Dari UU ke Realita: Mengapa Hak Penyandang Disabilitas Masih Diabaikan?

Hernawan | Abdullah ~~
Dari UU ke Realita: Mengapa Hak Penyandang Disabilitas Masih Diabaikan?
Ilustrasi penyandang disabilitas (pexels.com/Cottonbro Studio)

Buku Dari Disabilitas Pembangunan Menuju Pembangunan Disabilitas karya Ledia Hanifa Amaliah menawarkan gambaran komprehensif tentang perkembangan isu disabilitas di Indonesia, berdasarkan pengalamannya sebagai Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Penyandang Disabilitas di DPR, khususnya dalam proses pembentukan kebijakan, yang mana buku ini juga memperlihatkan bagaimana penanganan pemerintah yang ia nilai lambat dalam memahami dan memenuhi hak-hak disabilitas.

Dengan fokus pada Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, buku ini mengajak pembaca untuk merenungi perubahan mendasar dalam cara kita memandang dan menangani hak-hak penyandang disabilitas di Indonesia.

Pada daftar isinya, Ledia menyentuh beragam sektor, mulai dari kesejahteraan sosial, pendidikan, ketenagakerjaan, hingga infrastruktur. Buku ini juga meng-highlight ketidaksesuaian data terkait penyandang disabilitas yang selama bertahun-tahun menjadi hambatan dalam perencanaan pembangunan yang efektif.

Hal ini jelas menggambarkan bagaimana isu disabilitas seringkali terabaikan, bahkan pada isi buku di halaman 15 Ledia menulis pada Bab II “Statistik Yang Tersembunyi”, tentu ini menjadi sebuah pertanyaan besar apa maksud dari diksi kata yang ia gunakan.

Maka buku ini menjadi sebuah bahan refleksi penting atas kebijakan pemerintah, khususnya dalam hal bagaimana negara memperlakukan warganya yang memiliki keterbatasan fisik dan mental atau sering kita sebut sebagai Penyandang Disabilitas.

Jokowi dan Disabilitas: Kemajuan atau Stagnasi?

Telah usai kepemimpinan Presiden Jokowi tepat pada saat Bapak Prabowo Subianto dilantik tanggal 20 Oktober kemaren. Jika kita lihat secara konkrit apa langkah dan capaian besar apa yang dilakukan Jokowi pada masa pemerintahannya terhadap para Penyandang Disabilitas? Menurut opini penulis selama kepemimpinan Jokowi setidaknya ada 4 capaian besar:

1. Pengesahan Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

2. Pembentukan Komisi Nasional Disabilitas (KND) melalui Peraturan Presiden No. 68 Tahun 2020.

3. Terbitnya Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2020 tentang Perlindungan Penyandang Disabilitas dalam Dunia Kerja. Kebijakan ini sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang No. 8 Tahun 2016.

4. Segala upaya pemerintah dalam memenuhi hak Penyandang Disabilitas, dari bidang sosial ekonomi, akses akan informasi, lapangan pekerjaan, pendidikan, sampai dengan kesehatan. Dengan menggunakan prinsip ‘no one left behind’ tidak boleh ada penyandang disabilitas tertinggal dari berbagai program layanan.

Dapat kita lihat capaian besar kepemimpinan Jokowi dalam menangani para Penyandang Disabilitas. Namun, walaupun regulasi telah ada, implementasinya masih jauh dari kata sempurna. Realitasnya jika dilihat secara keseluruhan masih banyak Penyandang Disabilitas di Indonesia masih mengalami kesulitan dalam mengakses fasilitas umum yang ramah disabilitas, terutama di daerah pedesaan. Bahkan di perkotaan pun juga masih banyak tidak adanya fasilitas untuk mereka, terutama di kota-kota di luar pulau Jawa.

Dalam sektor pendidikan, menurut data BPS 2020 menunjukkan 20,51% Penyandang Disabilitas tidak pernah sekolah, tidak tamat sekolah dasar 29,35%, dan tamat sekolah dasar 26,32%. Walapun memang sudah ada sekolah-sekolah inklusif dan upaya memperbaiki akses bagi penyandang disabilitas.

Namun, banyak penyandang disabilitas yang tidak dapat melanjutkan pendidikan mereka karena keterbatasan fasilitas, tenaga pengajar, dan akses yang memadai di sekolah-sekolah umum maupun pesantren. Ini menjadi sorotan utama dalam ulasan terkait pemerintahan Jokowi.

Kemudian pada bidang ketenagakerjaan, Presiden Jokowi melalui kebijakannya telah berupaya mendorong perusahaan agar mempekerjakan para Penyandang Disabilitas. Meski demikian, hanya sedikit perusahaan yang mau mengikuti saran tersebut. Tentu hal ini membuat kesempatan kerja bagi mereka masih sangat terbatas, dan stigma sosial serta kurangnya keterampilan yang mendukung menjadi tantangan yang belum terpecahkan. Program vokasional khusus penyandang disabilitas juga masih kurang, menyebabkan mereka sulit bersaing di pasar kerja.

Harapan pada Prabowo: Prioritas untuk Disabilitas dan Pesantren

ABK Menjadi Petugas Upacara di MI Muhammadiyah Sukoharjo, Jawa Tengah (perpustakaan.dpr.go.id/Ferganata Indra Riatmoko)
ABK Menjadi Petugas Upacara di MI Muhammadiyah Sukoharjo, Jawa Tengah (perpustakaan.dpr.go.id/Ferganata Indra Riatmoko)

Dengan berakhirnya era kepemimpinan Jokowi, sorotan kini tertuju pada Prabowo Subianto, yang telah resmi dilantik pada 20 Oktober kemaren sebagai Presiden Republik Indonesia. Harapan bagi penyandang disabilitas adalah bahwa Prabowo bisa melanjutkan, bahkan memperkuat, kebijakan-kebijakan pro-disabilitas yang sudah ada.

Salah satu harapan terbesar adalah pengembangan infrastruktur inklusif di pesantren-pesantren. Dalam berita yang dilaporkan oleh detik pada saat kampanye Pilpres kemaren, disebutkan bahwa Penyandang Disabilitas ingin memiliki akses ke pendidikan agama di pesantren, tetapi banyak pesantren yang belum dilengkapi fasilitas ramah disabilitas.

Fasilitas yang minim seperti jalan yang tidak aksesibel bagi kursi roda, akses terbatas ke ruang kelas, asrama yang tidak dilengkapi dengan kamar mandi khusus, kurangnya pelatihan bagi para pengasuh untuk menangani santri dengan disabilitas, hingga ketidakadaan jalur khusus bagi tunanetra, menjadi penghambat utama.

Selama ini, jika dilihat pemerintah memang belum mengarahkan dana pembangunan yang signifikan ke pesantren terkait infrastruktur ramah disabilitas. Padahal, pondok pesantren adalah salah satu tempat pendidikan yang sangat diminati oleh banyak keluarga Indonesia, termasuk para Penyandang Disabilitas. Sehingga, ada kebutuhan mendesak untuk membuat regulasi yang secara khusus mengalokasikan dana ke pesantren agar bisa memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas.

Sebagai Presiden Republik Indonesia besar harapan kepada Bapak Prabowo untuk segera mengambil langkah proaktif dalam memperjuangkan alokasi dana ini. Tentu jika Bapak Prabowo membaca surat ini diharapkan bisa mengarahkan kebijakan pemerintah yang lebih fokus pada pemerataan akses pendidikan, baik formal maupun non-formal, termasuk pendidikan agama di pesantren.

Regulasi ini perlu dipertegas dengan aturan yang mewajibkan pesantren untuk membangun fasilitas yang inklusif, seperti jalur untuk kursi roda, alat bantu dengar, ruang khusus santri disabilitas sehingga semua anak, terlepas dari keterbatasan fisiknya dan bisa belajar dengan nyaman.

Harapan Regulasi: Pendidikan Bukan Sekadar Formal

Ilustrasi Tantangan yang Dihadapi Penyandang Disabilitas (freepik.com)
Ilustrasi Tantangan yang Dihadapi Penyandang Disabilitas (freepik.com)

Salah satu kekurangan dalam kebijakan disabilitas di Indonesia selama ini adalah terlalu fokus pada pendidikan formal. Padahal, banyak penyandang disabilitas yang lebih cocok dengan pendidikan vokasional atau non-formal, termasuk pendidikan agama di pesantren. Untuk itu, pemerintah perlu memperluas definisi pendidikan inklusif tidak hanya di sekolah-sekolah umum tetapi juga di pesantren dan lembaga pendidikan non-formal lainnya.

Juga yang menjadi harapan agar Bapak Presiden Prabowo Subianto untuk segera membuat regulasi tentang adanya anggaran khusus dari pemerintah untuk pesantren agar dapat membangun infrastruktur yang ramah disabilitas. Juga hal penting lainnya selain anggaran, program pelatihan dan pengajaran bagi guru dan pengasuh pesantren agar mereka mampu menangani santri dengan berbagai kebutuhan khusus.

Pesantren memiliki peran penting dalam membentuk karakter generasi muda, termasuk Penyandang Disabilitas. Jika pesantren diberikan dana yang cukup dan diwajibkan untuk membangun infrastruktur yang ramah disabilitas, maka akses bagi Penyandang Disabilitas untuk mendapatkan pendidikan agama akan semakin terbuka. Hal ini juga akan membantu mengurangi stigma negatif yang masih sering dialami oleh penyandang disabilitas di masyarakat.

Semoga surat ini sampai kepada Bapak Prabowo agar nantinya Bapak bisa menciptakan regulasi yang tidak hanya memperhatikan aspek formal pendidikan tetapi juga memperkuat pondasi pendidikan non-formal dan agama, sehingga lebih banyak penyandang disabilitas yang bisa berpartisipasi aktif dalam kehidupan sosial dan spiritual.

Membangun Masa Depan yang Lebih Inklusif

Buku Dari Disabilitas Pembangunan Menuju Pembangunan Disabilitas menjadi pengingat bahwa isu disabilitas harus menjadi prioritas dalam setiap kebijakan pemerintah. Meskipun pada kepemimpinan Jokowi telah memberikan landasan yang kuat melalui Undang-Undang No. 8 Tahun 2016, masih banyak yang harus dilakukan untuk memastikan penyandang disabilitas mendapatkan hak-hak mereka.

Prabowo memiliki peluang besar untuk melanjutkan kebijakan pro-disabilitas ini dengan fokus yang lebih besar pada pemerataan infrastruktur, khususnya di lembaga pendidikan agama seperti pesantren. Dengan dukungan regulasi yang kuat dan pendanaan yang tepat, harapan besar bahwa pesantren-pesantren di seluruh Indonesia bisa menjadi lebih inklusif dan ramah bagi penyandang disabilitas.

Semoga surat ini sampai kepada Bapak Prabowo selaku Presiden Republik Indonesia, besar harapan saya negara Indonesia lebih inklusif di masa depan. Di mana dapat kita lihat setiap warga negara, termasuk para Penyandang Disabilitas, mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang dan berkontribusi bagi bangsa dan negara.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak