Dari Lagu Sialnya, Hidup Tetap Berjalan Jadi Untungnya, Hidup Tetap Berjalan

Hernawan | Marcella Averina
Dari Lagu Sialnya, Hidup Tetap Berjalan Jadi Untungnya, Hidup Tetap Berjalan
Bernadya, pelantun album "Sialnya, Hidup Harus Tetap Berjalan" (Instagram.com/bernadyaribka)

Album “Sialnya, Hidup Harus Tetap Berjalan” yang dibawakan oleh seorang penyanyi bernama Bernadya tentu sudah tidak asing di telinga kita. Lagu-lagu dalam album ini diawali dari “Sialnya, Hidup Harus Tetap Berjalan” dan diakhiri dengan “Untungnya, Hidup Harus Tetap Berjalan” dengan berbagai lika-liku di tengah album tersebut membawa kesan tersendiri.

Secara garis besar, hampir semua lagu yang dibawakan Bernadya memang tidak jauh dari kisah romansa dan patah hati. Namun, lebih dalam dari itu, kita bisa memaknai album tersebut dalam berbagai bentuk.

Sama seperti menghadapi patah hati, hidup juga selalu membawa kita pada berbagai musim yang mengajak kita melihat lebih dalam akan suatu hal yang kita anggap sebagai kesialan. Kita tidak pernah tahu kapan kesialan itu bisa menjadi sebuah keuntungan.

Untuk kita bisa mengubah ucapan dari “sialnya” menjadi “untungnya”, tentu ada berbagai proses yang tidak mudah. Konsepnya hampir sama seperti stages of grief, kita akan melewati berbagai penolakan, kemarahan, dan gejolak lainnya hingga pada akhirnya kita bisa menerima hal itu menjadi bagian dari hidup. Proses tersebut juga bisa berjalan dengan sangat panjang dan melelahkan tentunya.

Dalam menghadapi proses dari “sialnya” menuju “untungnya”, tidak jarang kita dihadapkan pada keinginan untuk menyerah dan berhenti. Mulai dari keraguan dalam diri, pandangan orang lain, bahkan hal sepele seperti postingan toxic positivity di media sosial tidak jarang membuat kita kembali meragukan proses yang sedang dihadapi. Lebih parahnya lagi, kita kadang terjebak pada pikiran bahwa diri kita tidak pantas akan hal-hal baik di masa depan.

Meskipun demikian, kita dituntut untuk sadar penuh bahwa segala hal yang terjadi dalam fase “sialnya” harus kita hadapi walaupun tidak menyenangkan dan kadangkala kita harus melihat kembali luka yang ada. Lebih dari itu, kita juga dituntut untuk mengakui keberadaan dari kesedihan, kekecewaan, atau bahkan kemarahan yang kita rasakan.

Hal ini membutuhkan keberanian yang cukup besar, mengingat kita memiliki kecenderungan untuk enggan melihat emosi negatif yang kita rasakan. Padahal, hal tersebut bisa saja menjadi bom waktu yang akan meledak entah kapan dan menuju ke mana. Oleh karena itu, kita harus memupuk keberanian terlebih dahulu sebelum akhirnya mampu memeluk luka-luka yang ada.

Ketika kita sudah mampu memeluk luka yang pernah ada, tentu kita akan lebih mudah melepaskan semua yang pernah terjadi. Jika kita sudah bisa melepaskan, langkah ke depan akan terasa lebih ringan. Bahkan, kita akan lebih mudah mengakui hal tersebut sebagai bagian dari hidup. Pada akhirnya, ketika kita sudah melepaskan dan menerima keberadaan luka tersebut, kita bisa melihat sisi “untungnya” dari kejadian itu.

Setiap “sialnya” dalam kehidupan sehari-hari memiliki sisi “untungnya” jika kita mampu dan mau memandang dari sudut pandang yang luas. Ada kalanya, bisa saja kejadian yang kita anggap sebagai “sialnya” justru menyelamatkan kita dari berbagai “sialnya” dalam bentuk lain di kemudian hari. Dengan demikian, kita pun akan belajar bahwa setiap “sialnya” pasti akan memiliki sisi yang membuat kita berkata “untungnya”.

Memang tidak mudah untuk mencapai fase ketika kita bisa berkata “untungnya” pada hal buruk yang hadir dalam hidup. Namun, cepat atau lambat akan ada saatnya kita bisa melihat ke belakang sambil berkata “untungnya” jika kita mau terbuka, mengakui keberadaan kesialan tersebut, dan mau memeluknya sebagai bagian dari perjalanan kita menjadi manusia.

Akhirnya, jangan lupa untuk tetap bertahan bagi kalian yang masih berada di fase “sialnya, hidup harus tetap berjalan”. Tidak apa jika berhenti, mundur sejenak, atau mungkin memutar arah. Percayalah, akan ada saatnya kalian melihat ke belakang dan berkata “untungnya, hidup harus tetap berjalan” selama kalian mau berproses dan sabar dengan diri sendiri selama menjalani prosesnya meskipun tidak mudah.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak