Gibran Rakabuming sebagai Calon Wakil Presiden: Langkah Strategis atau Risiko Politik?

Hernawan | Kayla Salsabila Prasetiannto
Gibran Rakabuming sebagai Calon Wakil Presiden: Langkah Strategis atau Risiko Politik?
Capres dan cawapres nomor urut dua Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka saat debat perdana Capres dan Cawapres 2024 di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]

Pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden bersama Prabowo Subianto pada Pemilu 2024 mendatang menimbulkan pertanyaan mengenai kesesuaiannya dengan posisi tersebut. Di usianya yang ke-36 tahun, kurangnya pengalaman politik Gibran mungkin menimbulkan tantangan, terutama mengingat rumitnya tanggung jawab sebagai wakil presiden.

Namun, keputusan Mahkamah Konstitusi baru-baru ini yang memperbolehkan kepala daerah yang berusia di bawah 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai presiden menciptakan ruang hukum bagi pencalonannya. Langkah ini, meskipun masuk akal secara hukum, dapat membuka pintu bagi gugatan hukum, yang dapat menguji Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan peraturan KPU.

Pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden Prabowo Subianto memang menuai perbincangan mengenai pengalaman politiknya dan implikasi keputusan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung mempertahankan persyaratan usia minimum calon presiden dan wakil presiden adalah 40 tahun, kecuali mereka yang pernah menjabat atau terpilih sebagai pemimpin daerah (Gill, 2023). Keputusan tersebut efektif membuat Gibran yang saat ini berusia 36 tahun dan menjabat Wali Kota Surakarta bisa mencalonkan diri sebagai wakil presiden pada pemilu 2024 (Gill, 2023).

Keputusan tersebut mendapat reaksi beragam, karena membuka kemungkinan bagi kandidat muda yang memiliki pengalaman politik untuk memasuki kepemimpinan nasional, sehingga berpotensi membawa perspektif baru terhadap lanskap politik. Namun, hal ini juga menimbulkan kekhawatiran mengenai konsentrasi kekuasaan di antara segelintir orang dan pengaruh dinasti politik (Gill, 2023).

Peralihan Gibran ke Partai Golkar dan pencalonannya bersama Prabowo menandakan manuver politik yang signifikan menjelang pemilu yang penting (Naik, 2023). Aliansi ini bertujuan untuk mengatasi tantangan-tantangan besar nasional, termasuk kemiskinan dan kekurangan gizi, dan Prabowo menyatakan keyakinannya dalam mengatasi masalah-masalah ini (Naik, 2023).

Ditambah kerumitan dengan adanya keterlibatan keluarga Presiden Joko Widodo dalam politik, pencalonan Gibran dan penunjukan saudaranya Kaesang Pangarep baru-baru ini sebagai ketua Partai Solidaritas Indonesia (Gill, 2023), membuat perkembangan ini telah menimbulkan perdebatan mengenai masa depan demokrasi Indonesia dan peran keluarga politik di dalamnya. Pemilu mendatang akan menjadi momen penting bagi negara ini, dalam menavigasi dinamika hukum dan politik.

Potensi Gibran sebagai wakil presiden bergantung pada kemampuannya menavigasi kompleksitas hukum seputar pencalonannya. Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti dengan tepat menunjukkan kemungkinan adanya gugatan hukum, dan menyatakan bahwa pasangan Prabowo-Gibran dapat menghadapi masalah kredibilitas. Kerentanan ini dapat memberi partai oposisi amunisi yang efektif untuk mempertanyakan legitimasi pencalonan mereka, sehingga menambah unsur ketidakpastian dalam perjalanan politik mereka.

Dari segi strategis, kedekatan Gibran dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menambah dimensi unik dalam lanskap politik. Kelanjutan program hilirisasi yang dilakukan Jokowi, seperti yang diungkapkan oleh Prabowo, tidak hanya menandakan komitmen terhadap inisiatif yang sedang berjalan namun juga menyoroti kesinambungan yang dapat menarik pemilih. Kedekatan yang dirasakan antara Gibran dan Jokowi juga bisa dijadikan taktik untuk menarik pemilih yang mengagumi kepemimpinan Jokowi namun mencari arah politik berbeda.

Kekuatan koalisi pendukung Prabowo dan Gibran menjadi faktor krusial dalam menentukan prospek pemilu mereka. Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang beranggotakan delapan partai politik menunjukkan front persatuan. Namun, potensi tantangan hukum dan manuver politik memerlukan koalisi yang tangguh dan mampu menghadapi badai. Ahmad Khoirul, seorang pengamat politik, dengan tepat menekankan pentingnya keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut, dan menyatakan bahwa keputusan tersebut dapat dieksploitasi untuk menurunkan kredibilitas pasangan Prabowo-Gibran. Oleh karena itu, kemampuan koalisi mereka untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut akan sangat penting dalam menjamin kepercayaan masyarakat.

Dari segi menarik perhatian, penekanan pada hilirisasi sumber daya alam menjadi elemen kunci dalam narasi politik Prabowo dan Gibran. Komitmen Prabowo untuk melanjutkan program Jokowi yang fokus pada 21 komoditas menunjukkan rencana pembangunan ekonomi yang konkrit. Penyebutan batu bara, nikel, timah, tembaga, dan lainnya secara spesifik menggarisbawahi pentingnya hal-hal tersebut dalam lanskap perekonomian Indonesia. 

Contoh peningkatan nilai nikel dari $3 miliar menjadi $33 miliar dalam waktu dua tahun akibat larangan ekspor menambah kredibilitas visi ekonomi mereka. Hasil nyata tersebut menjadi alat yang ampuh untuk menarik perhatian pemilih, dan menekankan potensi pertumbuhan ekonomi di bawah kepemimpinan mereka.

Selain itu, visi Prabowo untuk hilirisasi produksi nikel yang berkontribusi pada pembuatan kendaraan listrik menambah dimensi futuristik dan inovatif pada platform mereka. Dengan memposisikan Indonesia sebagai mitra dan bukan sekedar pasar bagi negara lain, Prabowo bertujuan memanfaatkan sentimen nasionalis. Strategi ini sejalan dengan menarik pemilih yang menginginkan kemandirian ekonomi dan daya saing global.

Meskipun penekanan pada hilirisasi sumber daya alam dan peningkatan nilai nikel akibat larangan ekspor memberikan narasi yang menarik bagi pertumbuhan ekonomi, terdapat kekhawatiran dan skeptisisme yang sah mengenai keberlanjutan jangka panjang dan dampak dari kebijakan tersebut. Para kritikus berpendapat bahwa larangan ekspor, meskipun bermanfaat dalam jangka pendek, dapat menyebabkan distorsi pasar dan biaya fiskal (Merwin, 2022). Terdapat juga kekhawatiran mengenai dampak lingkungan dari penambangan dan pemrosesan nikel, khususnya metode pelindian asam bertekanan tinggi (HPAL), yang menimbulkan permasalahan lingkungan karena konsumsi air, produksi tailing kaustik, dan penggunaan energi yang signifikan (Merwin, 2022).

Selain itu, fokus pada komoditas seperti batu bara bertentangan dengan upaya global menuju dekarbonisasi dan dapat menghambat transisi Indonesia menuju perekonomian yang lebih ramah lingkungan (Yuniza & Dewanto, 2023). Ketergantungan pada pembangkit listrik tenaga batu bara untuk menghasilkan listrik, yang menggerakkan kendaraan listrik (EV), melemahkan manfaat kendaraan listrik bagi lingkungan, karena listrik masih sebagian besar dihasilkan oleh bahan bakar fosil (Yuniza & Dewanto, 2023). Selain itu, industri kendaraan listrik di Indonesia menghadapi tantangan seperti tingginya biaya kendaraan listrik, kebutuhan untuk mengubah pola pikir konsumen, dan pembangunan infrastruktur yang diperlukan, termasuk stasiun pengisian daya (Wood, 2020).

Mengingat tantangan-tantangan ini, kebijakan hilirisasi harus dilakukan dengan hati-hati dan mempertimbangkan dampak yang lebih luas terhadap perekonomian, lingkungan, dan masyarakat. Meskipun kebijakan ini mungkin menarik perhatian pemilih karena menjanjikan kemakmuran ekonomi, penting untuk menyeimbangkan keuntungan jangka pendek dengan keberlanjutan jangka panjang dan kepatuhan terhadap standar lingkungan hidup.

Dapat dikatakan bahwa majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden masih menjadi bahan yang memuat keseimbangan izin hukum dengan penolakan terhadap pengakuan cinta politik. Ketahanan dalam menghadapi potensi tantangan hukum sangatlah penting, dan memanfaatkan hubungan dengan Presiden Jokowi secara strategis dapat melindungi dan mempengaruhi dukungan pemilih. Rencana hilirisasi sumber daya alam, yang fokus pada pembangunan ekonomi dan inovasi, menambah substansi rencana narasi politik tersebut, menjadikannya alat yang ampuh untuk menarik perhatian dan kepercayaan pemilih dengan beberapa kewaspadaan yang harus diperhatikan.

Jadi apakah Anda sudah menentukan pilihan untuk menuju Indonesia yang lebih baik?

Kayla Salsabila Prasetianto mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak