Pembelajaran dari Tragedi Seleksi Paskibraka

Hernawan | Muhammad Alfaridzi
Pembelajaran dari Tragedi Seleksi Paskibraka
Ilustrasi Bendera Indonesia (Pexels/Teguh Setiawan)

Paskibraka, singkatan dari Pasukan Pengibar Bendera Pusaka, merupakan organisasi kepemudaan yang selalu dinanti-nantikan partisipasinya dalam upacara pengibaran bendera di momen-momen penting nasional.

Berbeda dengan Paskibra yang hanya bertugas mengibarkan bendera di sekolah, instansi swasta, dan lingkup kecil lainnya, Paskibraka bertugas dalam pengibaran bendera Merah Putih pada saat upacara bendera di tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan puncaknya di Istana Merdeka, Jakarta.

Keanggotaan Paskibraka merupakan sebuah kehormatan dan tanggung jawab besar. Di balik amanah yang mulia tersebut, semangat patriotisme dan rasa cinta tanah air menjadi landasan utama dalam setiap langkah Paskibraka.

Para anggotanya, yang diseleksi secara ketat, tidak hanya dituntut memiliki mental yang kuat, dedikasi tinggi, dan pemahaman mendalam tentang nilai-nilai kebangsaan. Kemampuan fisik yang prima pun menjadi syarat mutlak, mengingat tugas-tugas berat yang akan mereka emban agar bisa terlaksana dengan optimal.

Tak heran, tes fisik yang dirancang pun terbilang keras. Beberapa tes fisik yang umum dijumpai dalam seleksi Paskibraka, seperti joging, lari jarak jauh, push-up, sit-up, dan latihan kardio lainnya, diperlukan untuk melatih stamina dan kekompakan.

Mengapa harus ada tes fisik yang cukup keras?

Tes fisik yang ketat sebagai salah satu tahapan dalam proses seleksi Paskibraka bertujuan untuk memastikan para calon mampu menghadapi tekanan fisik dan mental saat mengibarkan bendera pusaka bangsa. Tekanan ini besar karena momen tersebut sakral dan disaksikan banyak orang.

Kesalahan sekecil apapun dapat meninggalkan trauma dan penyesalan yang membekas seumur hidup. Ada kalanya para Paskibraka juga harus senantiasa siap siaga untuk beradaptasi dengan situasi tak terduga, seperti cuaca ekstrem atau keadaan darurat yang mendesak agar cepat menyelesaikan tugas dengan tetap tenang dan fokus.

Lebih sebelum itu, saat sudah resmi terpilih jadi Paskibraka, latihan pengibaran yang dijalani akan semakin intensif di bawah terik matahari dan berlangsung hingga hari pelaksanaan pengibaran bendera. Mengulangi gerakan pengibaran bendera berkali-kali hingga mencapai kesempurnaan, tanpa kenal lelah meskipun bercucuran keringat.

Jika terjadi hal yang tak diinginkan saat seleksi

Di sisi lain, berbagai tes fisik yang harus dilalui tersebut berpotensi membahayakan peserta, terutama jika tidak dilakukan dengan prosedur yang tepat dan pengawasan yang memadai. Kasus peserta seleksi Paskibraka yang pingsan atau mengalami cedera bahkan meninggal dunia akibat tes fisik sudah menjadi rahasia umum.

Saat tulisan ini dibuat, mencuat kabar duka di mana seorang calon Paskibraka asal Sukabumi yang meregang nyawa usai lari 12 menit 7 putaran. Peristiwa tragis ini tentu menjadi tamparan keras bagi penyelenggara seleksi dan membuka kembali pertanyaan tentang keseimbangan antara seleksi ketat dan keselamatan peserta.

“Setiap individu memiliki kondisi fisik yang berbeda-beda. Beban tes yang sama, tanpa mempertimbangkan kondisi fisik dan kesehatan individu, dapat berakibat fatal.”

Terkait pertanyaan tentang pertanggungjawaban, perlu ditelaah kembali Standar Operasional Prosedur (SOP) seleksi yang diterapkan. Pada tahap awal seleksi, biasanya dilakukan pemeriksaan riwayat penyakit dan ditanyai kesanggupan para calon peserta untuk mengikuti proses seleksi. Ditambah lagi, terdapat surat pernyataan yang ditandatangani oleh peserta dan surat persetujuan dari orang tua yang menegaskan kesediaan secara sukarela tanpa unsur paksaan.

Pentingnya mengenali kondisi badan sendiri

Ambisi dan semangat untuk maju memang menjadi kunci utama dalam meraih kesuksesan. Namun, selalu memperhatikan kondisi fisik sendiri juga tidak boleh diabaikan. Mengenali batasan diri merupakan salah satu bentuk self-awareness yang esensial. Memaksakan diri melebihi batas kesanggupan justru dapat membawa dampak negatif.

Menyadari batasan diri bukan berarti menyerah pada impian. Justru, dengan memahami keterbatasan, kita dapat menyusun rencana yang lebih matang dan terukur di kemudian hari. Mengenali batasan diri juga membantu kita untuk lebih bijak dalam mengambil keputusan, dapat menghindari situasi yang berpotensi membahayakan diri sendiri atau orang lain, dan dapat lebih selektif dalam memilih peluang dan tantangan yang sesuai dengan kapasitas diri.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak