Susahnya Orang Produksi Gula Aren Kalau Dilanda Sakit

Candra Kartiko | Budi Prathama
Susahnya Orang Produksi Gula Aren Kalau Dilanda Sakit
Foto ibu Nia yang sedang memproduksi gula merah. (Dok.pribadi/@budi.prathama)

Orang yang bekerja sebagai pembuat gula aren atau gula merah bukanlah pekerjaan mudah, mesti menyiapkan waktu tempur setiap hari dan tetap dijaga. Orang yang bekerja memproduksi gula aren, tiap pagi dan sore hari harus ke tempat kerja, mengambil air dari pohon aren yang nantinya akan dibuat gula merah agar siap jual. 

Tetapi jauh sebelum air dari pohon aren tersebut bisa diambil, terlebih dahulu banyak persiapan yang dipersiapkan, mulai dari perbaikan tempat di atas pohon aren, hingga tempat keluarnya air di pohon aren itu mesti harus dipukul-pukul terlebih dahulu agar ada airnya yang bisa keluar. Proses-proses itu berjalan agak lama, baru produksi gula aren dapat dilakukan. 

Memproduksi gula merah tidak ada liburnya, selagi air di pohon aren itu masih ada, harus memang ada waktu 2 kali dalam sehari untuk memanjat pohon aren mengambil airnya. Mengapa harus dua kali? Karena jika tidak, air dari pohon aren tersebut tidak bisa dibuat gula merah akibat rasanya sudah asam. Bagaimana pun kondisinya, air pohon aren mesti pergi diambil jika memang ingin dibuat gula merah, kalau tidak pasti akan rusak. 

Di situlah titik masalahnya, orang yang memproduksi gula merah sangat tidak bisa meninggalkan pekerjaannya itu, jika memang tidak ingin rusak. Sepanas apa pun matahari menghadang tetap juga pergi, dan sederas apa pun hujan membasahi tetap juga berangkat untuk memanjat pohon aren mengambil airnya untuk dibuat gula merah. 

Parahnya lagi, saat sedang sakit, tentu ia tidak dapat pergi mengambil air gula aren. Pada posisi itu, sering kali orang yang memproduksi gula merah selalu memaksakan, selagi tubuh masih bisa digerakkan dengan begitu mereka lakukan. Mereka dihadapkan pada pilihan, kalau air pohon aren tidak pergi diambil maka akan rusak dan seterusnya tidak akan ada lagi airnya, itu menjadi tantangan terberat bagi orang yang bekerja memproduksi gula aren. 

Seperti curhatan dari Ibu Nia, salah satu orang yang sampai hari ini masih memproduksi gula aren di desa Todang-Todang, Kecamatan Limboro, kKabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Saat mereka sakit selalu saja memaksakan dirinya untuk tetap pergi bekerja, memproduksi gula merah walau kondisi tubuh kurang terlalu fit. 

Ibu Nia bersama dengan anaknya bekerja sebagai pembuat gula aren dan menjadi mata pencaharian untuk bisa bertahan hidup. Ibu Nia bekerja untuk pergi mengambil kayu bakar dan memasak air dari pohon aren untuk dibuat gula merah, sementara anaknya persiapan dan perbaikan pohon gula aren untuk bisa diambil airnya hingga mengambil air tersebut dua kali dalam sehari. Itulah hari-hari mereka yang rutin untuk dilakukan demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarga. 

Anak Ibu Nia pernah sakit, pada masa itu Ibu Nia juga sudah tidak bisa menggantikan anaknya untuk memanjat pohon aren mengambil air yang akan dibuat gula aren. Tentu yang mereka lakukan harus mencari orang lain yang bisa mengambil air dari pohonnya itu agar tidak rusak. 

"Inilah tantangan kami yang bekerja sebagai pembuat gula merah, kita pasti kewalahan saat kami sakit karena pekerjaan kami tidak bisa ditinggalkan karena pasti akan rusak," kata ibu Nia dengan nada perlahan lambat. 

Menurutnya, mereka juga tidak bisa menghentikan pekerjaannya itu, selain sebagai satu-satunya pekerjaan untuk kebutuhan hidupnya, juga sebagai proses supaya bisa memproduksi gula aren dengan jangka yang lumayan lama. 

"Kan sayang kalau langsung berhenti, kita sudah lama mati-matian bekerja supaya bisa seperti ini dibuat gula merah, sangat panjang prosesnya yang sudah dilalui," tuturnya. 

Sebenarnya bukan kali itu saja dihadapkan pada susahnya orang yang memproduksi gula aren kalau sakit, bahkan Ibu Nia sendiri pun juga sering sakit. 

"Saya juga sering sakit, tetapi saya selalu paksakan untuk tetap bekerja karena kami tidak tega kalau rusak begitu saja. Nanti kalau betul-betul sudah tidak kuat lagi, barulah saya berhenti bekerja, tetapi ketika saya sembuh itu kembali saya memaksakan untuk kerja lagi. Bukan karena apanya, itu memang tuntutan hidup," ungkap ibu Nia yang masih nampak semangat di raut wajahnya. 

Ia menambahkan bahwa begitulah nasib kalau orang yang pekerjaannya pembuat gula aren, mereka pasti selalu memaksakan tubuhnya untuk bekerja sampai betul-betul tidak bisa bekerja lagi. Beda halnya mungkin bagi mereka yang kerjanya di perkotaan atau disektor lainnya.  Akan tetapi, kalau pembuat gula merah, sekali tidak bekerja tentu pekerjaannya itu akan rusak dan kembali lagi memulai yang baru. 

Meski kondisi begitu, kata Ibu Nia mereka tidak punya pilihan lain. Pekerjaan yang sudah ditekuni berjalan sudah sejak lama, Ibu Nia tidak sempat mengenyam yang namanya pendidikan, hanya bisa bekerja sebagai pembuat gula merah. Di samping itu pula, waktunya yang senggang digunakan juga untuk bertani dan beternak kambing. Sosok Ibu Nia adalah perempuan yang tangguh, semangat, dan pekerja keras. 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak