Penulis Wattpad Kurang Riset, Sumbangsih Daruratnya Literasi di Indonesia

Hayuning Ratri Hapsari | Ellyca Susetyo
Penulis Wattpad Kurang Riset, Sumbangsih Daruratnya Literasi di Indonesia
Ilustrasi penulis (Pixabay/janeb13)

Hampir selama 1 dekade, aplikasi baca tulis novel gratis, Wattpad, sangat diminati oleh banyak kalangan. Melalui aplikasi ini, pembaca bisa menemukan novel dari beragam genre dan bahasa secara gratis.

Hal ini tentu menjadi angin segar bagi pencinta fiksi. Terlebih bila mereka terhambat dalam masalah finansial untuk membeli buku favoritnya.

Sebaliknya, penulis juga bisa menemukan platform untuk mempublikasikan karyanya secara mudah dan cepat. Wattpad menjadi jembatan bagi mereka untuk menemukan penggemar dari tulisan-tulisannya.

Bahkan tak jarang, melalui aplikasi ini penulis menjadi bisa membukukan karyanya bahkan hingga diangkat ke layar lebar.

Namun ternyata, hal yang menjadi impian banyak orang ini ternyata memiliki banyak momok. Mulai dari penulis malas riset hingga pembaca yang menormalisasi hal tak normal.

Sebut saja psikopat yang diromantisasi, geng motor yang brandal tapi dipuja, tokoh tak logis yang terlalu sempurna, dan masih banyak lagi.

Para penulis melakukan hal ini bisa karena beragam faktor. Mulai dari ikut-ikutan trend yang sudah ada, malas riset, hanya mengikuti imajinasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, hingga berusia terlalu muda sehingga kurang dewasa dan bijak dalam mempublikasikan sesuatu.

Tidak adanya sensor dalam tulisan pun memperparah semuanya. Hal ini lah salah satu tanda darurat literasi di Indonesia. Bahkan tak jarang, media ini menjadi salah satu penyebar pornografi dan LGBT yang seharusnya tidak dikonsumsi anak-anak. 

Sementara itu, pembacanya pun tak kalah meresahkannya. Masih berusia labil, melahap mentah-mentah apa pun yang dibacanya, dan turut menyebarkan hal tak normal yang seharusnya tidak bisa dinormalisasi.

Padahal, bacaan bisa mempengaruhi pola pikir dan sikap seseorang. Bayangkan saja anak SMP membuat karya asal-asalan dan hanya bermodal viral tanpa berpikir panjang tentang dampak yang ditimbulkannya.

Berangkat dari isu ini, seharusnya orang tua dan guru ikut mengontrol bacaan anak-anak agar mereka bisa menikmati konten yang sesuai dengan umurnya.

Selain itu, anak-anak juga diarahkan untuk menikmati bacaan yang bermanfaat sekaligus menghibur, sehingga darurat literasi di Indonesia tidak semakin parah.

Sebaliknya, para penulis diajak berpikir kreatif sehingga bisa menciptakan ragam tulisan yang lebih keren. Dengan demikian di masa depan anak bangsa bisa memiliki hal menarik seperti yang dilakukan Thailand, Korea, dan banyak negara yang telah mendunia. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak