Seperti yang kita ketahui, banjir masih menjadi persoalan khususnya di beberapa wilayah di Indonesia. Banjir seolah telah menjadi agenda tahunan yang selalu terjadi di Indonesia. Dilansir dari data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sampai bulan Desember ini tercatat 1.241 kasus banjir yang terjadi di sepanjang tahun 2021. Angka tersebut menjadi yang tertinggi dibandingkan dengan kasus bencana alam lainnya.
Tahun ini, Pulau Kalimantan menjadi salah satu pulau di Indonesia dengan bencana banjir yang cukup tinggi yakni mencapai lebih dari 10 kasus banjir. Banjir tersebar ke sejumlah titik provinsi di Pulau Kalimantan, seperti Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Barat. Akan tetapi, banjir di Kalimantan Barat disebut menjadi yang terparah karena terjadi dalam kurun waktu yang lama yaitu lebih dari tiga pekan.
Peristiwa ini sontak mendapat sorotan dari publik. Baik warga maupun pengamat lingkungan tidak sedikit yang berspekulasi bahwa banjir yang terjadi disebabkan karena terlalu banyaknya pengalihfungsian lahan hutan menjadi lahan tambang dan kebun kelapa sawit. Sebelumnya pihak BNPB sendiri telah merilis pernyataan perihal penyebab banjir di Kalimantan yang tidak lain disebabkan oleh tingginya intensitas curah hujan akibat memasuki fenomena La Nina.
Meskipun demikian, BNPB tidak menyangkal spekulasi yang beredar di masyarakat. Pihaknya mengaku akan mengkaji dan mendalami permasalahan ini terlebih dahulu. Sementara itu, Presiden Jokowi dengan tegas menyatakan bahwa banjir yang terjadi di wilayah Kalimantan adalah karena kerusakan lingkungan. Bila ditelisik berdasarkan temuan terdahulu, apa sebetulnya penyebab banjir secara umum?
Penyebab Banjir
Bila mengacu pada literatur-literatur terdahulu, penyebab banjir dikategorikan menjadi tiga kategori. Pertama, kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan tata ruang sehingga berdampak pada perubahan alam. Kedua, peristiwa alam seperti badai, intensitas curah hujan yang tinggi, kenaikan permukaan air laut, dan lain sebagainya. Ketiga, degradasi lingkungan seperti penyempitan alur sungai, hilangnya tumbuhan penutup tanah pada catchment area, pendangkalan sungai akibat sedimentasi dan sebagainya. Dari kategori penyebab banjir tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa secara umum banjir terjadi karena faktor alam dan faktor manusia. Lalu bagaimana dengan banjir di Kalimantan?
Belum lama ini, pengalihfungsian lahan hutan atau deforestasi disebut-sebut mengambil peranan yang cukup besar dalam menyebabkan terjadinya banjir di wilayah Kalimantan. Betapa tidak, kawasan hutan primer di Kalimantan Barat saja sejak tahun 2002 – 2021 sudah hilang sekitar 1,25 juta hektar berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh Global Forest Watch. Itu baru Kalimantan Barat saja, belum lagi pada wilayah provinsi di Kalimantan lainnya. Pulau Kalimantan yang dahulu memiliki kawasan hijau yang rimbun, kini sudah banyak berubah menjadi lahan tambang dan perkebunan kelapa sawit.
Deforestasi
Topik deforestasi kian menjadi perbincangan hangat di masyarakat terutama setelah beredarnya cuitan kontroversial di media sosial yang dilakukan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya yang menyatakan pembangunan besar-besaran era Presiden Jokowi tidak berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi. Baginya, guna memajukan Indonesia juga mempermudah pembangunan akses jalan, dapat ditempuh dengan berbagai cara termasuk deforestasi sekalipun. Cuitan ini kemudian menimbulkan perdebatan di masyarakat.
Beberapa waktu lalu Menteri LHK bahkan menyebutkan bahwa tahun ini deforestasi di Indonesia mengalami penurunan. Namun, hal ini tak lantas membuat masyarakat dan pengamat lingkungan bergembira. Pasalnya, bila ditelusuri lebih jauh, tidak ada jaminan bahwa deforestasi yang dilakukan secara berkelanjutan tidak menimbulkan efek negatif bagi lingkungan dan masyarakat Indonesia.
Pemerintah seolah menutup mata akan dampak yang ditimbulkan dari deforestasi bila dilakukan secara terus-menerus. Sulit rasanya menyangkal bencana banjir yang terjadi di sekitar wilayah Kalimantan tidak ada campur tangan manusia sama sekali. Naif apabila hanya menyalahkan intensitas curah hujan yang tinggi.
Melihat kawasan hutan di Kalimantan yang kian hari kian berkurang, pemerintah sudah sepantasnya sadar betul bahwa hilangnya kawasan hutan ini akan berdampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat Indonesia. Maka dari itu deforestasi tidak bisa hanya dilihat dari sisi positifnya saja, namun dilihat juga bagaimana sisi negatifnya.
Meningkatnya kasus banjir yang melanda Kalimantan, boleh jadi akibat dari perubahan lahan hutan. Seiring dengan pengalihfungsian lahan hutan yang terus terjadi maka akan mengurangi populasi pepohonan yang mana berperan penting dalam penyerapan air. Di situlah peran ulah manusia dalam menimbulkan terjadinya banjir.
Pemerintah tentunya tak bisa mengabaikan persoalan ini begitu saja. Pun tak bisa hanya sekadar bicara soal pembangunan yang begitu penting bagi pemerintah, cobalah tengok bagaimana dampaknya bagi lingkungan. Apakah artinya pemerintah sudah benar-benar memikirkan dengan matang sebelum melakukan deforestasi?
Melihat hal ini, wajar saja bila masyarakat banyak melakukan protes dan mengeluhkan hal ini. Bagaimana tidak, pemerintahnya saja hanya mendengar keluhan tanpa dicarikan jalan keluarnya. Jika sudah begini bukan hanya lingkungan dan masyarakat yang dirugikan tetapi juga pemerintah. Kita tahu bahwa pemerintah memiliki regulasi dan ketentuan tertentu sebelum memutuskan perizinan perusahaan menggunakan lahan hutan di Kalimantan untuk menjadi lahan tambang mineral dan batu bara ataupun perkebunan kelapa sawit.
Salah satunya adalah pemberian lahan kompensasi oleh pihak terkait kepada pemerintah seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. P.27/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2018 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Lahan kompensasi sendiri merupakan lahan yang harus diserahkan oleh pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dalam wujud yang clear and clean dan sudah direboisasi.
Meskipun upaya ini telah dilakukan, kita tidak bisa menampik bahwa deforestasi yang kian berlangsung telah mengurangi luas hutan primer di wilayah Kalimantan. Di mana hal ini berdampak pada ekosistem lingkungan sehingga meningkatkan potensi terjadinya bencana alam seperti banjir yang saat ini terjadi di wilayah Kalimantan. **