Dalam permodalan UMKM, terdapat peran lembaga keuangan yang memberikan kontribusinya dalam UMKM. Di Indonesia, lembaga keuangan yang dikenal lebih banyak pada lembaga keuangan konvensional. Di masa kini, muncul lembaga keuangan berbasis syariah yang memberikan kontribusinya dalam hal permodalan syariah. Di Indonesia sendiri, lembaga keuangan syariah diawali dengan berdirinya Bank Muamalat di Tahun 1992 yang kemudian diikuti dengan lembaga keuangan lainnya, salah satunya koperasi syariah.
Koperasi syariah dikenal dengan nama KJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syariah). Koperasi Jasa Keuangan Syariah ini bergerak dalam bidang pembiayaan, investasi, dan simpan pinjam yang berdasarkan prinsip syariah. Dalam sejarah koperasi syariah, tentu tak lepas dari sejarah koperasi konvensional yang dilatarbelakangi oleh permasalahan yang sama, yakni terkait dengan individualisme dan kapitalisme. Koperasi hadir dalam perekonomian Indonesia dengan membawa asas kekeluargaannya.
Koperasi syariah memiliki peran dan prospek yang sangat baik untuk keberlangsungan ekonomi nasional. Koperasi syariah dapat membantu meningkatkan dan memperkokoh ekonomi nasional. Koperasi syariah juga dapat digunakan menjadi sarana untuk mengembangkan usaha mikro melalui permodalan syariahnya. Sebagaimana usaha mikro atau UMKM ini memiliki peran yang besar juga dalam perekonomian Indonesia. Maka, ketika permodalannya berkembang akan turut membantu perkembangan ekonomi nasional juga salah satunya permodalan melalui koperasi syariah.
Lahirnya koperasi syariah di Indonesia dilandasi oleh Keputusan Menteri Koperasi dan UKM Republik Indonesia Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Tak hanya keputusan menteri tersebut, koperasi syariah banyak menggunakan peraturan hukum sebagai landasan dalam kegiatan operasionalnya. Peraturan-peraturan yang menjadi acuan dalam kegiatan operasional koperasi syariah, yaitu Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Selain itu, tertuang juga di dalam Undang-Undang Cipta Kerja pada Pasal 44A. Pada pasal ini, belum dijelaskan secara rinci terkait dengan tata kelola dan pelaksanaan dari koperasi syariah itu sendiri.
Walaupun koperasi syariah belum memiliki peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, tetapi telah dibuatkan berbagai aturan yang setingkat dengan peraturan pelaksana dari undang-undang sebagai bentuk niat baik pemerintah dalam mengakui secara formal dan legal adanya koperasi syariah.
Pemerintah juga telah menganggarkan dana untuk membantu koperasi syariah dalam menjalankan operasionalnya. Hal tersebut sebagai bentuk pengakuan koperasi syariah oleh pemerintah. Walaupun demikian, koperasi syariah tetap memerlukan satu undang-undang yang utuh dan mencakup keseluruhan kegiatan operasional, bentuk hukum, tata kelola, pendirian, dan pengawasan koperasi syariah. Agar tidak terjadi ambiguitas dalam menjalankan kegiatannya.