Kepemimpinan global yang kini dihadapi memiliki berbagai tantangan. Tidak hanya terpusat pada ekonomi dan politik saja, krisis lingkungan juga menjadi faktor yang kudu diperhatikan. Indonesia, sebagai negara yang sarat sumber kekayaan luar biasa, pastinya secara tidak langsung harus mengambil peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global.
Dalam buku "Islam Ramah Lingkungan", Dr. Wardani menekankan pentingnya eko-teologi, di mana ajaran agama mengajarkan manusia untuk hidup selaras dengan alam. Tapi, dalam konteks diplomasi lingkungan global, bagaimana posisi Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi? Seperti apa harapan jika Prabowo memegang tampuk kekuasaan?
Diplomasi Lingkungan Indonesia di Bawah Jokowi
Sejak memulai masa jabatannya pada 2014, Presiden Joko Widodo alias Jokowi menghadapi sejumlah tantangan lingkungan. Meski laju deforestasi Indonesia sempat menurun, masalah lingkungan tetap menjadi isu yang besar. Salah satu langkah diplomasi lingkungan global yang diambil Indonesia adalah melalui komitmennya dalam Perjanjian Paris, tercermin pada UU No. 16/2016.
Mengutip dokumen NDC (Nationally Determined Contribution), Indonesia berjanji untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030, atau hingga 41% dengan dukungan internasional. Dalam hal diplomasi global, Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi telah menunjukkan beberapa komitmen untuk turut berperan dalam menangani krisis iklim.
Melalui kebijakan seperti Restorasi Lahan Gambut dan pembentukan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), pemerintah berupaya menjaga ekosistem penting yang memiliki dampak global terhadap perubahan iklim. Lahan gambut, misalnya, menyimpan karbon dalam jumlah besar, sehingga restorasi gambut membantu mengurangi emisi karbon yang mempengaruhi pemanasan global.
Kendati langkah-langkah ini telah diambil dan diupayakan untuk diterapkan, dampaknya secara fenomena faktualnya masih belum maksimal diterapkan dan diperhatikan. Kebakaran di Indonesia, terutama pada wilayah Sumatra dan Kalimantan, misalnya, menunjukkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum dari pemerintah. Pada 2019, Indonesia menghadapi salah satu kebakaran hutan terburuk, yang asapnya mencapai ke negara tetangga. Hal ini tentunya memperburuk hubungan diplomatik dengan Malaysia dan Singapura.
Ekonomi Hijau dan Diplomasi Global: Apa yang Bisa Prabowo Lakukan?
Prabowo Subianto, sebagai calon presiden di masa depan, diharapkan membawa pendekatan yang lebih tegas dalam diplomasi lingkungan. Mengingat pentingnya Indonesia dalam ekosistem global, Prabowo diharapkan bisa memperkuat posisi diplomatik Indonesia dengan menempatkan ekonomi hijau sebagai agenda prioritas.
Ekonomi hijau berfokus pada pertumbuhan ekonomi yang ramah lingkungan, di mana pembangunan berkelanjutan menjadi prioritas. Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan ekonomi hijau, seperti melalui energi terbarukan, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, dan pengurangan ketergantungan pada bahan bakar fosil. Jika Prabowo mampu memanfaatkan potensi ini, Indonesia bisa memainkan peran kunci dalam diplomasi global terkait lingkungan.
Beberapa langkah yang bisa diambil Prabowo antara lain:
1. Meningkatkan Diplomasi Lingkungan Internasional: Prabowo dapat memperkuat komitmen Indonesia dalam forum-forum global, seperti KTT Iklim, untuk menggarisbawahi pentingnya menjaga hutan tropis sebagai paru-paru dunia. Diplomasi lingkungan yang kuat tidak hanya bermanfaat untuk citra Indonesia, tetapi juga dapat menarik investasi hijau dari negara-negara maju.
2. Mendorong Energi Terbarukan: Pengembangan energi terbarukan, seperti tenaga surya dan angin, harus menjadi prioritas dalam kebijakan ekonomi hijau. Hal ini tidak hanya membantu Indonesia mengurangi emisi karbon, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru dalam sektor energi bersih. Dalam konteks diplomasi, Indonesia dapat menjalin kerjasama internasional untuk pengembangan teknologi energi terbarukan.
3. Pemanfaatan Hutan secara Berkelanjutan: Salah satu masalah utama dalam kebijakan lingkungan Presiden Jokowi adalah konversi lahan hutan untuk perkebunan kelapa sawit. Prabowo perlu meninjau kembali izin-izin lahan dan mendorong praktik pengelolaan hutan yang lebih berkelanjutan. Hal ini bisa dilakukan dengan melibatkan masyarakat adat yang memiliki kearifan lokal dalam menjaga hutan.
Dampak Lingkungan Terhadap Ekonomi Indonesia
Kerusakan lingkungan tidak hanya mempengaruhi ekosistem, tetapi juga berdampak langsung pada ekonomi nasional. Buku "Islam Ramah Lingkungan" menyoroti eksploitasi sumber daya alam tanpa mempertimbangkan keberlanjutannya menyebabkan ketidakseimbangan ekologis. Kasus penebangan hutan secara masif dan tambang ilegal di Kalimantan menjadi contoh nyata bagaimana pembangunan yang tidak berkelanjutan menciptakan krisis lingkungan.
Pada masa pemerintahan Jokowi, sektor tambang masih menjadi salah satu sumber pendapatan penting bagi negara. Namun, pertambangan ilegal dan eksploitasi sumber daya alam sering kali mengabaikan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan masyarakat. Di Kalimantan, lubang-lubang tambang yang ditinggalkan tanpa reklamasi tidak hanya merusak pemandangan, tetapi juga mengancam keselamatan warga setempat. Hal ini sejalan dengan kritik Wardani dalam bukunya, bahwa eksploitasi alam yang tidak terkendali hanya menyejahterakan segelintir orang, sementara masyarakat setempat menderita.
Kebijakan Ekonomi Hijau untuk UMKM Digital
Dalam konteks pertumbuhan ekonomi dan UMKM digital, ekonomi hijau juga memiliki peran penting. Di era digital, UMKM dapat beradaptasi dengan memanfaatkan teknologi untuk menciptakan produk-produk ramah lingkungan. Misalnya, produk daur ulang atau usaha yang berfokus pada pengurangan limbah plastik dapat menjadi tren bisnis yang tidak hanya mendukung lingkungan, tetapi juga menarik minat konsumen global.
Jika Prabowo dapat mendorong pertumbuhan UMKM digital yang ramah lingkungan, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama dalam ekonomi hijau global. Dengan memanfaatkan platform digital, UMKM dapat memperluas pasar mereka dan menciptakan inovasi yang sejalan dengan tujuan keberlanjutan. Dukungan kebijakan berupa akses pembiayaan untuk UMKM yang bergerak di sektor hijau juga akan sangat membantu mendorong pertumbuhan sektor ini.
Kesimpulan dan Harapan untuk Kepemimpinan Prabowo
Dalam 10 tahun kepemimpinan Jokowi, Indonesia telah menunjukkan komitmen dalam diplomasi lingkungan, terutama melalui keikutsertaannya dalam Perjanjian Paris dan kebijakan restorasi lahan gambut. Namun, tantangan besar masih ada, terutama dalam hal pengelolaan sumber daya alam dan penegakan hukum terhadap aktivitas yang merusak lingkungan.
Kepemimpinan Prabowo di masa depan diharapkan membawa pendekatan yang lebih tegas terhadap perlindungan lingkungan, baik melalui diplomasi global maupun kebijakan ekonomi hijau yang berkelanjutan. Dengan memperkuat posisi Indonesia dalam diplomasi lingkungan internasional, mendorong penggunaan energi terbarukan, dan mendukung UMKM digital yang ramah lingkungan, Prabowo dapat membantu Indonesia menjadi negara yang tidak hanya kuat secara ekonomi, tetapi juga bertanggung jawab terhadap masa depan ekosistem global.
Pada akhirnya, sebagaimana diingatkan oleh Dr. Wardani dalam buku "Islam Ramah Lingkungan", menjaga keseimbangan alam adalah tanggung jawab semua umat manusia, termasuk para pemimpin negara. Semoga harapan ini dapat diwujudkan di masa depan, dengan kepemimpinan yang mengedepankan keberlanjutan dan kesejahteraan bagi semua.