetapkan oleh rapat (musyawarah, sidang); pernyataan tertulis, biasanya berisi tuntutan tentang suatu hal. Jadi bisa disimpulkan bahwa resolusi adalah rencana-rencana tertulis yang ingin kita raih.  

Sayangnya, kadang kita terlalu terbuai atau terlena dengan resolusi yang telah kita buat. Dari puluhan impian yang ingin dicapai, bisa jadi hanya satu-dua yang benar-benar berhasil diraih. Atau, jangan-jangan, malah tak satu pun impian yang berhasil diraih karena kita malas-malasan atau tidak serius dalam meraihnya. Alhasil, resolusi tersebut berubah menjadi ilusi atau hayalan belaka.

Bila sudah begini, tentu rasa malu yang akan kita dapatkan. Ya, malu terhadap teman-teman di media sosial yang dulu telanjur membaca postingan tentang resolusi yang telah susah-susah kita buat.

Mungkin sebagian teman-teman akan menganggap kita hanya senang berilusi dan gemar membual. Sehingga, ketika tahun baru kembali datang dan kita (lagi-lagi) membuat resolusi yang diumumkan lewat media sosial, orang-orang sudah tak ada yang merespons atau memercayainya. Mereka akan mengabaikan postingan resolusi kita. “Halah, paling-paling cuma ngomong doang, nggak pernah ada realisasinya!” mungkin kalimat ini yang akan terucap oleh teman-teman kita.

Oleh karenanya, sangat penting direnungi dan dipikir masak-masak terlebih dahulu sebelum kita memutuskan menuliskan resolusi yang akan diraih setahun ke depan di dinding Facebook, Twitter, atau laman media sosial lainnya.

Jangan sampai kita dipermalukan oleh resolusi yang telah kita buat sendiri karena kita tak pernah bisa membuktikan apa yang kita omongkan atau tuliskan. Contoh kecil, seorang penulis memposting resolusi di status media sosial, bahwa setahun ke depan ia ingin menulis dan menerbitkan lima buah novel. Dalam resolusi tersebut, tak lupa ia minta dukungan serta doa dari teman-temannya, agar resolusinya tersebut dapat segera diwujudkan. Lalu, ketika waktu berjalan begitu cepat dan tanpa terasa setahun sudah terlewat, nyatanya ia tak kunjung memposting satu pun novel yang berhasil diterbitkannya.

Setelah dicermati, ternyata ada begitu banyak alasan yang menyebabkan ia gagal mewujudkan resolusinya. Alasan terbesar adalah rasa malas untuk berkarya, merasa tidak mood, kehabisan ide, atau merasa sibuk dengan pekerjaan lain sehingga tak ada waktu untuk menulis. Akhirnya tentu bisa ditebak, resolusi yang pernah ia tulis berubah menjadi ilusi belaka.

Menurut pandangan saya, membuat catatan-catatan atau resolusi yang berisi deretan impian kita setiap tahunnya, memang perlu, bahkan penting, agar hidup yang kita jalani menjadi lebih bersemangat. Namun hemat saya, tak perlu kita terlalu mengumbar di media sosial apa-apa yang ingin kita capai, karena kita akan merasa malu sendiri bila tak benar-benar berusaha mewujudkannya. Cukup kita dan Tuhan saja, atau bersama orang-orang terdekat yang tahu rencana-rencana kita setahun ke depannya.

Andai pun merasa perlu untuk memosting resolusi di media sosial, tulislah poin-poin utamanya saja. Misalnya, setahun ke depan ingin menerbitkan dua buku. Jangan semua impian yang belum jelas atau masih tebersit dalam angan-angan ditulis dan beberkan di linimasa.  

Ini yang paling penting, usai membuat resolusi adalah berusaha pantang menyerah untuk meraihnya. Soal nanti kita jatuh dalam kegagalan berkali-kali itu adalah hal yang sangat biasa dan selalu mewarnai perjalanan hidup setiap manusia tanpa terkecuali. Bila kita telah berusaha dengan maksimal, lalu gagal, maka tak perlu bersedih dan menyerah.

Segeralah bangkit kembali, mengevaluasi kegagalan tersebut, dan kembali melanjutkan berkarya dengan penuh semangat dan pantang menyerah. Dengan semangat pantang menyerah, saya yakin impian-impian hidup yang telah ditulis dalam resolusi akan segera berhasil kita gapai.

Memang, saya akui, yang namanya bangkit dari kegagalan bukanlah hal mudah. Namun bukan hal sulit bila kita segera menyadari bahwa yang namanya kegagalan adalah suatu keniscayaan dalam hidup. Terkait hal ini, kita perlu belajar pada semangat balita.

Coba renungkan, saat balita dulu, ketika kita ingin bisa berdiri, berjalan, dan berlari, kita akan berusaha merangkak terlebih dahulu. Setiap hari berusaha tanpa kenal lelah dan menyerah, merangkak ke sana ke mari, lalu merayap ke kursi atau tembok, lalu mencoba berdiri dan berjalan. Berkali-kali kita gagal, jatuh dan terjatuh lagi. Tapi, nyatanya kita tak pernah menyerah. Kalau dihitung, mungkin berbilang ratusan kali kita berusaha merangkak dan berdiri hingga akhirnya benar-benar bisa berdiri dan berjalan perlahan-lahan. Begitu seterusnya.

Lantas, ketika masih kecil saja kita tak pernah menyerah dalam menginginkan sesuatu, lantas saat usia kita dewasa, mengapa kita begitu mudah menyerah dan berputus asa ketika mengalami kegagalan dalam meraih sesuatu? Saya yakin, bila kita selalu merenungi hal ini saat kita sedang terjatuh dalam kubang kegagalan, setidaknya dapat membuat kita tersadar dan kembali bersemangat untuk bangkit kembali meraih impian hidup kita.

Membaca biografi orang-orang sukses dan terkenal, baik melalui buku-buku, blog, maupun laman-laman media massa online yang bisa kita cari lewat Google, juga dapat dijadikan sebagai terapi yang cukup ampuh ketika kita sedang tak bersemangat dalam meraih cita-cita. Ada banyak inspirasi yang akan kita peroleh setelah membaca kisah-kisah mereka yang penuh perjuangan dan berkali-kali jatuh dalam kegagalan tapi tak pernah berhenti meraih impiannya.

Akhirnya, semoga di tahun baru 2022 yang kurang beberapa hari lagi, kita diberi umur panjang yang berkah dan bisa menjadi pribadi lebih baik dari tahun sebelumnya. Mudah-mudahan, kita bisa benar-benar berhasil meraih impian yang telah tertuang dalam resolusi kita. Jangan sampai resolusi yang kita tulis hanya sekadar resolusi tanpa aksi sehingga berubah menjadi ilusi.*** 

*Sam Edy Yuswanto, penulis lepas, mukim di Kebumen.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak