Menjelang bergulirnya turnamen Piala AFF U-23 yang bakal digelar pada pertengahan bulan Juli ini, tim-tim kontestan mulai menyatakan target dan fokus mereka di gelaran. Tiga tim tradisional Asia Tenggara, yakni Indonesia, Thailand dan Vietnam, sepakat menjadikan titel juara sebagai target untuk dipenuhi di turnamen ini.
Namun, berbeda dengan tiga tim di atas, satu tim tradisional lainnya, yakni Malaysia, justru terkesan "malu-malu" saat mengungkapkan target pencapaian mereka di ajang ini. Alih-alih menargetkan gelar juara, tim Harimau Muda justru mematok lolos ke babak semifinal sebagai capaian mereka dalam mengarungi turnamen kali ini.
"Jadi kami menempatkan lolos ke semifinal sebagai target utama kami, yaitu lolos dari babak penyisihan grup. Semifinal akan memberi kami kesempatan untuk melaju ke final," ujar pelatih Timnas Malaysia U-23, Nafuzi Zain sepertimana dilansir laman Suara.com (27/6/2025).
Tentu saja, downgradenya target yang diusung oleh Malaysia ini menjadi sebuah hal yang cukup disayangkan. Pasalnya, terlepas dari persaingan yang ada, Malaysia sendiri merupakan salah satu negara yang menjadi kekuatan utama di kawasan Asia Tenggara.
Bahkan, bersama dengan Indonesia, Thailand dan Vietnam, Malaysia adalah salah satu dari kuartet tim besar Asia Tenggara, yang kerap silih berganti merajai setiap turnamen level regional ASEAN.
Berbedanya target yang diusung oleh Malaysia di ajang ini jika dibandingkan dengan tiga kekuatan utama lainnya, mungkin saja dikarenakan nasib sial yang selalu saja mereka alami saat mentas di Piala AFF U-23.
Bagaimana tidak, di antara kumpulan The Big Four Asia Tenggara tersebut, hanya Malaysia sajalah satu-satunya negara yang tak pernah merasakan manisnya gelar juara di AFF U-23. Berdasarkan catatan dari laman aseanfootball.org, baik Thailand, Vietnam maupun Indonesia, setidaknya sudah pernah menjadi kampiun di ajang ini dalam satu edisi.
Setelah Thailand menjadi juara di tahun 2005, Indonesia menyusul menjadi kampiun pada edisi 2019, sebelum pada akhirnya Vietnam menjadi penguasa di dua edisi terakhir, yakni tahun 2022 dan 2023 lalu.
Sementara Malaysia? Sebagai tim dengan label empat tim terbaik di Asia Tenggara, capaian terbaik mereka hanyalah mampu menjadi semifinalis, karena selalu saja takluk saat memperebutkan posisi terbaik ketiga dalam turnamen edisi 2005 dan 2023.
Bukan hanya masalah pencapaian, ketidakberuntungan Malaysia sendiri juga terjadi saat mereka mmelakoni proses dalam turnamen. Seperti contoh, di tahun 2023 lalu, Malaysia sempat menjadi unggulan bakal merengkuh gelar juara karena bermain apik di fase penyisihan grup.
Bukan hanya itu, dalam perjalanannya menuju semifinal, Malaysia juga sempat menumbangkan Indonesia yang saat itu dihiasi para pemain muda sekelas Ramadhan Sananta dengan skor 2-1 meskipun tertinggal terlebih dahulu.
Namun apesnya, ketika bertarung melawan Vietnam di semifinal, mereka justru tampil antiklimaks dan dihantam sang lawan dengan skor telak 1-4.
Pun demikian halnya di Piala AFF U-23 edisi 2022 di Kamboja. Kala itu, Malaysia tergabung di grup B bersama dengan Indonesia, Myanmar dan Laos. Namun karena imbas covid-19 yang masih belum sepenuhnya mereda, dua pesaing Malaysia di grup ini, yakni Indonesia dan Myanmar memutuskan untuk mundur dari turnamen, dan menyisakan Malaysia dengan Laos.
Bagi penggemar persepakbolaan Asia Tenggara, tentunya dibandingkan dengan Laos, Malaysia lebih diunggulkan untuk lolos ke babak semifinal. Dan karena grup B hanya dihuni oleh dua tim saja, maka penentuan posisi di klasemen pun ditentukan melalui dua pertandingan.
Hasilnya? Dalam dua kali laga melawan Laos, Malaysia selalu bertekuk lutut, di mana mereka menyerah 1-2 di laga pertama, dan terkapar 0-2 di laga kedua. Alhasil, Malaysia yang memiliki kans besar untuk menjadi juara karena tak adanya Indonesia di turnamen justru harus pulang cepat karena kalah bersaing di jalur runner-up terbaik.
Terlihat, dari perjalanan yang dilakoni oleh Malaysia di ajang Piala AFF U-23 ini, mereka memang selalu tak beruntung, dan bisa saja ketidakberuntungan itu terjadi lagi kali ini sehingga membuat sang pelatih tak berani menargetkan gelar juara.