Beberapa hari lalu, saya sempat diskusi dengan kawan seperjuangan yang mengatakan “aku gak mau kerja kantoran yang gak bisa fleksibel dan sangat terikat kerjanya, harus nurut sama atasan, dan tentunya akan dapat hukuman dikala melakukan kesalahan”. Tentunya hal ini bukanlah hal yang buruk, dimana setiap cita-cita seseorang merupakan hal yang terbaik yang diharapkan dalam kehidupannya.
Hal yang membuat saya agak tergelitik yaitu dimana saya bertanya, lalu kamu mau kerja apa? “wirausaha” jawabnya. Dengan alasan supaya dapat kerja fleksibel, tidak terikat, serta dapat bekerja sesuka hati. Bayangan ini mungkin diharapkan pula oleh semua orang, terlebih lagi anak muda. Siapa yang tidak mau, jika kita bekerja dengan beban yang ringan, lalu mendapat hasil yang maksimal.
Kemudian saya coba merenung, serta sedikit berdiskusi dengan bapak saya yang kebetulan sudah 25 tahun membuka usaha warung kelontong. Saya sedikit bertanya tentang bagaimana mengawalinya dan bisa bertahan sampai sekarang. Tentu jawaban yang umum dan sudah dapat ditebak yaitu; kerja keras, ulet, mau mengikuti perkembangan zaman, mengukur konsumsi/ pengeluaran, disiplin, dan tidak boleh capek atau mengeluh. Tentunya ini sangat kontra dengan apa yang diharapkan teman saya diatas. Bahkan bapak saya dengan sedikit guyon mengatakan “orang-orang kok lucu, beli obat tidur biar bisa tidur.. . kalo ada, aku beli ya obat kuat melek (gak tidur), obat badan kuat dan semangat terus buat kerja (sedikit selipan *lihat tu Raffi Ahmad tidur sama kerjanya lamaan mana?)”.
Tanpa mengurangi sisi objektivitasnya, menurut saya jawaban dari bapak jauh lebih tepat. Coba kita lihat; para artis senior, youtuber, gamer, atau kesuksesan seseorang dalam bidang lainnya. Apakah semua itu didapat dengan kemudahan seperti membalikkan telapak tangan kita, tentu dan pastinya tidak. Sangat-sangat dibutuhkan kerja keras, semangat, pantang menyerah, disiplin, serta konsistensi dari dalam diri seseorang dalam merintis suatu bidang usahanya atau pekerjaannya.
Agar lebih tepat dan lebih terukur, tentunya kita perlu untuk melihat sebagaimana tentang kasus tersebut dengan jiwa seorang wirausaha. Hal ini dirasa lebih tepat, karena jiwa wirausaha sendiri merupakan jiwa yang menurut saya dapat menuntun seseorang menjadi lebih baik lagi di kehidupan, serta dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang pekerjaan maupun kehidupan kita sehari-hari dimana pun berada.
Jiwa Wirausaha
Jiwa merupakan bagian yang bukan jasmaniah dari seseorang. Jiwa dipercaya mencakup pikiran dan kepribadian, bersinonim dengan roh, akal, atau awak diri. Dapat kita artikan bahwa jiwa, merupakan suatu yang dimiliki dalam diri seseorang yang dapat dilihat dari tingkah laku dan ketangguhan seseorang dalam menghadapi suatu rintangan atau permasalahan dalam kehidupan.
Wirausaha dapat dipahami secara umum yaitu sebuah usaha mandiri untuk memperoleh suatu penghasilan dari seseorang, dengan berbagai usahanya seperti; kreativitas, inovasi, dan penemuan baru. Dilansir dari jurnal Criksetra dari Fatimah, S. (2013), dengan judul Menumbuhkan jiwa wirausaha muda dalam pembelajaran ekonomi. Secara hakikat wirausaha diartikan sebagai suatu ciri, sifat, dan watak dari seseorang yang memiliki kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif dalam dunia nyata secara kreatif. Sedangkan kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam berpikir kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, dan proses dalam menghadapi tantangan hidup.
Dari pengertian diatas dapat kita pahami bahwa jiwa wirausaha merupakan suatu karakter kuat yang dimiliki oleh seseorang dalam mewujudkan suatu tujuan dalam hidupnya. Jiwa wirausaha mengambil peran penting dalam proses keberhasilan suatu tujuan dari seseorang, sebagaimana kita lihat bahwa jiwa merupakan karakter/sifat/kepribadian seseorang dan wirausaha merupakan suatu kemampuan dalam berpikir kreatif yang menghasilkan perilaku yang inovatif. Sehingga dengan jiwa wirausaha yang dimiliki seseorang, akan memunculkan sebuah karakter kuat, tangguh, dan pantang menyerah. Menjadikan suatu dasar semangat, penuh motivasi, serta tidak pernah bosan untuk selalu menumbuhkan pengetahuan dalam setiap sesi kehidupan.
Akhir-akhir ini sempat viral di suatu media sosial tantang kata-kata “Kita bukan pewaris, tapi perintis”. Hal ini tentu sedikit mengejutkan saya, merasa tercambuk dengan kata tersebut untuk lebih giat lagi dalam menjalani kehidupan. Walau kita tahu bahwa setiap orang memiliki masalah dan proses perjuangan yang berbeda-beda, untuk itu kita perlu sedikit membedah tentang makna kata tersebut.
Kita Bukan Pewaris, Tapi Perintis
Dari pengertian jiwa wirausaha kita dapat melihat sebagaimana hal tersebut merupakan dasar atau fondasi dari seseorang untuk mewujudkan kesuksesan dalam hidupnya. Dengan giatnya dan senantiasa selalu menumbuhkan karakter tersebut tak ayal bahwa tujuan dalam hidup seseorang akan terwujud.
Jika kita mengamati suatu privilege dari setiap orang tentunya sangat berbeda-beda, namun dalam hal perjuangan menurut saya hal tersebut tidak bisa dibedakan. Mengapa demikian, karena pastinya setiap manusia didalam kehidupannya pasti memerlukan perjuangan seperti halnya dalam; karier, pendidikan, percintaan, keluarga, organisasi, dan sebagainya. Walaupun perjuangannya dengan taraf dan tingkat tertentu yang tidak bisa disamakan atau dibandingkan satu sama lainnya.
Menelisik kata “Kita Bukan Pewaris, Tapi Perintis”, yang sedang populer akhir-akhir ini di media sosial tentu memiliki makna ganda yaitu sisi positif dan negatif. Dimana dilihat dari sisi positifnya kata ini merupakan kata penyemangat, menumbuhkan motivasi, serta membangunkan jiwa seseorang yang sedang kelelahan atas timpaan berbagai kerikil penghalang dalam proses perjuangan kehidupan.
Namun dalam sudut yang negatif, kata ini dapat menjadi suatu kata provokatif. Dimana hal tersebut terjadi karena, suatu pengklasteran sosial dalam kehidupan seseorang, tentu klaster sosial memudahkan kita dalam menyebutkan atau mengkelompokan suatu golongan dalam masyarakat. Namun, jika kita tidak mendapat pemahaman yang objektif dan terdapat sisi sentimentil dari seseorang, ini akan menjadikan suatu kecemburuan sosial.
Oleh karenanya, kita tidak boleh menelan mentah-mentah suatu kata yang di keluarkan di dalam postingan-postingan media sosial. Kita perlu memahami dan menempatkan diri di tengah-tengah secara objektif, sehingga kita dapat lebih bijak dalam bermedia sosial.
Conclusion
Jiwa wirausaha merupakan suatu yang harus dimiliki dalam diri setiap orang, dimana jiwa wirausaha merupakan suatu dasar yang membentuk kepribadian, karakter, serta sikap dari seseorang. Dari dasar kepemilikan tersebut membentuk rasa semangat, pantang menyerah, dan penuh motivasi dalam menjalani setiap sesi dalam kehidupan.
Setiap kesuksesan dalam kehidupan seseorang, pastilah terdapat perjuangan di dalamnya. Perjuangan dalam berbagai hal kehidupan, tentunya berbeda-beda dari satu dengan yang lainnya. Sesuatu hal dalam hidup yang kita sering bayangkan atau inginkan, jika tidak dibarengi dengan perjuangan pastinya akan menjadi angan semata. Semakin tinggi tujuan dan harapan yang kita inginkan pastilah semakin berat perjuangan yang harus kita lakukan.
Kata “Kita Bukan Pewaris, Tapi Perintis”, menjadi penyemangat di kehidupan kita untuk senantiasa berjuang dalam setiap sesi kehidupan. Dengan semangat dan motivasi, akan menumbuhkan rasa optimisme di setiap diri seseorang. Namun kata-kata penyemangat jika tidak diimbangi dengan pengertian yang objektif serta kepemilikan sentimentil dalam diri seseorang, akan menumbuhkan sifat yang buruk dari seseorang, seperti; rasa benci, iri, kemarahan, dan sebagainya. Oleh karenanya, kita perlu mengetahui setiap makna dari peristiwa yang membentuk kata-kata dari manusia agar tidak tersesat dalam menyikapinya.