Perceraian Mencuat: Benarkah Angkanya Melonjak dan Gugatan Didominasi Istri?

Hayuning Ratri Hapsari | Rahmah Nabilah Susilo
Perceraian Mencuat: Benarkah Angkanya Melonjak dan Gugatan Didominasi Istri?
Ilustrasi perceraian (freepik.com)

Fenomena perceraian di Indonesia kembali menjadi sorotan. Angkanya besar, penyebabnya kompleks, dan ada satu fakta menarik yang muncul dari data resmi, yakni gugatan cerai lebih banyak diajukan oleh istri. Pertanyaannya, apakah benar angka perceraian terus meningkat?

Menurut data yang dipublikasikan melalui laman resmi Kementerian Agama RI, jumlah perceraian pada 2022 mencapai 516.344 kasus. Pada 2023, angka tersebut menurun menjadi 463.654 kasus, atau turun sekitar 10,2% dibanding tahun sebelumnya. Namun, tren pada 2024 menunjukkan dinamika yang lebih variatif.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah perceraian yang terjadi sepanjang 2024 mencapai 399.921 kasus, sedikit menurun dari 408.347 kasus pada tahun 2023. Meski turun, angka tersebut masih jauh lebih tinggi dibandingkan masa pra-pandemi tahun 2020 yang tercatat 291.677 kasus.

Pada saat yang sama, jumlah pasangan yang menikah justru menurun: dari 1,78 juta pernikahan pada 2020 menjadi 1,47 juta pernikahan pada 2024. 

Ini memberi gambaran bahwa stabilitas rumah tangga di Indonesia belum sepenuhnya pulih pascapandemi, bahkan minat untuk menikah pun mulai menurun.

Di sisi lain, data dari Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI (Badilag) menunjukkan angka yang sedikit berbeda. Badilag mencatat 446.359 kasus perceraian pada 2024. 

Perbedaan ini dapat terjadi karena BPS mengompilasi statistik dari banyak sumber, sedangkan Badilag menghitung langsung perkara yang diputus di pengadilan agama. Meski begitu, keduanya menunjukkan garis besar yang sama: angka perceraian tetap tinggi.

Mayoritas Gugatan dari Istri: Cerai Gugat Mendominasi

Pergeseran pola juga terlihat dari siapa yang mengambil inisiatif untuk mengakhiri pernikahan. Sepanjang 2024, jumlah perempuan yang menggugat cerai suaminya tercatat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan suami yang mengajukan cerai talak. 

Berdasarkan data Nikah dan Cerai Menurut Provinsi (Kejadian) 2024 dari Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 308.956 kasus cerai gugat atau perceraian yang diajukan oleh istri, sementara 85.652 kasus cerai talak diajukan oleh pihak suami. Secara keseluruhan, hal ini berkontribusi pada total 394.608 pasangan yang bercerai dari 1.478.302 pasangan yang menikah sepanjang tahun 2024.

Penyebab Perceraian: Konflik Emosional Lebih Dominan dari Masalah Ekonomi

Menurut data yang dirilis oleh Kementerian Agama dan Badan Peradilan Agama, pemicu terbesar perceraian di Indonesia tidak lagi semata-mata persoalan finansial, melainkan perselisihan dan pertengkaran yang berlangsung terus-menerus.

Banyak pasangan memilih mengakhiri pernikahan karena konflik yang tak kunjung selesai, komunikasi yang buruk, hingga kelelahan emosional. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 memperkuat temuan tersebut. Dari total kasus perceraian yang terjadi sepanjang tahun tersebut, 251.125 kasus atau sekitar 63% disebabkan oleh perselisihan dan pertengkaran berkepanjangan. 

Faktor ekonomi berada di posisi kedua dengan 100.198 kasus, sementara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tercatat pada 7.243 kasus. 

Temuan ini menunjukkan bahwa perceraian lebih banyak dipicu oleh dinamika hubungan yang tidak lagi sehat, bukan semata karena tekanan finansial.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak