Haruskah yang Terlambat Ditunggu, Lantas yang Tepat Waktu Malah Menunggu?

Hayuning Ratri Hapsari | Christina Natalia Setyawati
Haruskah yang Terlambat Ditunggu, Lantas yang Tepat Waktu Malah Menunggu?
Ilustrasi waktu (Pexels/Mat Brown)

Sudah menjadi pemandangan yang lumrah di masyarakat kita, ketika sebuah acara dimulai dengan penundaan karena menunggu kedatangan beberapa orang. Fenomena ini seolah menjadi semacam norma sosial yang sulit diubah.

Orang yang datang tepat waktu sering kali harus rela menunggu dalam waktu yang cukup lama, sementara mereka yang terlambat seolah tidak merasa bersalah atas ketidaktepatan waktunya.

Sikap toleransi terhadap keterlambatan yang berlebihan ini, tanpa disadari, telah mengikis nilai-nilai kedisiplinan yang seharusnya menjadi landasan dalam kehidupan bermasyarakat.

Ketika keterlambatan dianggap sebagai hal yang wajar, maka akan sulit untuk menciptakan suasana yang produktif dan efisien. Padahal, kedisiplinan waktu adalah salah satu kunci keberhasilan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari pekerjaan hingga hubungan sosial.

Di sisi lain, kita sering kali dihadapkan pada situasi orang-orang penting atau VIP yang terlambat hadir. Mereka seolah memiliki privilege untuk datang kapan saja, tanpa harus mempertimbangkan dampaknya terhadap orang lain.

Hal ini tentu saja menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dan kesetaraan. Apakah benar orang-orang tertentu boleh melanggar aturan, sementara orang lain harus selalu tepat waktu?

Masalah keterlambatan ini juga berdampak pada produktivitas dan efisiensi kerja. Ketika rapat atau pertemuan dimulai terlambat, waktu yang seharusnya digunakan untuk membahas agenda menjadi terbuang sia-sia.

Hal ini tentu saja merugikan perusahaan atau organisasi, karena waktu adalah uang. Selain itu, keterlambatan yang berulang juga dapat merusak citra profesionalisme seseorang atau suatu lembaga.

Sebenarnya, tidak ada alasan yang kuat untuk menunda dimulainya sebuah acara hanya karena menunggu kedatangan beberapa orang.

Acara dapat dimulai sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, dan bagi mereka yang terlambat, dapat diberikan ringkasan materi yang telah disampaikan atau informasi penting lainnya. Dengan demikian, hak semua peserta untuk mendapatkan informasi yang sama dapat terpenuhi.

Untuk mengatasi masalah keterlambatan ini, diperlukan kesadaran kolektif dari seluruh anggota masyarakat. Kita perlu mengubah mindset bahwa keterlambatan adalah hal yang wajar, tetapi tidak boleh terus menerus dilakukan.

Kita bisa membuka peluang untuk hadir tepat waktu dengan mempersiapkan diri jauh-jauh waktu, mengatur jadwal keberangkatan yang tidak mendekati waktu pelaksanaan acara, dan sebagainya.

Selain itu, diperlukan juga penegakan aturan yang konsisten. Jika seseorang sering terlambat, maka harus ada konsekuensi yang jelas.

Kebiasaan sering terlambat tidak hanya mencerminkan kurangnya disiplin diri, tetapi juga menunjukkan ketidakpedulian terhadap waktu orang lain.

Mereka yang sering terlambat sering kali menganggap waktu mereka lebih berharga daripada waktu orang lain sehingga merasa berhak untuk menunda-nunda. Padahal, waktu adalah sumber daya yang terbatas dan berharga bagi semua orang. 

Keterlambatan yang berulang kali tidak hanya mengganggu kelancaran suatu acara, tetapi juga dapat merusak reputasi seseorang, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional. Sikap ini perlu diubah agar kita dapat hidup lebih produktif dan menghargai waktu bersama.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak