Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti, berencana mengembalikan penjurusan di jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Kebijakan ini rencananya akan berlaku mulai tahun ajaran baru 2025/2026.
Pemberlakuan kembali sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di jenjang SMA ini merupakan salah satu langkah pemerintah dalam menyelaraskan sistem evaluasi pendidikan melalui penyelenggaraan Tes Kemampuan Akademik (TKA). Dalam konteks ini, TKA merupakan bentuk evaluasi berupa ujian di tingkat kelas 12 untuk mengukur kemampuan akademik siswa selama menjalani proses pembelajaran di jenjang SMA.
Kebijakan yang tidak sepenuhnya baru ini tentu menimbulkan beragam reaksi mengingat pada masa pemerintahan sebelumnya, sistem penjurusan di jenjang SMA ini telah dihapuskan.
Sebagian kalangan menyambut baik kembalinya penjurusan di jenjang SMA, sementara tidak sedikit pula yang mempertanyakan relevansi penjurusan di jenjang SMA di tengah kebutuhan akan pendidikan yang lebih fleksibel antarlintas disiplin. Oleh karena itu, perlu dilakukan peninjauan secara mendalam untuk menakar seberapa penting sistem penjurusan di jenjang SMA dalam menyiapkan siswanya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Siswa lulusan SMA, dengan kesadaran penuh, sengaja diproyeksikan untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Sistem penjurusan di jenjang SMA sebenarnya memiliki peran yang cukup signifikan dalam membentuk arah studi lanjutan mereka.
Misalnya, siswa yang memilih jurusan IPA, tentu akan lebih siap untuk melanjutkan ke bidang-bidang eksak, seperti kedokteran, teknik, ataupun sains. Sementara siswa yang mengambil jurusan IPS, mereka akan membuka jalan menuju perguruan tinggi untuk studi ekonomi, hukum, dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Sedangkan untuk jurusan Bahasa, mereka tentu akan lebih siap untuk melanjutkan studi di bidang linguistik ataupun kesusastraan.
Dengan demikian, penjurusan di jenjang SMA memberikan kesempatan bagi siswa untuk membangun fondasi akademik yang lebih kuat dan memungkinkan siswa untuk fokus mendalami bidang yang relevan dengan studi lanjutan yang dicita-citakan mereka.
Sistem penjurusan di jenjang SMA merupakan sarana bagi siswa untuk mengasah identitas akademik mereka sedini mungkin. Dalama proses ini, siswa belajar menbuat keputusan penting, seperti memilih bidang studi hingga merencanakan masa depan mereka. Hal ini merupakan latihan awal dalam pengambilan keputusan yang lebih besar di masa studi lanjut dan dunia kerja, sekaligus memperkuat tanggung jawab personal terhadap pilihan yang mereka ambil.
Selain itu, sistem penjurusan di jenjang SMA juga dapat membantu pihak sekolah, terutama guru, untuk merancang kurikulum pembelajaran dengan lebih efektif. Dengan komposisi kelas yang relatif homogen terhadap minat belajar dan kemampuan akademik, strategi pengajaran dapat lebih mudah untuk disesuaikan. Hal ini tentu membuka potensi untuk meningkatkan hasil belajar secara keseluruhan.
Meskipun demikian, sistem penjurusan di jenjang SMA tentu juga menghadirkan tantangan tersendiri. Kita paham bahwa tidak semua siswa kita memiliki pemahaman yang matang mengenai minat dan bakat mereka saat proses penjurusan dilakukan. Akibatnya, tidak jarang siswa merasa salah jurusan, yang pada akhirnya bisa berdampak terhadap prestasi akademik hingga keadaan mental mereka. Oleh sebab itu, amat penting bagi pihak sekolah dan orang tua untuk memberikan pendampingan dan bimbingan selama proses menentukan penjurusan ini.
Selain itu, dinamika zaman di era digitalisasi dan globalisasi ini menuntut fleksibilitas. Tidak sedikit profesi masa kini yang bersifat lintas disiplin. Kondisi ketersediaan lapangan pekerjaan saat ini juga sangat memungkinkan siswa bekerja tidak sesuai dengan jurusan.
Penjurusan yang mengikat dapat menyebabkan keterbatasan bagi siswa untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya bekal ilmu dan keterampilan. Oleh karena itu, pendidikan tetap perlu memberikan ruang bagi siswa untuk mempelajari materi dan keterampilan dari jurusan lain, atau bahkan mengadopsi pendekatan kurikulum yang lebih terbuka dan integratif.
Dengan mempertimbangkan berbagai sisi tersebut, penerapan kembali sistem penjurusan di jenjang SMA sebaiknya memang tidak dilakukan secara kaku. Pendidikan perlu menggunakan pendekatan-pendekatan yang lebih adaptif. Kurikulum pendidikan, terutama di jenjang SMA, perlu dirancang secara holistik, menyediakan jalur-jalur alternatif yang memungkinkan siswa menyeimbangkan pendalaman ilmu dalam jurusan yang mereka pilih dengan eksplorasi pengetahuan di luar jurusan mereka secara bersamaan.