Bicara soal Mental Illness yang terjadi di Indonesia, masih banyak nih sebagian dari kita yang tidak tahu soal Mental Illnes itu apa. Apa sih Mental Illnes itu?
Bagi yang masih belum tahu soal Mental Illness, maka kalian perlu sekali mengetahui dan membaca artikel ini.
Mental Illness adalah kumpulan penyakit gangguan kejiwaan yang mempengaruhi pikiran, perasaaan dan perilaku seseorang. Gangguan kepribadian ini membuat penderita sulit untuk mengetahui perilaku yang dianggap normal dan tidak.
Mental Illness juga banyak menimpa remaja loh! Sebagian besar gangguan kesehatan mental muncul pada masa remaja atau mungkin di awal usia 20-an.
Para peneliti dari Harvard Medical School menemukan, separuh dari kasus gangguan mental dimulai dari usia sangat muda, 14 tahun dan tigaperempatnya terjadi sejak usia 24 tahun. Karena kemunculannya yang sangat dini itu, maka terapi dan penanganannya harus dilakukan sejak awal pula.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "5 Gejala Gangguan Mental pada Anak dan Remaja".
Direktur Eksekutif National Alliance on Mental Illness (NAMI), Mary Giliberti, menyatakan, ada 1 dari 5 remaja mengidap kondisi gangguan mental seperti yang dijelaskan dari name.org, tapi hanya kurang dari setengahnya yang memutuskan mencari bantuan. Padahal Mental Illness adalah gangguan jiwa yang cukup berbahaya dan dapat menyebabkan bunuh diri.
Penyebab terjadinya Mental Illnes ini muncul oleh banyak faktor, bisa karena stres, depresi karena mengalami tekanan yang dalam terhadap mental, atau traumatik akan kehilangan sesuatu dan seseorang. Tekanan batin karena lingkungan sekitar atau orang tua, kurang perhatian atau kasih sayang dan masih banyak lagi.
Ini juga salah satu penyebab para remaja stres atau depresi banyak yang memutuskan untuk mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan sering meminum alkohol atau minuman keras.
Jika kamu, atau teman dan orang orang terdekat yang kamu tahu sering mengalami hal di bawah ini, maka bisa jadi kamu atau orang terdekatmu memiliki Mental Illness,
1. Sering merasa sedih dan tidak punya harapan
Sering merasa sedih dan tidak memiliki harapan, seperti mengucilkan diri selama lebih dari dua minggu, hati hatilah kalau sebenarnya mentalmu sedang terganggu.
2. Munculnya keinginan mengakhiri hidup
Jika kamu memiliki keinginan atau niatan untuk bunuh diri, bisa jadi kamu mengalami gangguan terhadap mental.
3. Tidak bisa mengendalikan diri sendiri
Suka marah dan teriak teriak histeris hanya karena hal kecil dan sering melakukan tindakan yang beresiko.
4. Sering takut akan sesuatu tanpa alasan
Sering muncul rasa takut tidak beralasan bahkan merasakan sesak nafas itu bisa terjadi karena mental mu yang sedang tidak stabil
5. Perubahan pola makan yang drastis
Berhenti makan dan suka memuntahkan makanan.
6. Mood Swing
Suasana hati yang bisa berubah kapan saja. Bisa sangat bahagia, sedih, mudah tersinggung dan marah marah gak jelas.
7. Sering memikirkan suatu hal dengan berlebihan
Hal kecil saja bisa membuat kamu memikirkan nya dengan terus menerus
8. Suka menyakiti diri sendiri
Menyakiti diri sendiri seperti menjedutkan kepala kepada tembok, juga salah satu gejala Mental Illness.
Disebutkan ada 10 tanda gangguan mental, namun gejala-gejala ini tergantung dengan gangguan dan jenis yang di alami, gejala dapat bervariasi:
1. Orang dengan gangguan kepribadian cluster A cenderung mengalami kesulitan berhubungan dengan orang lain dan biasanya menunjukkan pola perilaku yang dianggap aneh dan eksentrik.
2. Orang dengan gangguan kepribadian cluster B kesulitan berhubungan dengan orang lain. Akibatnya, mereka menunjukkan pola perilaku yang dianggap dramatis, tak menentu, mengancam atau mengganggu.
3. Orang dengan gangguan kepribadian cluster C takut terhadap hubungan pribadi dan menunjukkan pola kegelisahan dan ketakutan di sekitar orang lain. Beberapa suka menyendiri dan tidak ingin bersosialisasi.
Seperti pengakuan dari Karin Novilda, atau yang dikenal dengan Awkarin dalam video yang dia unggah di Youtube-nya. Di dalam video berdurasi 44 menit ini, ia bukan hanya mengklarifikasi soal mengapa ia sempat menghilang dari Instagram dalam video ini dia juga menceritakan soal Mental Illness yang dia alami.
Menurutnya, orang Indonesia kurang mengetahui dengan baik soal Mental Illness, karena di Indonesia masih banyak yang malu membicarakan atau mengakui soal Mental Illness. Itulah sebabnya orang-orang Indonesia masih sedikit yang mengetahui tentang Mental Illness.
Karin menceritakan, saat di bangku SMA, ia pernah mengalami masuk keluar rumah sakit karena attempt of suicide ( upaya bunuh diri ) berkali-kali akibat depresi.
Awalnya, Karin tidak tahu mau cerita kepada siapa pun, karena dia takut kalau bercerita akan disangka tidak waras dan menjadi semakin buruk. Hal ini semakin buruk dari hari ke hari, karena tidak tahu harus melakukan hal apa.
“Aku takut akan kehilangan sesuatu, mungkin seseorang. Nggak harus pacar, mungkin sahabat, termasuk keluarga atau siapapun itu. Pokoknya intinya, aku takut kehilangan akan sesuatu, situasi, momen, dan intinya adalah aku takut kehilangan apa yang telah aku punya. Aku juga takut tergantikan, aku juga takut gak jadi yang terbaik untuk seseorang,” katanya.
Seperti yang sudah dibahas di atas, salah satu gejala Mental Illnes adlah memiliki rasa takut yang berlebihan. Meskipun pasti setiap manusia takut akan kehilangan sesuatu, tetapi Mental Illness berlebihan.
Karin mengalami masa masa depresi selama 2 tahun dan melewatinya sendiri, karena dia masih malu untuk cerita ke orang tua dan teman. Kesadarannya mulai muncul setelah ia mencoba berjalan ke arah yang lebih baik, seperti menonton motivational speech dan membaca motivasi-motivasi yang bisa membuat dia bangkit, hingga akhirnya dia tidak depresi lagi dan dikelilingi oleh orang-orang yang peduli dengannya.
Semenjak kelas 2 sampai 3 SMA, Karin sudah tidak mengalami depresi lagi selama bertahun-tahun, termasuk pada beberapa tahun yang lalu pada saat ‘Awkarin’ sedang marak-maraknya dengan hujatan haters di Instagram, karena membuat kecerobohan dengan video nangis-nangisnya menceritakan tentang putus cinta.
Saat itu, dia merasa tidak peduli dengan sekitar dan omongan orang lain terhadapnya.
Tibalah saat Karin memutuskan untuk masuk ke salah satu management dan ia menandatangani sebuah kontrak, dimana Karin ternyata diberi brand image sebagai ‘Bad Girl’, yang mengharuskan ia tampil tidak sesuai dengan jati dirinya. Ia tidak bisa menolak, apalagi mundur karena sudah menandatangani kontrak.
Di dalam kontrak tersebut ada sanksi atau ketentuan yang akan ia dapatkan jika melanggarnya.
Depresi yang Karin alami kembali, setelah ia dituduh bahwa dia adalah penyebab kematian dari seseorang.
“Tanpa tahu kebenarannya, semua orang menunjuk bahwa aku yang menyebabkan kematian seseorang ini,” ujarnya.
Dengan didukung kabar yang beredar meskipun teman-teman Karin dan Karin sendiri mengetahui kebenarannya, masyarakat tetap menganggap Karin sebagai penyebabnya. Bahkan management-nya yang sudah ia anggap sebagai keluarga sendiri ini, meninggalkan Karin karena mereka ikut di tunjuk sebagai penyebab kematian seseorang itu.
Padahal mereka mengetahui semuanya dan mereka adalah saksi yang nyata. Pada intinya, Karin menyatakan bahwa ia ditinggalkan oleh semuanya. Ia sempat mendapatkan bully-an dari seseorang dengan kata-kata di balik layar, “dasar pembunuh you don’t deserve to live lo yang harusnya mati”.
Juli 2017, akhirnya Mental Illness yang telah lama Karin perjuangkan akhirnya terjadi lagi dan ia mengalami depresi hingga sempat mencoba bunuh diri. Namun depresi saat itu tidak berlangsung lama, karena ia dikelilingi oleh orang-orang yang sayang kepadanya, dan Karin sudah mulai mengerti soal Mental Illness yang terjadi pada dirinya. Ia hanya mengalami depresinya selama 2 bulan.
“Dulu aku punya temen yang bener-bener care sama aku, yang ada sampe nemenin aku tiap hari..,” ujar Karin, dengan menyebutkan nama teman-temannya saat itu.
Menurutnya, cacian dari masyarakat Indonesia yang ia dapatkan bukanlah suatu hal yang penting karena ada teman-temannya.
Salah satu hal positif yang Karin dapatkan dari Mental Illnes-nya adalah, perkataan yang menjatuhkannya, pengalaman hidupnya dapat menjadikan dia pribadi seperti sekarang dan membuat ia bangkit.
Karin sukses dalam menjalankan bisnisnya selama satu tahun, bahkan management yang ia bangun sukses hingga akhirnya masyarakat mulai memberi banyak komentar positif kepadanya.
Namun setelah Karin merasa sudah mempunyai semua yang dia butuhkan di dunia ini, kasih sayang, perhatian, dan uang, ia menyadari bahwa social mediabukanlah suatu kebahagiaan yang kekal, karena menjadi salah satu faktor yang membuat dia berpikir untuk mencari sesuatu yang lebih yang bisa ia dapatkan dan kembali membawa dia depresi.
Misalnya, banyak berpikiran akan hal-hal seperti, kenapa likes di Instagram hanya segitu-gitu saja dan apa yang harus dia lakukan untuk mendapatkan lebih banyak likes. Tapi Karin menyadari, itu bukan lah suatu hal yang benar.
Karin adalah salah satu pengidap Mental Illness yang sukses bertahan hidup dan tidak malu mengakui kepada orang terdekat, bahkan masyarakat luas akan Mental Illness-nya. Masih banyak beberapa orang di sekitar kita yang menutupi nya dan memutuskan untuk tidak konsultasi.
Pada 8 November 2018, aku mewawancara salah satu temanku yang mengalami Mental Illness. Kali pertama ia menyadari akan Mental Illness-nya adalah ketika teman-temannya melihat dia memukul-mukul dirinya sendiri.
Karena sedih dan depresi, dia berpikir untuk mengakhiri hidupnya dan mencoba hal-hal yang tidak sama sekali membuatnya takut. Bukan hanya memukuli diri sendiri, dia pun sering menjedutkan kepalanya kepada dinding, juga membanting barang-barang yang ada di sekitarnya.
“Itu bahkan gue ga ngerasa sama sekali. Gue sadar tapi apa ya, agak ilang gitu aja. Tiba-tiba kaya bukan gue,” ujarnya.
Penyebab Mental Illness-nya kambuh bisa apa saja. Bisa karena ada seseorang yang salah perkataan kepadanya atau bisa saja datang tiba tiba, saat dia sedang merasa sendiri di kamar, atau suatu tempat lainnya yang mulai membuatnya menangis, sehingga ingin melakukan hal-hal berbahaya yang aneh.
Hal yang bisa saja di alami saat Mental Illness-nya terjadi cukup parah dan sangat berbahaya.
“Iya, itu gue nyakitin diri sendiri. Gue lempar barang. Kaya hape gue, laptop. Gila sih, gue ngelakuin apa aja, yang gue bener-bener gak takut sama sekali. Buat matipun atau apapun, gue gak takut. Bisa bisa aja kereta lagi lewat terus gue nyebrang, gue bodo amat. Gila deh, pokoknya,” katanya.
Narasumberku memutuskan untuk hanya bercerita kepada sahabat-sahabatnya, karena ia tahu, kalau ia menahannya sendiri, ia akan merasa lebih berat. Namun tidak satupun keluarganya yang tahu, karena ia merasa tidak dekat dengan mereka.
Meskipun sesekali adiknya pernah mendengar suara saat ia menyakiti dirinya sendiri, ia memutuskan untuk menutupinya dengan berbohong.
“Pernah waktu itu, ade gue buka pintu terus nanya ‘kaka pukul, pukul apa?’ dan gue jawab ‘gak, ini barang jatoh’ atau gak gue bilang aja tadi gue kejedut. Beneran dan mereka percaya. Pasti mereka sering dong denger bunyi apa suara apa, ‘beg, beg, beg’ gitu,” katanya.
Sejauh ini, ia tidak mau melakukan konsultasi meskipun teman teman nya sudah mengusulkan dia untuk ke psikolog atau psikiater dan lembaga kesehatan lainnya. Alasannya karena dia tidak tahu harus menceritakannya dengan bagaimana.
Dia takut bahwa itu malah menimbulkan pikiran (suggest) jika nanti ia dinyatakan sakit jiwa.
“Orang orang kaya gue gak bisa digituin. Itu malah gue makin stres dan beneran ga mau hidup kali ya. Dan itu sering banget. Gue mendingan diem aja, pura-pura ga tau,” katanya.
Upaya menenangkan dirinya ketika Mental Illness-nya kambuh adalah dengan diam, mencoba mengatur napas dan membuat dirinya lebih tenang, meskipun sebenarnya tidak bisa dan merasa semakin parah. Hal lainnya dengan melakukan kesibukan yang mungkin bisa membuatnya lupa, seperti tidur, menonton film atau menelepon teman-teman dekatnya.
“Gue paling ngerepotin temen gue, kaya resahin temen gue juga. Gue pengen ngelakuin hal aneh, soalnya kalo gak ada yang ngecegah juga, kalo ga ada yang sayang dan peduli sama gue mungkin gue udah lewat dari batas gitu loh. Percobaan bunuh diri aja udah ga baik buat diri gue sendiri. Kalo ga ada yang berhentiin, gue ga bakal berhenti,” kata narasumberku.
Kesimpulannya adalah seseorang yang memiliki Mental Illness tidak berbahaya bagi orang lain dan sekitarnya. Dia hanya dapat membahayakan dirinya sendiri.
Kita sebagai masyarakat juga harus peka dan peduli terhadap Mental Illness ini. Tidak sedikit loh remaja yang mengalami Mental Illness. Kasih sayang dan perhatian lebih dari teman-teman dan keluarganya adalah salah satu penguat kehidupannya ketika sedang merasa depresi.
Peran orang tua adalah hal yang sangat penting bagi pengidap Mental Illness. Orang tua harus peka terhadap kebiasaan dan perilaku anaknya.
Ketahuilah, anak lebih dari orang lain atau sahabatnya dan cobalah raih anak kalian agar bisa nyaman cerita dan meluapkan semua yang ia rasakan kepada orang tua.
Jangan sampai anak mengalami masa masa depresi ini sendiri, takut untuk cerita atau bahkan malu. Jalinlah kedekatan terhadap anak bagaikan ‘teman’ atau sahabatnya.
Jadilah orang tua yang tidak keras, namun tegas dan bisa membuat anak nyaman untuk berada di dekat kita. Jangan sampai anak merasa kurang perhatian dan semakin mengucilkan diri.
Beruntung bagi pengidap Mental Illness yang mungkin tidak dekat dengan orang tua, namun memiliki banyak teman yang setia dan peduli menemaninya. Coba kalau tidak, bisa bayangkan apa yang akan terjadi kepada dirinya?
Nah, setelah membaca ini, tidak ada lagi alasan untuk kalian tidak mengetahui apa itu Mental Illness. Jadilah manusia yang peka terhadap lingkungan.
Stop Bullying, karena kalian tidak pernah tahu akibat yang bisa orang tersebut dapatkan setelah di-bully. Bagaimana kalau kalian sebagai pem-bully menjadi penyebab seseorang depresi dan mengalami Mental Illness?
Apa keuntungan yang kalian dapat setelah mem-bully? Kalian tidak pula akan terlihat bagus di mata semua orang.
Hargai dan peduli dengan lingkungan sekitar kita, tidak ada salahnya mengetahui lebih luas dan berbuat baik kepada orang lain. Minimal jika tidak bisa berbuat baik, setidaknya tidak menyakiti.
Teruntuk kalian yang mengalami Mental Illness, hari hari kalian tidaklah begitu berat. Tanpa kalian sadari, lingkungan sekitar seperti keluarga, teman dan sahabat adalah orang orang yang sangat peduli dan sayang kepada kamu loh! Buang jauh jauh rasa takut dan malu kalian untuk bercerita terutama kepada orang tua.
Tidak ada satupun orang tua yang akan marah atau bahkan tidak terima jika mengetahui anak tercintanya sedang mengalami depresi atau Mental Illness. Justru dengan ceritanya kalian ke orang tua, ini adalah kesempatan untuk kamu bisa menjalani hari-hari kamu lebih tenang.
Konsultasi juga bukan suatu yang harus dihindari atau bahkan di takuti, kalian tidak akan di anggap ‘sakit jiwa’ atau dikucilkan sama sekali. Dengan adanya konsultasi, kalian bisa mengetahui banyak hal baik untuk diri kalian sendiri seperti cara menghilangkan ketakutan berlebihan terhadap sesuatu, cara kalian menenangkan diri ketika depresi dan menghindari hal hal yang buruk terjadi pada saat Mental Illness kalian kambuh.
Yuk, beranikan diri untuk sharing dan mengetahui hal hal positif yang bisa kalian dapatkan setelah kalian konsultasi! Juga buang lah jauh jauh rasa malu untuk mengakuinya terhadap orang lain, apalagi orang tua.
Pengirim: Tasya Sabilla, mahasiswi jurusan Public Relations, STIKOM London School of Public Relation Jakarta,