Hukum: Payung Pelindung atau Penghalang Keadilan? Mengupas Realitas di Indonesia

Hayuning Ratri Hapsari | Luthfiyatul Muniroh
Hukum: Payung Pelindung atau Penghalang Keadilan? Mengupas Realitas di Indonesia
Ilustrasi orang miskin di penjara (pexels.com/RonLach)

Menurut Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, "Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum".

Sebagai negara yang berdasarkan hukum, Indonesia sudah seharusnya menjamin keadilan kepada seluruh warga negara. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan sistem peradilan di Indonesia masih belum adil.

Terbatasnya akses terhadap keadilan, prosedur hukum yang rumit, dan praktik korupsi merupakan beberapa faktor yang menghambat terwujudnya keadilan.

Aristoteles mengatakan bahwa konsep keadilan adalah kesetaraan. Ketika setiap orang mempunyai hak sesuai kontribusi dan prestasinya.

Menurut Soerjono Soekant, keadilan adalah disiplin dan ketertiban. Keadilan adalah tujuan hukum, dan hukum adalah perwujudan keadilan secara lahiriah.

Salah satu permasalahan utama adalah kesenjangan akses terhadap keadilan. Akses terhadap keadilan sering kali sulit dilakukan di masyarakat yang kurang beruntung.

Biaya hukum yang tinggi, prosedur hukum yang panjang dan rumit, serta kurangnya pengetahuan hukum menjadi kendala utama. Akibatnya, mereka kerap menjadi korban ketidakadilan dan kesulitan memperjuangkan haknya.

Masalah serius kedua adalah prosedur hukum yang rumit dan tidak jelas. Sistem peradilan yang kompleks, tingginya tingkat birokrasi, dan kurangnya transparansi dalam pengambilan keputusan membuat prosedur hukum menjadi panjang dan tidak efisien. Artinya, banyak kasus yang tertunda bertahun-tahun dan ada pula yang tidak pernah terselesaikan.

Keadilan harus menjadi tujuan utama sistem hukum. Secara hukum, “kesetaraan di depan hukum atau equality before the law” berarti persamaan di depan hukum. Semua orang dianggap setara di mata hukum, dan baik orang kaya maupun miskin tidak diberikan preferensi atau bahkan hak istimewa.

Negara harus memastikan bahwa masyarakat yang kurang beruntung memiliki akses terhadap pengacara publik yang terspesialisasi dan mudah diakses. Namun, negara memberikan program bantuan hukum kepada masyarakat miskin. Kenyataannya, program ini jauh dari efektif.

Kurangnya sumber daya, terbatasnya jumlah pengacara dan rumitnya birokrasi menjadi kendala utama. Hukum harus menjadi payung bagi seluruh warga negara.

Sistem peradilan harus dibangun berdasarkan keadilan, transparansi dan efisiensi. Memperjuangkan keadilan bagi masyarakat yang kurang beruntung adalah tanggung jawab bersama.

Pengacara, pemerintah, dan masyarakat bekerja sama untuk menciptakan sistem bantuan hukum yang mudah diakses dan membekali masyarakat miskin dengan pengetahuan advokasi.

Kita tidak boleh melupakan saudara-saudara kita yang terasing dan tidak berdaya di rumah. Hukum harus menjadi alat untuk melindungi hak-hak mereka, bukan menjadi penghalang. Mari kita bekerja sama untuk mencapai keadilan bagi semua, tanpa memandang status sosial.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak