Metaverse saat ini sedang ramai dibicarakan karena inovasi teknologi ini mengejutkan khalayak umum. Melansir laman CNBC Indonesia, Metaverse sendiri merupakan konsep dunia digital yang dibuat dengan tujuan agar orang-orang dapat merasakan interaksi secara virtual sehingga terasa interaksi secara langsung. Berbagai macam fasilitas di metaverse disajikan seperti pertemuan virtual, karya seni virtual seperti lukisan, lagu, hingga foto. Bahkan di dalam metaverse disediakan pemakaman virtual dan lahan virtual.
Konsep Metaverse ini mengingatkan kita dengan NFT yang sudah ada lebih dulu. NFT (Non-fungible Token) merupakan token yang tidak tergantikan dimana setiap aset yang dimiliki dalam NFT ini bersifat unik dan berbeda-beda setiap tokennya sehingga setiap NFT dapat dijual dengan terbatas atau limited walaupun barang ini sebenarnya bersifat virtual dan tidak dapat dipegang secara nyata. Bentuk yang dimiliki yaitu berupa sertifikat hak milik. Barang yang dijual di NFT biasanya berupa art digital, musik, video, bahkan cuitan twitter pertama dari CEO Twitter sendiri pun dijual di NFT.
Teknologi NFT sendiri menuai pro dan kontra. HYBE Entertaiment sempat menuai kontroversi karena pengumumannya akan merilis NFT untuk merchandise artis yang dinaungi oleh agensi tersebut termasuk BTS. NFT sudah menjadi perdebatan dikhalayak umum khusunya terkait dampak NFT terhadap keadaan lingkungan yang sudah tidak kondusif saat ini. NFT sendiri menggunakan teknologi blockchain yaitu teknologi yang menggunakan komputasi untuk membuat blok saling terhubung satu sama lain dan biasanya blok ini berisi data-data transaksi. Dulunya blockchain ini digunakan hanya untuk Bitcoin dan saat ini sudah berkembang sehingga dapat digunakan untuk transaksi NFT bahkan akan digunakan di Metaverse dimasa yang akan datang.
Sistem blockchain ini memerlukan energi karbon pemanasan yang cukup besar karena menggunakan energi listrik yang banyak untuk menambang blockchain yang baru setiap melakukan transaksi. Sehingga semakin banyak transaksi yang dilakukan, maka energi karbon yang keluar akan lebih banyak dan menyebabkan pemanasan global yang sudah terjadi saat ini bisa memperburuk keadaan. Tidak hanya dari segi blockchain, banyaknya file yang ditaruh dalam NFT bisa membuat server yang dibutuhkan semakin banyak dan juga pastinya membutuhkan energi yang lebih banyak untuk mendinginkan server yang harus didinginkan setiap saat agar server tidak error sehingga kita dapat mengkasesnya tanpa adanya kendala. Hal inilah yang menyebabkan adanya kontra terhadap adanya NFT ini.
Dibalik banyaknya kontra yang ramai dibacarakan, ternyata PBB bekerjasama dengan NFT pada Agustus 2021 lalu dengan tujuan untuk perangi perubahan iklim. Dilansir dari laman Crypto Indonesia, program yang dilakukan dengan NFT yaitu program DigitalArt4Climate. Dimana isi dari program tersebut adalah menampilkan karya seni secara inovatif dengan tujuan untuk memberikan isnpirasi bagi khalayak umum untuk bersama-sama mencari solusi terhadap lingkungan yang sudah mengalami perubahan iklim saat ini. Pada Desember 2021 juga, UNICEF bekerjasama dengan GigaConnect untuk meluncurkan NFT dengan tujuan untuk membuka donasi pengadaan akses internet untuk anak-anak diseluruh dunia.
NFT sendiri merupakan inovasi teknologi yang cukup bagus karena dapat mengurangi penggunaan kertas yang biasanya digunakan untuk mencetak seseuatu sehingga dapat mengurangi deforestasi hutan secara perlahan-lahan. Selain itu, NFT membuka peluang bagi banyak orang untuk berinovasi dan mengeksplor kemampuan mereka yang berpotensi untuk menghasilkan uang.