3 Faktor yang Menyebabkan Anak Tumbuh Menjadi Seorang yang Ragu-ragu

Hikmawan Firdaus | Mutami Matul Istiqomah
3 Faktor yang Menyebabkan Anak Tumbuh Menjadi Seorang yang Ragu-ragu
ilustrasi anak peragu.[Pexels/Mikhail Nilov]

Sebagai orang tua, tentu kita tidak ingin anak kita tumbuh menjadi seorang yang peragu. Meskipun tidak sedikit pula orang tua yang menganggap keraguan ini adalah karena si anak masih kecil, namun nyatanya anak yang peragu bahkan bisa menjadi kebiasaan sampai ia dewasa. 

Tidak perlu sibuk mencari kesana dan kemari tentang kesalahan anak yang menyebabkan ia tumbuh menjadi seorang yang peragu. Sebab, semuanya bisa dievaluasi dari bagaimana cara orang tua mengasuhnya. Sebab, faktor terbesar dari sikap anak baik yang positif maupun negatif adalah pengaruh yang kuat dari orang tuanya. 

Berikut ini 3 faktor yang menyebabkan anak tumbuh menjadi seorang yang ragu-ragu, semoga bisa menjadi evaluasi kita sebagai orang tua.

1. Tidak dibiasakan untuk memilih

Penyebab anak tumbuh menjadi seorang yang ragu adalah karena tidak adanya kesempatan maupun ruang untuknya memilih sesuatu. Hal ini biasanya didominasi ketika si anak masih kecil. Misalnya, ketika si anak ingin bermain sesuatu, ibu lebih dominan untuk memilihkannya mainan. Dengan alasan, ibu lebih tau. 

Padahal, tidak ada salahnya untuk memberikan pilihan kepada anak untuk memutuskan mainannya sendiri. Misalnya, ibu bisa mengatakan "Adek mau mainan yang A atau B?" lalu biarkan anak memainkan mainan pilihannya. 

Tentu tidak bisa dibantah jika orang tua memang lebih tau mana mainan yang lebih bagus dan lebih menarik. Sayangnya, anakpun membutuhkan ruang untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Dengan ia dibiasakan memilih sesuatu, lalu ia mendapatkannya, maka ia akan belajar untuk yakin dan bertanggung jawab dengan keputusannya sendiri. 

2. Orang tua tidak menghargai pilihan anak

Faktor yang menyebabkan anak menjadi peragu selanjutnya adalah bisa disebabkan karena orang tua yang seringkali tidak menghargai pilihan anak. Sebenarnya, orang tua dengan karakter ini sudah memberi ruang anak untuk memilih. Namun, ketika anak berani mengambil keputusan, orang tua justru menyepelekannya.

Misalnya, ketika anak diajak membeli tas sekolah. Lalu anak memilih tas warna hijau. Namun, ibu mengatakan "Aduh, jangan yang hijau, nak. Nggak cocok. Kamu kan sudah kelas enam, jadi tas nya warna hitam saja, ya!"

Sikap yang sedemikian rupa bisa membuat anak merasa minder dan ragu akan keputusannya sendiri karena selalu disalahkan oleh orang tuanya. Ruang yang diberikan untuk memilih, rasanya sia-sia saja. Hal ini, bisa berlanjut sampai ketika anak tumbuh dewasa. Ketika ia dihadapkan dengan sebuah pilihan, ia akan merasa ragu untuk memutuskan karena ia terbiasa disalahkan.

3. Anak dianggap tidak mampu mengambil keputusan

Faktor yang menyebabkan anak menjadi peragu juga bisa disebabkan karena orang tua yang menganggap anak tidak mampu membuat keputusan. Misalnya ketika anak masuk sekolah, orang tua lah yang memilihkan sekolah untuknya. Lalu, orang tua pula yang memilihkan ekstra kurikuler anaknya. Dengan alasan, 'ibu lebih tau'. 

Sampai kepada hal terkecil pun orang tua akan selalu ikut campur dan mengharuskan anak untuk menuruti perintah dan menjalani pilihan orang tua.

Menjadi orang tua yang peduli dengan pendidikan dan segala hal tentang anak adalah sebuah kewajiban. Tapi bukan berarti kita bisa selalu merasa lebih tahu dan selalu ingin menang sendiri. 

Segala hal tentang anak, berilah kesempatan ia untuk menunjukkan apa yang ia inginkan, apa yang ia harapkan dan apa yang menjadi kemauannya. Karena pada hakikatnya, ia lah yang akan menjalaninya sendiri. 

Jika anak terbiasa terus menerus membuntuti keputusan orang tua, banyak potensi yang akan tertutupi hanya karena mementingkan ego semata. Ketika ia tumbuh, kemungkinan besar ia akan mengikuti teman-teman maupun orang-orang yang berada di lingkungannya tersebut. Ia tidak akan merasa yakin untuk mengambil keputusan sendirian karena terbiasa hanya menjalankan apa yang orang tuanya perintahkan.

Nah, itu dia 3 faktor yang mempengaruhi anak tumbuh menjadi seorang yang peragu. Yuk, koreksi diri kita sebagai orang tua. Apakah sudah mementingkan keinginan anak atau malah selalu mengutamakan keinginan diri kita sendiri?

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak