Stres adalah hal wajar yang dialami manusia. Tekanan ini berasal dari luar pikiran dan tidak mengenal usia. Baik anak-anak maupun dewasa, pasti pernah mengalami stres.
Menurut pakar psikolog, Handoko (1997), stres adalah suatu kondisi ketegangan yang memengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang. Penyebabnya pun beragam. Brandon, Feist, dan Myers dalam penelitiannya menuliskan bahwa stres bisa berasal dari katastrofi atau kejadian besar yang terjadi secara tiba-tiba, berubahnya rutinitas yang biasa dijalani, dan kejadian sehari-hari termasuk padatnya jadwal kegiatan, lalu lintas yang macet, dan sebagainya. Penyebab stres ini berasal dari faktor eksternal manusia.
Sebagai dampaknya, stres bisa memengaruhi aktivitas dan kinerja seseorang. Pekerjaan yang bisa diselesaikan dalam dua jam, bisa jadi lebih lama karena hilangnya fokus. Rutinitas yang seharusnya bisa berjalan lancar, bisa jadi terkendala karena panik.
Hal-hal ini bisa dihindari jika kita tahu cara mengelola stres sesuai kemampuan kita. Ketika kita mampu mengelola stres, aktivitas dan kinerja kita sehari-hari akan berjalan dengan optimal.
Ada banyak cara untuk mengelola stres. Jenisnya pun beragam karena dari segi psikologis, pria dan wanita memiliki teknis yang berbeda dalam menangani tekanan. Secara umum, ada beberapa hal yang dapat membantu kita untuk mengelola stres dengan signifikan, salah satunya adalah: mengelola stres dari luar diri.
Terkadang kita tidak sadar bahwa lingkungan sekitar kita tidaklah rapi. Entah itu kamar tidur, kamar mandi, ruang keluarga, meja kerja, atau lingkungan lainnya. Kita bisa menemukan tumpukan berkas yang sudah tidak terpakai, baju-baju yang menumpuk, bumbu dapur yang kedaluwarsa, dan banyak lagi–barang-barang yang tidak terletak pada tempatnya.
Namun, karena kita terbiasa dengan kondisi seperti ini, kita merasa nyaman dan mengabaikannya. Jadi, kita sering mengabaikan benda yang tidak penting. Tahukah Anda, lingkungan seperti ini dapat memengaruhi stres kita? Ya, barang-barang yang berantakan secara tidak langsung memengaruhi stres dalam pikiran kita. Ketika kita berada di lingkungan yang berantakan, pemetaan di pikiran kita pun ikut tidak karuan. Mari kita pelajari metode merapikan barang dengan ahlinya.
Perkenalkan, Marie Kondo. Dikenal dengan nama Konmari, perempuan asal Jepang ini sudah memiliki seri televisi di Netflix dan lebih dari sepuluh judul buku yang membahas kebersihan dan keteraturan barang.
Sebagai organizing consultant, Konmari mencetuskan metode dengan tagline “Keep items that spark joy”, atau simpan barang-barang yang memberikan kita kesenangan.
Kita pasti tidak menyadari berapa banyak benda yang kita timbun, tidak terpakai, tidak berfungsi, bahkan yang tidak kita sadari keberadaannya. Menurut Konmari, cara yang paling sederhana untuk merapikannya adalah memisahkan barang-barang kita dengan perlahan, di waktu luang, dan bisa berjalan selama berbulan-bulan.
Pertama, sediakan tiga buah kardus atau tempat apa saja untuk menaruh barang. Ketiga kardus ini akan diberi tanda “donasi”, “jual”, dan “buang”. Selama proses ini, kita harus tetap mempertimbangkan, mana barang masih layak pakai, bisa dijual, atau harus dibuang.
Seiring dengan berjalannya waktu, setiap kardus akan mencerminkan progres kita. Pada saat ini pun kita akan sadar bahwa ternyata banyak sekali barang tidak penting yang memengaruhi tekanan di dalam pikiran kita.
Merapikan lingkungan yang berantakan akan membantu pikiran bawah sadar kita untuk ikut teroganisasi. Dengan ruang pikiran yang nyaman dan tidak penuh, kita akan jauh lebih mudah menghadapi stres. Bahkan, kita akan mampu mengelola stres dan memberi dampak baik bagi kesehatan diri sendiri.
Beberapa orang telah menerapkan metode Konmari sebagai bentuk terapi demi mewujudkan pikiran yang tenang dan stres yang terkendali. Tidak perlu terburu-buru atau mengeluarkan banyak uang. Mulailah dengan langkah yang paling sederhana, yakni benahi lingkungan terdekat seperti kamar, rumah, dan tempat kerja.
Mari menganggap barang-barang layaknya pikiran yang harus ditata, dibersihkan, bahkan dibuang. Pada akhirnya, hanya ada satu hal yang bisa merealisasikan komitmen ini: niat.
Pengirim: Talitha Nuralodia Mailangka / Mahasiswi Semester 3 jurusan Public Relations dari The London School of Public Relations Jakarta
E-mail: [email protected]