Nikah Mut'ah dan Dampaknya Terhadap Perempuan

Candra Kartiko | Zilfy Amalia
Nikah Mut'ah dan Dampaknya Terhadap Perempuan
Ilustrasi pernikahan (unsplash/Alvin Mahmudov).

Nikah Mut'ah adalah pernikahan yang dilaksanakan pada zaman mazhab Syiah. Pernikahan ini disebut juga nikah kontrak, dimana waktunya sudah di tetapkan dan ketika waktunya habis maka ikatan perkawinan tersebut sudah tidak berlaku lagi. Biasanya dilakukan selama satu bulan atau satu tahun.

Munculnya nikah mut'ah pada zaman mazhab Syiah karena pada saat itu sering terjadi peperangan dan perjalanan jauh sehingga diadakan nikah mut'ah. Tetapi nikah mut'ah sendiri banyak berdampak negatif, terutama pada perempuan. Mengapa demikian? Karena nikah mut'ah memberatkan salah satu pihak pada akhirnya.

Nikah mut'ah dilakukan dengan tanpa wali dan saksi, hal ini sangat tidak sesuai dengan syariat islam dan anjuran nabi. Nikah mut'ah bisa di bilang pernikahan yang tidak sah dan tidak diperbolehkan. Hal ini bisa di bilang juga bahwa nikah mut'ah adalah zina yang mengatasnamakan Islam di dalamnya 

Nikah mut'ah sangat tidak dianjurkan karena ketika perjanjian atau kontrak dari pernikahan itu sudah habis, maka hak asuh anak akan di serahkan sepenuhnya kepada ibu dan si ayah tidak lagi bertanggung jawab. Secara umum seorang anak pastinya ingin mendapat kasih sayang secara utuh dari bapak dan ibunya. Dan ketika mereka sudah dewasa lalu melanjutkan pendidikan, mereka bisa mengalami gangguan mental karena mendapat ejekan dari teman-temannya perihal kejelasan orang tuanya.

Ketika hak asuh seorang anak secara penuh di berikan kepada sang ibu, maka anak tidak akan mendapatkan hak-hak nya sebagai anak secara utuh dari kedua orang tuanya. Hal ini tentu akan mengganggu mental psikis si anak, dan bisa menyebabkan si anak merasa terasingkan dari lingkungannya. Selain itu, tumbuh kembang anak juga tidak semata-mata hanya dengan ibu saja, tetapi juga bapak. 

Dan nafkah juga merupakan tanggung jawab seorang lelaki, maka ketika si anak tidak mendapatkan nafkah dari si ayah, si ayah akan mendapatkan dosa karena di anggap menelantarkan anaknya sendiri.

Hal ini tentu bertolak belakang dengan syariat Islam, dari mulai pernikahannya yang tidak sah, sampai tanggung jawab kepada si anak dan istri yang tidak sesuai juga dengan syariat islam.

Sebaiknya menikah sesuai syariat Islam dan sesuai apa yang dianjurkan Rosulullah, sehingga tidak mendapat dosa masa depan anak terjamin.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak