Metamorfosis Film Horor Indonesia: Dari Seksis hingga Religi

Hayuning Ratri Hapsari | inaya khoir
Metamorfosis Film Horor Indonesia: Dari Seksis hingga Religi
Ilustrasi film horor (Pexels.com/Elīna Arāja)

Film bergenre horor Indonesia telah mengalami metamorfosis yang menarik sepanjang penayangannya.

Pada awal perkembangannya, film horor Indonesia diwarnai dengan tren film horor dewasa yang lekat dengan unsur seksualitas yang eksplisit, stereotip gender, kebudayaan patriarki yang dominan, hingga eksploitasi seksualitas tubuh perempuan yang menonjolkan peran perempuan sebagai objek seksual ataupun korban.

Film horor dengan isi cerita yang menggabungkan elemen-elemen dewasa dengan cerita-cerita seram, dapat kita temukan dalam film-film horor produksi 2000-an hingga awal 2010-an. Sebutlah Rintihan Kuntilanak Perawan, Pelukan Janda Hantu Gerondong, Suster Keramas, dan judul-judul film lain yang sejenis.

Adegan demi adegan yang memperlihatkan tubuh perempuan secara eksplisit, meskipun tidak selalu relevan dengan alur cerita horor yang sesungguhnya, menjadi formula yang umum digunakan.

Pada masa ini, isi cerita sering kali mengandalkan adegan-adegan sensual dan tabu sebagai daya tarik komersilnya. Pemunculan adegan-adegan tersebut dalam film tidak hanya berfungsi sebagai penggerak cerita, tetapi juga sebagai alat untuk meningkatkan daya jual film di pasaran.

Hal ini tercermin pada sejumlah film yang menonjolkan karakter perempuan dalam situasi yang mengarah pada ketidakberdayaan, korban kekerasan, atau bahkan penggambaran tubuh mereka dalam kondisi terbuka dan rentan.  

Namun, seiring dengan perkembangan industri film di Indonesia, film horor Indonesia juga mengalami pergeseran, terutama dalam hal isi cerita.

Kini, cerita-cerita film horor Indonesia didominasi dengan tema-tema religi, moralitas, hingga mitos-mitos ataupun kisah-kisah viral dari media sosial.

Pergeseran ini bukan hanya mencerminkan perubahan selera penonton, melainkan juga dinamika sosial dan budaya yang berkembang di masyarakat Indonesia.

Jika kita bertandang ke bioskop ataupun berselancar di platform streaming film, film horor terutama yang bergenre religi pastilah memuncaki klasemen film yang banyak dicari penonton saat ini.

Tren film bergenre horor religi ini makin menguat dengan munculnya film-film horor yang secara eksplisit mengangkat tema-tema keagamanan, seperti azab kubur, dosa, karma, hingga kekuatan ayat-ayat suci dalam melawan gangguan mistis.

Peran-peran antagonis pun tidak lagi hanya sebatas hantu dengan penampilan menakutkan, tetapi juga bisa berupa manifestasi dari perbuatan buruk manusia atau gangguan spiritual yang memerlukan penyelesaian secara religius.

Beberapa judul terkenal film horor religi yang banyak ditonton, seperti Qorin, Khanzab, Makmum, dan sebagainya. Saat ini, film horor bertema religi yang sedang tayang di bioskop ada Qodrat 2 yang juga menjadi film yang sedang banyak ditonton.

Judul-judul tersebut menjadi contoh bagaimana unsur religi kini menjadi daya tarik utama, menggantikan genre film horor yang seksis.

Film bergenre horor religi ini lebih banyak mengeksplorasi ketakutan-ketakutan penonton melalui lensa keimanan, menggabungkan elemen-elemen supranatural dengan pesan-pesan moral dan religius.

Elemen-elemen supranatural seperti setan, hantu, dan roh jahat sering kali dilihat sebagai manifestasi dari keburukan atau peringatan tentang akibat-akibat dari ketidaktaatan terhadap ajaran agama.

Fenomena ini mencerminkan bagaimana film horor Indonesia kini tidak hanya berfokus pada elemen menakutkan atau mengerikan semata, tetapi juga mengandung nilai-nilai moral yang relevan dengan kondisi masyarakat saat ini.

Namun, di tengah maraknya film horor bertema religi menempati puncak-puncak klasemen sebagai film terlaris, tentu genre ini juga tidak luput dari banyak kritik.

Dengan makin banyaknya judul film horor bertema religi, ternyata tidak sebanding dengan cerita-cerita yang seharusnya bisa lebih banyak dieksplor.

Tidak sedikit kritikus dan penonton yang merasa bahwa sebagian besar film bergenre horor religi ini cenderung mengulang-ulang formula yang sama tanpa menghadirkan inovasi dalam penceritaan.

Kritik juga tidak jarang muncul terkait dengan penggambaran agama sebagai alat untuk menakut-nakuti. Dalam beberapa film horor religi, seperti Makmum atau Qorin, praktik-praktik keagamaan yang seharusnya memberikan ketenangan dan pengajaran spiritual justru membuat penonton takut atau cemas untuk menjalankan ibadah.

Selain itu, penghadiran tema religi dalam film horor Indonesia sangat berisiko menggunakan agama hanya sebagai alat untuk menarik perhatian penonton semata, simbol-simbol ataupun praktik-praktik keagamaan dapat ditampilkan secara tidak akurat atau dilebih-lebihkan hanya untuk keperluan efek dramatis.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak