Anak pertama perempuan yang memiliki satu adik perempuan. Cukup berat tanggung jawab yang dipikul di pundaknya. Bagaimana tidak? Sang ayah pernah suatu kali berpesan “kamu anak pertama lho, yang bapak andalkan, ya sebagai contoh buat adik kamu dan lain-lain”.
Mendengar pesan tersebut pun membuatnya sadar diri bahwa ternyata tanggung jawab, ekspektasi, dan tuntutan yang dipikulnya ternyata cukup berat, terlebih pesan tersebut berangkat dari orang tuanya sendiri, bukan orang lain.
Namun apa yang terjadi ketika kenyataannya, kondisi si adik jauh lebih stabil, sukses, dan meyakinkan dalam segala hal terutama berkaitan dengan masa depan. Walaupun memang tidak ada yang tahu bagaimana masa depan akan terjadi, namun setidaknya kondisi saat ini sudah bisa terlihat potensinya bukan?
Bukan Berarti Negatif
Melihat adik satu-satunya lebih sukses daripada dirinya mungkin bisa saja membuat si kakak timbul rasa cemburu, namun bukan berarti negatif ya. Siapa yang tidak senang jika adiknya lebih sukses daripada kakaknya? Pasti senang dong.
Namun memang terkadang sesekali timbul rasa cemburu atau mungkin timbul rasa ‘kurang’ dalam dirinya mengapa tidak bisa melebihi adiknya. Dalam artian harusnya sebagai kakak, bisa menjadi contoh untuk si adik, lebih stabil, sukses, dan bisa menjadi penopang atau panutan untuk si adik, atau bahkan untuk keluarganya sekalipun sebagai anak pertama dan seorang kakak.
Terkadang pun dalam beberapa situasi si kakak merasa ‘kurang’ terhadap kehidupannya, melihat si adik yang sepertinya baik-baik saja menjalani kehidupan. Bagaimana tidak? Menjadi anak pertama berarti menjalaninya yang pertama juga dalam segala hal dalam kehidupan, “menjadi bahan percobaan” atau “trial error”. Iya ngga?
Misalnya saja dalam hal pemilihan sekolah, si kakak duluan sekolah di suatu sekolah, dan setelah beberapa tahun si kakak lulus dari sekolah tersebut, orang tuanya ternyata melihat bahwa sekolah tersebut kurang bagus, sehingga giliran si adik yang sekolah, orang tuanya pasti akan memilih sekolah yang lebih bagus daripada tempat dulu si kakak pernah sekolah. Benar bukan?
Sebenarnya hal-hal simple seperti itu, ‘apa-apa serba pertama yang mencoba’, membuat terkadang si kakak punya pemikiran ‘kok dia (adik) lebih bagus sih, kok dulu aku ngga gitu’. Mungkin teman-teman disini yang juga seorang kakak akan paham dengan situasi-situasi seperti ini.
Namun tentu saja situasi tersebut bukan bermaksud pilih kasih atau orang tuanya tidak mau yang terbaik untuk si kakak. Jangan dianggap negatif dulu ya teman-teman. Karena saya yakin bahwa mereka tidak bermaksud seperti itu.
Kakak dan Adik
Mungkin memang ada beberapa situasi yang membuat si kakak cemburu atau iri terhadap si adik, misalnya saja si adik lebih punya banyak pengalaman dan prestasi di sekolah sedangkan dulu si kakak tidak, atau hal-hal simple lainnya.
Namun tahukah kamu, bahwa bisa saja loh si adik juga memiliki perasaan terpendam terhadap si kakak, misalnya si adik juga merasa cemburu dan iri terhadap si kakak dalam beberapa hal atau situasi. Tidak ada yang tahu bukan? Bisa saja si adik juga ikut senang atau bahkan merasa bangga sekalipun melihat kakaknya lebih unggul dalam beberapa hal daripada dirinya.
Namun tentu saja saya yakin bahwa perasaan cemburu si kakak terhadap si adik ini hanyalah perasaan yang dirasakan sekilas atau sesekali, dan bukanlah perasaan yang cenderung negatif terus membuat si kakak tidak menyukai si adik dan lain-lain.
Karena pada dasarnya, walaupun si kakak memegang tanggung jawab yang lumayan berat sebagai anak pertama, pasti si kakak akan ikut senang jika si adik lebih sukses daripada dirinya. Iya ngga? Masa ngga senang lihat si adik sukses?
Kenyataannya, mau kita sebagai kakak atau adik, tiap individu memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing bukan? Tidak mungkin kita akan unggul dalam segala hal.
Mungkin saat ini si adik kelihatan lebih sukses, namun bisa saja kan suatu saat si kakak juga akan menyusul si adik menjadi orang yang sukses juga di masa depan? Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan kan.