Kolaborasi Pemerintah dan Masyarakat Bisa Wujudkan NTT Bebas DBD

Fabiola Febrinastri | Fabiola Febrinastri
Kolaborasi Pemerintah dan Masyarakat Bisa Wujudkan NTT Bebas DBD
Positif terinfeksi demam berdarah. (Shutterstock)

Nyamuk merupakan salah satu hewan yang sangat sering kita jumpai di kehidupan sehari-hari. Nyamuk sangat senang berada di tempat yang lembab dan tergenang air.

Sebagian besar masyarakat mengenal nyamuk sebagai salah satu hewan yang sangat merugikan, terutama nyamuk penyebab demam berdarah, Aedes aegypti.

Sebagian besar habitat nyamuk tersebut berada di dalam rumah. Hal ini menyebabkan rumah menjadi sarang penyakit demam berdarah dengue (DBD).

Nyamuk merupakan salah satu vektor yang dapat menginfeksi tubuh manusia sehingga menyebabkan manusia menjadi sakit ataupun dapat menyebabkan kematian.

Insiden DBD yang cukup parah di awal 2019, terjadi di salah satu kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT), yaitu Sikka. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, sejak Januari 2019, jumlah penderita DBD terus bertambah.

Januari 2019 sampai hari ini, kasus DBD di Sikka menjadi 102. Pada Januari 2019 terdapat 65 pasien DBD dan Februari 2109, ada 37 pasien DBD.

Penyebab utama dari masalah di NTT adalah sebagian besar masyarakat memiliki perilaku menampung air di ember ataupun bak tanpa melakukan kegiatan 3M (menutup, menguras, mengubur). Hal ini menjadi peluang besar bagi nyamuk Aedes aegypti untuk bertumbuh dan berkembang, serta menyebarkan penyakit DBD.

Kasus DBD di Provinsi NTT dalam empat tahun terakhir mengalami fluktuasi. Pada 2014 ada 487 kasus, pada 2015 meningkat menjadi 665 kasus . Pada 2016 meningkat lagi menjadi 1.213 dan pada 2017 turun menjadi 542 kasus (Kemenkes NTT, 2017).

Penurunan pada 2017 ini menjadi hal yang baik, namun berita buruk mengenai kejadian DBD mulai terjadi lagi di awal 2019, dimana jumlah penyebaran kasus DBD hampir terjadi di semua kabupaten/kota, dengan total 2.191 kasus.

Dampaknya, tiga daerah telah menetapkan status DBD menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB), yakni Kota Kupang, Manggarai Barat, dan Sumba Timur. Dari tiga daerah tersebut, jumlah kasus terbanyak terjadi di Kabupaten Manggarai Barat, yaitu sebanyak 321 kasus per Februari 2019.

Sebagian besar kasus DBD di NTT disebabkan karena pergantian musim. Desember, Januari dan Februari merupakan bulan dengan intensitas curah hujan yang tinggi di NTT. Hal ini menyebabkan banyaknya genangan air, yang merupakan habitat cocok untuk nyamuk bertumbuh dan berkembang.

Pencegahan DBD sangat penting. Upaya pemberantasan DBD sebaiknya difokuskan pada penggerakan potensi masyarakat untuk dapat berperan serta dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M plus (Menguras,Menutup, Mengubur dan Menabur larvasida), penyebaran ikan pada tempat penampungan air, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat mencegah/memberantas nyamuk

Pengenalan gejala DBD harus menjadi pengetahuan dasar masyarakat umum, agar tidak terlambat dalam pengobatan pasien DBD. Pencegahan demam berdarah harus melibatkan banyak pihak, yaitu pemerintah, dinas terkait kesehatan masyarakat dan masyarakat sendiri.

Koordinasi antara semua pihak sangat diperlukan untuk mengakhiri siklus DBD di tengah-tengah masyarakat. Pemerintah dan instansi terkait harus membantu membuat sebuah rencana pencegahan dan pengobatan bagi kasus DBD, sedangkan masyarakat yang menjadi pelaksana dari rencana tersebut akan mematikan nyamuk agar mencegah penyakit ini.

Kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sebaiknya keberlanjutan, sehingga tidak ada kasus yang terulang kembali.

Pengirim : Maria Trivonia Sema, mahasiswa Fakultas Bioteknologi UKDW, Yogyakarta

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak