Saat ini, dunia tengah menyaksikan transformasi besar dalam cara orang tua membesarkan anak-anak mereka. Generasi Alpha—anak-anak yang lahir mulai tahun 2010 ke atas, dibesarkan oleh dua generasi yang sangat akrab dengan dinamika perubahan: Milenial dan Gen Z.
Bukan hanya dari sisi usia yang relatif muda, para orang tua dari dua generasi ini juga membawa gaya pengasuhan yang berbeda dari generasi sebelumnya: lebih santai, egaliter, dan tentu saja, sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi.
Dalam studi oleh McCrindle Research (2020) yang berjudul Understanding Generation Alpha, dijelaskan bahwa Gen Alpha adalah generasi paling terdigitalisasi dalam sejarah umat manusia.
Namun, lebih menarik lagi adalah bagaimana peran orang tua yang berasal dari kalangan milenial dan Gen Z memfasilitasi tumbuh kembang mereka.
Mereka bukan hanya akrab dengan teknologi, tapi juga menggunakan teknologi sebagai alat bantu dalam pengasuhan, dari aplikasi pelacak tumbuh kembang anak, hingga media sosial sebagai ruang bertukar pengalaman parenting. Ini menjadikan pola pengasuhan terasa lebih dinamis dan adaptif.
Perbedaan paling mencolok antara parenting masa kini dan era sebelumnya adalah cara orang tua mendekati anak. Pola asuh yang berpusat pada otoritas mutlak perlahan bergeser menuju pendekatan yang lebih sejajar.
Kini, suara anak-anak didengar sejak dini. Mereka diberikan ruang untuk mengemukakan pendapat, menentukan pilihan sendiri, bahkan ikut dilibatkan dalam pengambilan keputusan kecil di rumah. Anak bukan lagi hanya objek didikan, tetapi subjek yang dianggap mampu berpikir dan merasa.
Gaya hidup yang lebih terbuka ini dipengaruhi oleh kesadaran orang tua milenial dan Gen Z tentang pentingnya kesehatan mental dan emosi anak.
Mereka lebih memilih menghindari kekerasan verbal maupun fisik, menggantinya dengan validasi emosi, komunikasi dua arah, dan penyelesaian konflik dengan cara yang lebih tenang. Anak-anak Gen Alpha pun tumbuh dengan lebih percaya diri, berani mengungkapkan keinginan, dan merasa dihargai sebagai pribadi.
Namun, pola pengasuhan yang “chill” ini juga menimbulkan tantangan tersendiri. Ketika segalanya serba digital, ada kekhawatiran anak terlalu terpaku pada layar dan minim interaksi langsung.
Di sinilah peran orang tua menjadi sangat penting, bukan hanya menyediakan teknologi, tapi juga mendampingi dan menyaring konten yang dikonsumsi anak.
Generasi Z dan milenial, karena terbiasa dengan dunia digital sejak kecil, cenderung lebih mampu memilah mana konten edukatif dan mana yang berbahaya, menjadikan mereka pendamping ideal di era digital parenting ini.
Menariknya, banyak orang tua zaman sekarang juga belajar dari pengalaman buruk masa kecil mereka, tentang bagaimana tidak ingin membesarkan anak dengan ketakutan atau tekanan yang berlebihan.
Pengalaman itu menjadi titik balik untuk menciptakan rumah yang lebih ramah dan sehat secara emosional. Pendidikan emosional menjadi prioritas, bukan sekadar pencapaian akademik atau kepatuhan mutlak.
Generasi Alpha memang belum tumbuh dewasa, namun bekal yang mereka terima sejak dini akan membentuk mereka menjadi generasi yang sangat berbeda dari sebelumnya.
Dibesarkan dalam keluarga yang terbuka, penuh empati, dan sangat terhubung secara digital, mereka berpotensi menjadi generasi yang inovatif, mandiri, dan berpikiran luas.
Dunia bisa berharap pada generasi ini untuk membawa nilai-nilai yang lebih manusiawi dan adaptif di tengah zaman yang serba cepat. Maka, perubahan cara mengasuh ini bukan sekadar tren, melainkan investasi jangka panjang bagi masa depan umat manusia.
Kalau menurut kalian bagaimana? Menarik atau tidak, nih, pola asuh mereka?