Seorang guru Biologi bernama Wety Yuningsih dari SMA Negeri 1 Cililin di Kab. Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat telah menghebohkan netizen akibat unggahan video rekaman yang berisi siswa sedang melaksanakan ujian, tetapi bertuliskan 'Soal: Gambar alat kelamin punya sendiri' yang diunggah di media sosialnya.
Hal ini menuai kontroversi di dunia maya dan menjadi perdebatan netizen. Setelah diketahui lebih lanjut, Wety memberi klarifikasi bahwa ujian tersebut bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam materi sistem reproduksi. Sebagai pelajar, saya merasa penyampaian materi sensitif harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
Layakkah soal ujian seperti itu diberikan kepada siswa?
Jika soal ujian ditujukan kepada siswa dalam pembelajaran Biologi mengenai sistem reproduksi, dari sisi akademis, ini sebenarnya bukanlah hal yang tabu. Dalam dunia pendidikan, guru tetap harus menjaga etika dan komunikasi dalam mengajar, apalagi materi tersebut tergolong sensitif.
Soal yang seharusnya dituliskan secara profesional adalah 'Gambarkan struktur organ reproduksi manusia' dan bukanlah 'Gambar alat kelamin punya sendiri.' Bila guru menyampaikan soal dengan tidak memerhatikan etika, maka bisa saja mengandung unsur yang disalahartikan dan dipermalukan.
Penyampaian materi sistem reproduksi kepada siswa harus berhati-hati, agar topik sensitif ini dapat dijelaskan dengan baik dan terdengar sopan, sehingga akan menimbulkan dampak positif. Misalnya, remaja akan mengetahui fungsi sistem reproduksi, memahami risiko yang bisa terjadi dari aktivitas seksual, dan lain sebagainya.
Bolehkah guru membagikan aktivitas ujian ke media sosial?
Sebenarnya tidak ada yang salah bila guru membagikan aktivitas ujian ke platform media sosial. Hanya saja, tidak sepenuhnya etis jika guru merekam tanpa izin dan persetujuan dari siswa. Bahkan, melibatkan materi sistem reproduksi yang lumayan sensitif juga perlu dipikirkan dengan penuh pertimbangan, karena berisiko melanggar privasi dan membuat siswa tidak nyaman.
Walaupun dilakukan sebatas untuk dokumentasi, tindakan yang dilakukan harus dengan cara yang etis dan profesional. Tulisan soal tersebut tentu bisa menimbulkan salah paham dan memperburuk citra guru di mata publik.
Tepatkah keputusan Dedi Mulyadi untuk memberhentikan guru tersebut?
Hal itu tergantung dengan hasil evaluasi dan cara pengambilan keputusan yang berkeadilan. Dilihat dari hasil respons dan tanggapan gubernur yang gerak cepat saja sudah sangat baik. Langkah untuk memberhentikan guru tersebut juga banyak yang mendukung untuk melindungi martabat siswa.
Oleh karena itu, sistem pendidikan harus memastikan profesi guru dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan sesuai dengan norma dan etika. Ada pula sebagian yang tidak setuju, karena bisa jadi guru tersebut berniat sejak awal untuk mendidik siswa. Tetapi, penyampaiannya mungkin dengan cara yang belum tepat.
Secara keseluruhan, kita dapat melihat tindakan tegas Dedi Mulyadi dalam mencegah hal yang serupa tidak terjadi kembali di dalam sistem pendidikan, dengan catatan perlu adanya proses evaluasi mendalam dan keputusan yang bijaksana.
Bagaimana dunia pendidikan menyikapi pengajaran materi sensitif?
Guru perlu menggunakan bahasa yang tepat, netral, dan profesional agar siswa memahami materi sistem reproduksi tanpa adanya rasa malu atau tertekan. Selain itu, dipahami pula batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar dalam mengajar.
Melalui cara-cara ini, pengajaran dapat berlangsung sesuai dengan tujuan edukatif tanpa mengorbankan kenyamanan, privasi, dan hak siswa. Kesadaran akan etika dalam mengajar memberikan ruang untuk sistem pendidikan berjalan lebih sehat dan bermartabat.
Dunia pendidikan saat ini merupakan kunci untuk masa depan yang berkelanjutan bagi generasi emas. Kejadian ini harus menjadi pembelajaran agar pendidikan kita tetap bermartabat dan berpihak pada siswa.
Guru adalah panutan, dan setiap tindakan harus diiringi dengan etika dan kebijaksanaan. Semoga ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak bahwa edukasi harus selalu berjalan seiring dengan etika.