Berbicara mengenai potensi perkembangan politik dan ekonomi dunia, Asia-Pasifik merupakan salah satu bagian dunia yang diprediksi akan melejit pada abad ke-21. Jika melihat perkembangan di Asia, poros besar kekuatan politik dan ekonomi saat ini masih dipimpin oleh China dan India. Poros tersebut sudah berkembang setidaknya sudah sejak tahun 2005 (Rumley, 2005). Bukan tanpa alasan India dan China menjadi poros kuat perkembangan politik dan ekonomi di Asia, negara tersebut memiliki banyak aspek yang dapat menunjang kekuatan politik dan ekonomi mereka termasuk sumber daya manusia yang terbesar dan juga pasar potensial terbesar di dunia.
Dalam hubungan diplomatik, politik dan ekonomi dipandang sebagai salah satu aspek penting bagi setiap entitas negara. Politik memberikan kerangka hukum dan kebijakan yang mengatur interaksi internasional, memastikan bahwa kepentingan nasional dilindungi dan dipromosikan di panggung global. Di sisi lain, ekonomi adalah fondasi kekuatan nasional yang memungkinkan negara untuk berpartisipasi dalam perdagangan internasional, investasi, dan aliansi strategis. Hubungan diplomatik yang kuat memungkinkan negara untuk memperluas pasar, mengamankan sumber daya, dan mempengaruhi kebijakan global yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, ekonomi yang kuat memperkuat posisi politik negara, memberikannya leverage dalam negosiasi internasional dan kemampuan untuk menanggapi krisis global dengan lebih efektif. Oleh karena itu, politik dan ekonomi adalah kunci untuk mencapai tujuan diplomatik dan mempertahankan kedaulatan serta mewujudkan national interest.
Menurut data dari Global Trend 2030, peta kekuatan negara-negara akan berubah ditahun 2030. Posisi dari Amerika Utara dan Eropa akan tergantikan beberapa negara di Asia. Dalam hal ini posisi Indonesia turut dihadapkan dengan dinamika politik dan ekonomi global yang terus menunjukkan eskalasi fluktuatif. Namun, Indonesia justru diprediksi menjadi salah satu negara yang dapat bersaing dan menunjukkan kekuatan politik dan ekonomi di tahun 2030 (McKinsey Global Institute, 2012). Tolak ukur kekuatan tersebut berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB), jumlah penduduk, alokasi militer, dan investasi dalam hal teknologi (STEM). Tentu dalam mewujudkannya, Indonesia harus melewati jalan terjal dengan berbagai Ancaman, Tantangan, Hambatan, dan Gangguan (ATHG).
Konflik Laut China Selatan dipandang sebagai salah satu ancaman kedaulatan Indonesia yang dapat mengganggu keamanan nasional. Setidaknya ada beberapa contoh kasus konflik Laut China Selatan yang menyinggung kedaulatan Indonesia seperti adanya upaya eksploitasi sumber daya alam oleh China di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, pengawalan kapal penangkap ikan China menggunakan kapal coast guard diwilayah ZEE Indonesia, pengusiran kapal nelayan Indonesia oleh kapal coast guard China di wilayah sendiri. Beberapa kasus tersebut merupakan ATHG yang mempengaruhi kedaulatan Indonesia, terutama di wilayah Kepulauan Natuna. China secara terang-terangan melanggar wilayah ZEE Indonesia dengan mengizinkan aktivitas eksploitasi sumber daya di wilayah perairan natuna. Sementara Indonesia ditaksir mengalami banyak kerugian dibidang ekonomi atas apa yang dilakukan China tersebut. Nelayan lokal yang bergantung pada perairan tersebut “dipaksa” untuk menikmati hasil sisa.
Indonesia telah melakukan berbagai upaya preventif dan represif, mulai dari meningkatkan pengawasan militer di perbatasan laut, mengusir kapal pencari ikan China, hingga mengajukan nota diplomatik yang menyatakan bahwa Indonesia secara tegas menolak klaim Nine Dash Line China . Penolakan Nine Dash Line China tersebut dikarenakan China secara jelas telah melanggar batas ZEE dan juga Indonesia mempunyai peran strategis di Laut China Selatan sebagai: Strategic Junction, Strategic Fishing Ground, Strategic Potential Bussiness, Strategic Partner Key (Nengah Putra et al., 2017). Peran strategis tersebut tentu akan berdampak pada berbagai sektor yang akan membawa Indonesia sebagai salah satu negara yang diperhitungkan di tahun 2030. Oleh karena itu, Indonesia perlu berupaya untuk memperbaiki kondisi politik dan ekonomi, terutama menghadapi konflik Laut China Selatan untuk menjaga keamanan nasional dan mewujudkan national interest.
Berbicara mengenai keamanan nasional tentu sangat penting karena merupakan sebuah keharusan untuk menjaga ketahanan suatu bangsa melalui daya ekonomi, militer serta kekuatan politik dan kepiawaian berdiplomasi (Alan Collins, 2003). Selain itu, keamanan nasional dipandang sebagai kemampuan suatu negara dalam mempertahankan nilai-nilai internalnya dari berbagai ATHG yang berasal dari luar untuk dapat mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap warga negaranya.
Begitu pentingnya menjaga keamanan nasional, Indonesia harus dapat mempertahankan dan juga melanjutkan national interest yang telah dibagun untuk mencapai tahun 2030 sebagai salah satu negara yang dapat bersaing dengan negara-negara digdaya. Menghadapi konflik Laut China Selatan banyak hal yang harus dipersiapkan agar tidak salah mengambil langkah. Melalui teori ketahanan nasional, Indonesia akan mampu untuk menjaga kedaulatannya dalam konflik tersebut. Ketahanan nasional sendiri merupakan kemampuan suatu negara untuk dapat beradaptasi, bangkit kembali dan atau bertransformasi dari berbagai ATHG baik dari dalam maupun dari luar, dan setelahnya mampu menyusun strategi yang efektif agar negara menjadi semakin tahan terhadap guncangan yang terjadi tiba-tiba (Margaretha Hanita, 2020).
Banyak teori ketahanan dari multidisiplin ilmu yang digunakan para ahli dalam berbagai penelitian, mulai dari teknik, psikologi, hingga ke medis. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kekuatan sebuah hal dan fleksibilitas dalam beradaptasi dan bertransformasi. Namun, membangun ketahanan memerlukan beberapa hal yaitu melalui ketahanan individu, ketahanan keluarga, ketahanan sosial, dan ketahanan nasional. Beberapa hal tersebut berguna untuk Indonesia dalam mempertahankan keamanan dan kepentingan nasionalnya dari segala ATHG yang mengancam kedaulatan, termasuk ancaman dari konflik Laut China Selatan.
Ada sebuah analogi untuk mempertahankan keamanan nasional dimulai dari lingkup paling kecil yaitu individu yang tangguh menyerupai sebuah ranting dengan inti hidup hijau yang segar. Ketika ranting yang dipelintir sedemikian rupa, ia tidak pecah. Sebaliknya ia akan terus tumbuh dan berkembang untuk mempertahankan hidup. Maksudnya adalah masyarakat sebagai lingkup terkecil dari sebuah sistem ketahanan harus mampu menunjukkan adaptasi dengan keadaan luar biasa, dalam hal ini adalah menghadapi konflik Laut China Selatan yang mengancam kedaulatan Indonesia. Melalui adaptasi tersebut masyarakat diharapkan dapat mencapai hasil positif dan tak terduga dalam menghadapi sebuah ATHG tersebut.
Ada beberapa cara untuk meningkatkan ketahanan individu dalam rangka meningkatkan nilai ketahanan nasional terkait ancaman konflik Laut China Selatan yaitu melalui edukasi dan meningkatkan kegiatan yang melibatkan masyarakat secara langsung. Edukasi kepada masyarakat dimulai dengan keterbukaan segala informasi terkait perkembangan konflik Laut China Selatan. Hal ini bertujuan untuk membuat masyarakat menjadi melek akan situasi geopolitik di Laut China Selatan dan potensi ancaman yang ada, terutama bagi masyarakat dan nelayan yang berada di Kepulauan Natuna. Edukasi yang dilakukan bisa dengan mengadakan lokakarya, seminar, hingga kampanye publik. Edukasi yang dilakukan secara tidak langsung juga dapat menjadi bahan simulasi jika ada situasi darurat yang terjadi di wilayah konflik. Selain itu dengan mengedukasi masyarakat terkait perkembangan konflik Laut China Selatan secara tepat, dapat membangun wacana kuat. Hal ini penting karena melalui pemahaman yang mendalam tentang geopolitik, ekonomi, dan aspek sosial dari konflik ini dapat berkontribusi secara signifikan dalam menyebarkan informasi yang akurat dan memperkuat kesadaran publik.
Ketahanan ini tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga mental dan intelektual. Melalui pengetahuan yang cukup, masyarakat dapat menjadi agen perubahan, membantu menciptakan narasi yang mendukung kedaulatan Indonesia serta menjelaskan pentingnya menjaga keamanan dan kesejahteraan di wilayah maritim. Masyarakat dapat terlibat dalam diskusi publik, media sosial, atau forum-forum komunitas untuk mengedukasi masyarakat luas tentang dampak konflik dan pentingnya dukungan terhadap kebijakan pemerintah dalam menjaga kepentingan nasional.
Selain itu, melibatkan masyarakat dalam berbagai kegiatan di wilayah Natuna dapat memperkuat posisi Indonesia. Wujud dari pelibatan masyarakat disini dapat beragam. Mulai dari peningkatan aspek pariwisata, ekonomi kreatif lokal, dan pembangunan wilayah konservasi lingkungan. Selain itu, melalui masyarakat yang resilient juga dapat memimpin dan memotivasi komunitas untuk ikut serta dalam inisiatif lokal seperti pengawasan perairan dan kegiatan konservasi laut. Oleh karena itu, ketahanan individu berperan sebagai fondasi dalam membangun wacana yang konstruktif dan solutif mengenai konflik Laut China Selatan, yang pada akhirnya akan memperkuat posisi Indonesia di mata internasional.
Selanjutnya setelah ketahanan individu adalah ketahanan keluarga. Ketahanan keluarga menurut United Nations Development Programme (UNDP) merupakan sebuah proses transformatif untuk memperkuat kapasitas perempuan, laki-laki, masyarakat, lembaga dan negara untuk mengantisipasi, mencegah, memulihkan, beradaptasi, dan/atau mengubah guncangan, pemicu stres, dan perubahan. Jika merujuk pada definisi tersebut, organisasi masyarakat dan/atau lembaga, korporasi, kelompok akademis (think tank) menjadi unsur dalam ketahanan keluarga.
Think tank memainkan peran penting dalam menganalisis isu-isu strategis dan memberikan rekomendasi kebijakan yang mendalam. Dalam konteks ancaman konflik Laut China Selatan, think tank dapat sebagai katalis yang membantu mengintegrasikan ketahanan individu ke dalam ketahanan keluarga sebagai bagian dari strategi yang lebih luas untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia. Hal tersebut dapat terjadi karena ketahanan keluarga yang didalamnya terdapat individu yang resilient dalam memimpin dan memotivasi komunitasnya, maka akan terbentuk suatu think tank yang mengeluarkan kajian-kajian strategis kuat. Kajian-kajian strategis oleh think tank dapat menyediakan dasar untuk pengembangan kebijakan dan program yang efektif.
Melalui pengembangkan model teoritis, identifikasi kebutuhan dan tantangan, serta merancang kebijakan dan program yang komprehensif, think tank dapat membantu memperkuat ketahanan sebagai bagian dari strategi untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia dari ancaman konflik Laut China Selatan. Tentu dalam pengimplementasian yang efektif memerlukan suatu kolaborasi multi-stakeholder dan juga pemantauan berkelanjutan untuk memastikan kebijakan dan program yang diterapkan memberikan hasil yang diharapkan.
Selain itu, think tank tidak hanya terfokus pada pengembangan kajian-kajian, mereka dapat juga fokus pada penguatan kapasitas individu, komunitas itu sendiri, think tank dapat membantu masyarakat mengantisipasi dan mencegah berbagai ancaman dan stresor, termasuk konflik geopolitik seperti yang terjadi di Laut China Selatan. Think tank dapat mengembangkan program pemberdayaan ekonomi, pendidikan, dan dukungan psikologis yang memungkinkan masyarakat terdampak untuk pulih dari guncangan, beradaptasi dengan perubahan, dan mengubah keadaan mereka menuju stabilitas yang lebih besar. Dengan demikian, think tank berperan sebagai katalis dalam proses transformatif yang memperkuat ketahanan individu ke ketahanan keluarga, menjadikannya lebih tangguh dalam menghadapi dinamika dan ancaman eksternal, serta berkontribusi pada stabilitas dan kedaulatan nasional secara keseluruhan.
Kemudian, berbicara mengenai ketahanan sosial adalah kapasitas entitas sosial misalnya kelompok atau komunitas untuk bangkit kembali atau merespon secara positif terhadap kesulitan. Dalam konteks ketahanan sosial, memang kementerian/lembaga pemerintahan tidak bisa langsung dikategorikan sebagai sebuah komunitas. Namun, mereka dapat berfungsi sebagai komponen penting yang mendukung dan memperkuat ketahanan sosial. Ketahanan sosial biasanya merujuk pada kemampuan beberapa individu dan kelompok untuk beradaptasi, bertahan, dan pulih dari berbagai tantangan seperti krisis ekonomi, bencana alam, atau konflik sosial. Maka dari itu suatu kementerian/lembaga dalam konteks ketahanan sosial dapat berfungsi sebagai mediator bagi aktor ketahanan keluarga dan ketahanan individu.
Dalam menghadapi ancaman konflik di Laut China Selatan, sinergi antara masyarakat, think tank, dan pemerintah sangat penting. Sayangnya, upaya dari masyarakat dan think tank sering kali tidak terkoordinasi dengan baik. Maka disinilah peran kementerian menjadi krusial untuk menyatukan kekuatan-kekuatan ini dalam forum yang efektif untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia.
Kementerian dapat berfungsi sebagai penghubung antara berbagai aktor yang terlibat, memastikan bahwa upaya dari masyarakat dan think tank selaras dengan national interest dan strategi nasional. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) dapat mengambil peran utama dalam mengoordinasikan tindakan ini. Wujudnya dapat Mengadakan pertemuan reguler antara berbagai kementerian terkait, LSM, dan think tank nasional untuk membahas perkembangan terbaru dan menyelaraskan strategi. Forum ini bisa berupa seminar, workshop, atau rapat koordinasi yang dipimpin oleh Kemenko Polhukam. Selain itu, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dapat mengakomodir aspirasi yang telah disusun oleh masyarakat atau think tank dalam rangka pertimbangan untuk dilakukan pengambilan kebijakan dalam aspek diplomasi. Disisi lain, melalui Kementerian Komunikasi dan Inforasi (Kominfo) dapat juga melakukan kampanye nasional secara gencar untuk tetap menjaga nyala api dari wacana pentingnya menjaga kedaulatan indonesia dari ancaman konflik Laut China Selatan. Kampanye yang dilakukan tersebut berguna untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya ketahanan nasional dari ancaman tersebut.
Ada satu hal yang menarik untuk dapat dilakukan oleh Kemenlu yaitu dengan menghadirkan think tank internasional. Kemenlu sebagai aktor ketahanan sosial selain melaksanakan fungsi diplomatisnya, dapat juga melakukan fasilitasi kegiatan dialog atau focus group discussion dengan beberapa think tank internasional dalam rangka melihat sudut pandang strategis dari kacamata luar negeri. Ini menjadi penting karena dapat menjelaskan posisi dan kepentingan nasional Indonesia, sebagai media dalam mengurangi kesalahan penerimaan dalam komunikasi, membangun koalisi dan dukungan internasional, dan dapat memperkuat kebijakan serta strategi nasional melalui masukan yang didapatkan dalam forum.
Terakhir namun bukan sebagai akhiran dalam sistem ketahanan adalah ketahanan nasional. Dalam tingkatan ketahanan nasional, tidak lagi berbicara mengenai kapasitas masing-masing aktor. Namun telah berbicara dalam suatu kesatuan untuk mempertahankan sebuah negara dari ATHG yang mengancam kedaulatan Indonesia. Merujuk pada The Demos Publication Resilient Nation, ketahanan nasional adalah kapasitas individu, komunitas atau sistem untuk beradaptasi dan untuk mempertahankan tingkat fungsi, struktur, dan identitas yang dapat diterima (Edwards, 2009). Maka jika berdasarkan definisi tersebut, pada tahap ketahanan nasional sudah masuk pada tahap pengambilan keputusan dan kebijakan tingkat atas. Hal tersebut bertujuan untuk melindungi national interestnya.
Aktor dalam ketahanan nasional ini adalah segala pemangku kepentingan di tingkat pusat, baik itu pemerintah, eksekutif, dan legislatif. Aktor tersebut sudah tidak berbicara mengenai kepentingan masing-masing golongan, mereka dituntut untuk duduk bersama menentukan arah kebijakan dari ketahanan nasional. Ketahanan dalam konteks nasional harus dipahami sebagai kapasitas individu, keluarga, komunitas/sosial, dan juga sebuah sistem untuk beradaptasi dalam rangka mempertahankan tingkat fungsi yang dapat diterima, baik secara struktur maupun identitas.
Dalam konflik Laut China Selatan, aktor ketahanan nasional harus dapat memberikan respon koordinasi dan mengatasi konflik yang terjadi (Coping Capacity), beradaptasi dengan konflik (Adaptive Capacity), dan dapat melakukan transformasi (Transformation Capacity). Oleh karena itu, secara keseluruhan, aktor ketahanan nasioanl harus dapat bekerja secara kolaboratif dan terintegrasi untuk membangun ketahanan yang kuat. Mengembangkan coping capacity, adaptive capacity, dan transformation capacity, aktor tersebut harus dapat memastikan bahwa masyarakat Indonesia, khususnya di wilayah pesisir yang terpengaruh oleh konflik Laut China Selatan, dapat bertahan, beradaptasi, dan berkembang dalam menghadapi tantangan yang ada. Kepastian tersebut harus dilakukan dengan kolaborasi dan kerjasama antar kementerian terkait dalam sebuah komando Kemenko Polhukam misalnya.
Tidak hanya memastikan kondisi masyarakat yang ada di wilayah terdampak terjamin keamanannya, pemerintah juga harus dapat meningkatkan keamanan wilayah teritorial dari ATHG yang terdampak konflik. Eksploitasi sumber daya oleh negara asing yang terjadi di wilayah Laut Natuna Utara juga harus dihentikan. Melalui upaya peningkatan pengawasan perbatasan laut oleh Kemenhan dan juga Badan Keamanan Laut (Bakamla) menjadi peran vital. Kombinasi dari dukungan langsung, pendidikan, perlindungan, dan kebijakan strategis membentuk fondasi ketahanan sosial yang kokoh, memperkuat ketahanan nasional secara keseluruhan.
Konflik yang terjadi di Laut China Selatan merupakan sebuah ancaman serius bagi kedaulatan Indonesia. Dampaknya memang sangat beragam, mulai dari kondisi politik dan ekonomi Indonesia yang tentu ini akan berpengaruh pada pertumbuhan negara di tahun 2030, di mana Indonesia diprediksi menjadi entitas baru yang diperhitungkan secara global untuk bersaing dengan negara-negara besar-hingga hilangnya potensi peran strategis Indonesia sebagai Strategic Junction, Strategic Fishing Ground, Strategic Potential Bussiness, Strategic Partner Key akibat hilangnya sebagian wilayah teritorial Indonesia yang terdampak konflik tersebut.
Tindakan agresif yang dilakukan oleh China di Laut Natuna Utara menjadikan Indonesia harus membawa permasalahan ini ke sebuah meja perundingan. Namun dalam perundingan yang dilakukan tidak kunjung menemui titik terang. Indonesia yang tidak ingin kehilangan arah tujuan dari national interest-nya harus mempertahankan keamanan nasionalnya melalui pendekatan teori ketahanan nasional. Ketahanan yang dapat dibangun mulai dari ketahanan individu, ketahanan keluarga, ketahanan sosial, dan ketahanan nasional.
Membangun ketahanan individu yang berfokus pada masyarakat Indonesia akan membuat individu yang resilient, sehingga dapat memimpin dan memotivasi komunitas untuk ikut serta dalam inisiatif lokal seperti pengawasan perairan dan kegiatan konservasi laut. Oleh karena itu, ketahanan individu berperan sebagai fondasi dalam membangun wacana yang konstruktif dan solutif mengenai konflik Laut China Selatan, yang pada akhirnya akan memperkuat posisi Indonesia di mata internasional.
Selanjutnya ketika ketahanan individu telah berhasil dibangun, maka ketahanan keluarga menjadi penting sebagai suatu proses keberlanjutan dari roda ketahanan nasional, disini peran organisasi masyarakat dan/atau think tank menjadi penting. Melalui pengembangkan model teoritis, identifikasi kebutuhan dan tantangan, serta merancang kebijakan dan program yang komprehensif, think tank dapat membantu memperkuat ketahanan sebagai bagian dari strategi untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia dari ancaman konflik Laut China Selatan. Tentu dalam pengimplementasian yang efektif memerlukan suatu kolaborasi multi-stakeholder dan juga pemantauan berkelanjutan untuk memastikan kebijakan dan program yang diterapkan memberikan hasil yang diharapkan. Terlebih jika mereka didukung oleh individu yang resilient.
Tentu tidak hanya berhenti di tahap ketahanan keluarga, entitas mereka yang tersebar di beberapa organisasi harus dikonsolidasikan agar arah tujuan mereka sejalan dengan national interest. Hal itu penting dilakukan karena wacana yang terbangun akan menjadi lebih kuat dalam rangka mempertahankan kedaulatan Indonesia dari ancaman konflik Laut China Selatan. Melalui peran kementerian/lembaga, bukan sebuah hal yang mustahil untuk memperkuat ketahanan nasional yang akan terbangun. Dalam tahap ketahanan sosial ini krusial, karena pada tahapan ini dapat memberi citra positif, baik di kancah nasional maupun internasional.
Pada tahapan selanjutnya merupakan ketahanan nasional, dimana ini merupakan sebuah tahap utama yang akan diraih untuk mencapai keamanan nasional. Pada tahap ini ruang lingkup pengambilan keputusan atau sebuah kebijakan sangat vital sebagai penentu arah dan langkah Indonesia dalam rangka mempertahankan kedaulatannya. Kesalahan pengambilan keputusan di tahap ini tidak bisa di tolerir, karena merupakan tahap final yang kemudian akan dijalankan dalam sebuah format regulasi. Regulasi tersebut tentu akan dijalankan oleh instansi pemerintahan atau oleh masyarakat. Jika regulasi dijalankan pemerintah, tujuan akhirnya diharapkan dapat terciptanya kemanan nasional yang kuat dari berbagai ATHG yang timbul akibat konflik Laut China Selatan, namun jika pada tahap ini kembali dijalankan oleh masyarakat, maka roda ketahanan nasional tersebut kembali berjalan sebagai sebuah sistem atau sebuah proses.
Oleh karena itu melalui sistem tersebut niscaya ketahanan nasional Indonesia untuk dapat mempertahankan kedaulatannya di wilayah Laut Natuna Utara dari konflik Laut China Selatan akan tercapai. Bahkan perwujudan dari Indonesia yang di gadang-gadang sebagai negara yang mampu bersaing dengan negara besar lainnya pada tahun 2030 dapat tercapai sesuai national interest Indonesia.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS