Seandainya Kita...

Tri Apriyani
Seandainya Kita...
Ilustrasi merenung. (Shutterstock)

Sesungguhnya manusia hidup di dunia ini tidak memiliki hak, yang ada hanyalah sekadar menjalankan kewajban. Sebagai insan ataupun sebagai waga negara; kita semua masih belum mempunyai hak yang layak. Hak untuk hidup nyaman, hak terjaminnya masa tua, hak mempunyai papan dan sAndang yang layak, pendidikan dan seterusnya. Kita hanya mempunyai kewajiban yang harus kita perjuangkan setiap saat dengan ukuran dan kapasitas masing- masing yang berbeda.

Semua yang terjadi baik itu hal yang menyenangkan, menyedihkan, duka, dan lara merupakan keniscayaan yang kita jalani atas izin Tuhan karena Tuhan tidak akan memberi apa yang kita inginkan melainkan apa yang kita butuhkan.

Dalam segala aspek, kita dipertemukan dengan siapa, kapan dan dimana-semua atas izinNya. Demikian juga dengan perbedaan keyakinan. Belakangan ini sering terjadi di kalangan anak muda yang dipertemukan dengan pasangan yang memiliki banyak perbedaan. Di antaranya perbedaan keyakinan.

Perbedaan mutlak adanya di setiap hubungan sesama manusia Agama memang menjadi hal yang sensitif di kalangan masyarakat. Namun apabila sudah disandingkan dengan cinta, hal itu akan menjadi masalah. Tetapi, hal itu merupakan potongan kehidupan yang harus dijalani mengingat cinta adalah hal yang manusiawi dan tidak bisa di rekayasa.

Lantas bagaimana kita memahami bahwa hal tersebut merupakan kewajiban yang diberikan oleh Tuhan dalam menjalani hidup sebagai tahap pendewasaan manusia?

Yang harus kita lakukan hanyalah menjalani itu semua sebagai kewajiban. Tidak perlu berpikir apakah itu akan terjadi atau tidak. Karena semua ketetapan adalah milikNya. Semua kalkulasi manusia tidak akan berlaku. Semua harapan dan mimpi tidak akan terlaksana karena itu adalah ranah Tuhan.

Manusia selalu berada di dalam ruang ketidak tahuan. Tidak perlu menaruh ekspektasi tinggi terhadap apa yang akan terjadi. Kita tidak akan tahu satu jam atau bahkan satu menit kedepan rencana apa yang telah Tuhan siapkan untuk kehidupan kita masing-masing. Karena Tuhan sudah memiliki hasil yang pasti untuk setiap proses yang dijalani.

Menjalin hubungan dengan pasangan yang berbeda keyakinan memang terdengar rumit, namun bukan berarti hal itu membuat Anda menyerah begitu saja. Perbedaan akan selalu ada di setiap hubungan manusia dan justru perbedaan tersebutlah yang akan menyatukannya. Memiliki keyakinan yang berbeda seharusnya sudah diketahui terlebih dahulu oleh Anda dan pasangan. Sehingga juga harus menerima resiko yang akan terjadi nantinya. 

Sebagai pedoman, agama memiliki peran penting untuk kelangsungan hidup manusia. Dalam menjalani hubungan tiap individu harus dappat menghargai dan memaklumi hal ini. Positifnya, Anda dan pasangan akan memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap perbedaan dan akan lebih mudah menerima masalah yang terjadi kelak di lingkungan sekitar dan hidup Anda.

Penting untuk saling bersepakat menjalani perbedaan dengan kedewasaan, menambah wawasan, bacaan dan sharing dengan pasangan-pasangan yang sama menjalani hal tersebut.        

Bicarakan dengan lingkungan terdekat. Tidak menutup kemungkinan adanya pertentangan di tengah perbincangan. Hal ini akan membantu membuka sudut pAndang yang baru. Jangan menunda untuk bicarakan dengan orang tua. Pada dasarnya orang tua akan lebih paham dalam memberi solusi yang tepat bagi anaknya.

Biarkan cinta tumbuh dalam diri Anda. Memutuskan untuk berhenti atau melanjutkan hubungan akan selalu menghantui perasaan pasangan. Jangan lupakan tujuan pertama menjalin hubungan adalah untuk saling menguatkan dan menjadi penyemangat dalam menjalani hidup. Nikmatilah selagi bisa, cinta tahu kemana arah yang dituju.

Jika hasil akhirnya adalah berpisah, ketahui hal itu adalah pilihan yang terbaik. Meskipun sukar saat dijalaninya, Namun pada dasarnya, untuk Anda yang pernah menjalani hubungan beda agama, selalu ada pelajaran yang bisa kalian petik setelah semuanya berakhir.

Mungkin ada benarnya juga seorang teman pernah berkata: “Jika tuhan mempertemukan, lantas mengapa agama memisahkan?” 

Pengirim: Jeihan El Bianca / Mahasiswa Program Studi Hubungan Masyarakat Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia
E-mail: [email protected]

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak