Mudik Semampunya, Jangan Berlebihan dan Jangan Pamer

Hayuning Ratri Hapsari | Rozi Rista Aga Zidna
Mudik Semampunya, Jangan Berlebihan dan Jangan Pamer
Ilustrasi mudik (Pixabay.com/al-grishin)

Mudik tidak bisa lepas dari kaum urban. Mudik itu fi’il, sedangkan kaum urban adalah fail-nya. Berdasarkan KBBI, mudik artinya kembali ke kampung halaman. Sementara urban adalah orang yang berpindah dari desa ke kota. Jika disimpulkan, mudik merupakan aktivitas yang dilakukan oleh kaum urban menuju kampung halamannya.

Tradisi mudik biasanya lebih ramai dilakukan menjelang lebaran atau Hari Raya Idulfitri. Kaum urban yang telah hidup lama di kota tidak akan melewatkan tradisi ini untuk bertemu dan bersilaturrahmi dengan orangtua, sanak famili, teman-teman, dan para tetangga di kampung halaman. Segala persiapan saat mau mudik telah benar-benar dipersiapkan jauh-jauh hari.

Lebih-lebih, mudik lebaran tahun ini telah diperbolehkan oleh pemerintah, bahkan pemerintah mengimbau kepada warga yang hendak melakukan mudik agar memulai perjalanannya lebih awal, jauh-jauh hari sebelum menjelang lebaran.

Hal ini dilakukan  dengan tujuan menghindari kemacetan selama di perjalanan. Soalnya, sebagaimana jamak dimaklumi, selama dua tahun, sebab wabah Covid-19, mudik dilarang oleh pemerintah. Maka, sudah pasti angka pemudik tahun ini melonjak dahsyat. Pasalnya, sudah dua tahun lamanya tidak berjumpa orangtua dan sanak saudara secara tatap muka langsung.

Meski mudik saat ini telah dibuka oleh pemerintah, para pemudik tidak boleh abai terhadap imbauan pemerintah agar tetap jaga keselamatan dan mematuhi protokol kesehatan. Untuk menjaga keselamatan dalam perjalanan, pemudik diharap memastikan kendaraan yang akan digunakan dalam keadaan normal dan baik-baik saja. Selain itu, pemudik harus mematuhi aturan berkendara dan tata tertib lalu lintas.

Baru-baru ini telah beredar beberapa video viral mengenai mudik. Setidaknya, ada satu video yang menarik bagi penulis untuk dibahas kali sini. Dalam tayangan video tersebut, tampak calon pemudik yang menyiapkan barang-barang yang hendak dibawa ke kampung halaman.

Barang-barang dalam karung, dalam kardus besar, tas ransel, dan tidak lupa pula sepeda motor, ia masukkan semuanya ke dalam bagasi mobil putih itu. Barang-barang tersebut terus dijejali hingga membeludak. Sementara pintu bagasi dibiarkan menganga.

Ini mencerminkan mudik yang kurang sehat. Mudik yang bukan biasanya. Harusnya ia bawa barang sebisanya agar bisa mudik seperti biasanya. Mudik yang tetap menjaga keselamatan. Keselamatan pengendara, barang-barang, dan tentunya selamat dari petugas keamanan. Dari itu, mudiklah dengan membawa barang sebisanya dan sebiasanya.

Silaturrahmi saat lebaran menjadi salah satu cara yang baik untuk mempererat tali persaudaraan. Namun, realitas yang ada, terkadang mudik dijadikan sebagai sarana adu gengsi. Inilah yang seharusnya kita hindari.

Sam Edy Yuswanto dalam bukunya, Saya Bersyukur, Saya Bahagia, menguraikan bahwa sebagian pemudik mungkin ada yang bela-belain utang sana-sini demi bisa tampil “wah” saat lebaran di kampung halamannya. Misalnya, sengaja menyewa mobil mewah sebagai kendaraan mudik.

Sebagaimana kita ketahui, jasa sewa (rental) mobil di era sekarang begitu diminati oleh banyak orang untuk berbagai kepentingan. Salah satunya sebagai ajang adu gengsi saat lebaran tiba.

Di dalam buku Selalu Ada Jalan Keluar, Sam Edy Yuswanto juga menyatakan, jangan sampai esensi mudik berubah, yang semula berniat silaturrahmi bersama keluarga menjadi ajang pamer kekayaan dan status sosial. Biasanya momentum lebaran juga dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk menggelar acara reunian. Mulai reuni SD, SMA dan lain sebagainya.

Biasanya dalam acara reuni tersebut, orang-orang akan saling unjuk prestasi dan status sosial masing-masing. Misalnya satu sama lain saling bertanya; kamu sekarang kerja di mana, sudah menikah apa belum, punya anak berapa, kenapa belum kunjung punya momongan? dan seterusnya.

Bagi yang memiliki pekerjaan mapan dan anak-anak dengan segudang prestasi, akan tampak begitu bersemangat dan sangat bangga menceritakan kehidupan keluarganya. Namun, bila mereka yang hidupnya pas-pasan, tidak memiliki profesi yang bisa dibanggakan, mungkin akan merasa minder dan lebih memilih diam.

Terlebih bagi mereka yang belum bertemu jodohnya, belum diberi amanah berupa anak keturunan, biasanya cenderung sensitif dan akan mudah cedera hatinya.

Mestinya, ajang pamer kekayaan dan status sosial di hari lebaran harus kita jauhi. Karena hal ini sangat bertolak belakang dengan ajaran agama. Pun melontarkan pertanyaan atau kata-kata yang membuat hati orang lain terluka, sebaiknya berusahalah untuk dihindari. 

Terakhir, mari kita renungi kalam hikmah dari guru kita bersama, KH Ahmad Imam Mawardi dalam bukunya, Selamat Tinggal Tangisan, Selamat Datang Senyuman, “Naik sepeda pancal dengan hati damai sungguh lebih mengesankan daripada naik mobil dengan nuansa hati resah. Rumah kecil yang membesarkan hati jauh lebih bisa dinikmati daripada rumah besar yang mengecilkan hati. Kebahagiaan hidup sungguh bukan karena apa yang dipunya, melainkan karena bagaimana kita mempersepsi apa yang dipunya.”

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak