Takdir untuk menikah dengan siapa sebenarnya sudah ditentukan oleh Tuhan. Dengan siapapun kita menikah, seharusnya sudah menjadi pertimbangan yang matang dan dipersiapkan untuk menerimanya secara utuh, baik maupun buruk.
Menikah dengan seorang pria dengan buntut anak bungsu merupakan hal yang dialami oleh sebagian orang. Banyak orang menganggap jika seorang perempuan bungsu menikah dengan pria bungsu, maka akan banyak perselisihan di dalamnya.
Meskipun hal tersebut sekadar komentar orang, tidak mengapa untuk menjadi cermin dan bahan pertimbangan kita dalam memilih pasangan. Apalagi jika orang yang memberi tanggapan adalah mereka yang sudah terlebih dulu menikah dengan pria bungsu, patut menjadi panutan belajar.
Tentu banyak yang penasaran, bukan? Sebenarnya, apa saja sih, risiko menikah dengan pria anak bungsu?
1. Tak mau mengalah ketika berdebat
Risiko yang pertama ketika kita menikah dengan pria bungsu adalah dia tidak akan mau untuk mengalah ketika berdebat. Segala keputusan harus ada di tangannya.
Keegoisan yang tinggi dan perasaan bahwa dia adalah seorang pria yang memimpin rumah tangga kerap kali membuatnya sulit untuk memahami perasaan lawan berbicaranya, meskipun itu adalah istrinya sendiri.
Hal ini juga turut dipengaruhi oleh didikan keluarga yang biasanya akan lebih mempriotitaskan keinginan anak bungsu. Misalnya saja ketika kecil, jika anak bungsu berebut mainan dengan kakaknya, maka orang tuanya akan mengatakan "Kakak jangan nakal, dong. Kasih adik, kan adik masih kecil" atau kalimat lain yang membuat seorang anak bungsu terbiasa 'menang'.
2. Cenderung memiliki sikap pemalas
Anak bungsu selalu menjadi anak tersayang dari orang tuanya. Tidak terkecuali seorang pria anak bungsu. Sebelum berumah tangga, ia biasanya menjadi kesayangan keluarga, entah itu orang tuanya maupun kakak-kakaknya.
Tidak seperti anak sulung yang biasanya selalu memikirkan orang tua dan adik-adiknya sehingga membuatnya tumbuh menjadi seorang pria yang pekerja keras, ketika anak bungsu menginginkan sesuatu, ia terbiasa mengandalkan kakak atau orang tuanya. Kebiasaan itulah yang membuat pria bungsu cenderung memiliki sikap pemalas. Entah itu malas bekerja maupun malas membantu istri di rumah.
Malas bekerja disebabkan karena kebiasaannya dengan mudah mendapatkan uang dari keluarganya. Begitu juga kemalasannya dalam melakukan tugas rumah, hal tersebut dikarenakan keluarganya yang tidak terbiasa membiarkannya bergelut dengan tugas rumah.
3. Manja/anak mama
Manja bisa terjadi kepada siapapun, tidak melulu harus perempuan. Banyak kok di luar sana pria yang menja. Sebelum menikah, seorang pria bungsu biasanya akan sangat dekat dengan ibunya.
Ketika sudah menikah, sikap tersebut bisa terbawa selamanya. Kedekatan antara ibu dan anak yang sudah memiliki istri dan anak yang dilakukan secara berlebihan, justru akan berdampak buruk bagi keluarganya sendiri.
Seorang istri yang memiliki suami terlalu dekat dengan ibunya, selalu mementingkan ibunya, mengutamakan ibunya, tidak pernah mau membela istri di depan ibunya, selalu mengadukan masalah apapun yang terjadid dalam rumah tangga, serta berbagai macam hal lain yang membuat seorang istri memiliki pemikiran bahwa suaminya adalah 'anak mama', akan membuatnya merasa tidak dihargai oleh suaminya sendiri. Hal tersebut akan memicu permasalahan dalam rumah tangga.
Dekat dengan orang tua adalah hal yang mulia. Namun ketika sudah berkeluarga, maka sepatutnya jika seorang pria lebih bisa bersikap bijaksana dan memikirkan istri dan anaknya.
4. Kurangnya inisiatif
Seorang pria bungsu, biasanya kurang ada inisiatif dalam melakukan maupun menghadapi sesuatu. Misalnya ketika ada mertua datang ke rumah, dia biasanya tidak memikirkan oleh-oleh atau buah tangan yang sepatutnya diberikan. Begitu pula ketika dia mengajak anak istrinya untuk pulang ke rumah orang tuanya, tidak ada inisiatif untuk membuat istri menuruti keinginannya.
Tidak adanya inisiatif ini juga disebabkan karena dia tidak terbiasa memperjuangkan sesuatu untuk mendapatkannya. Pikirannya seolah masih seperti anak-anak saja yang apa-apa mengandalkan orang tuanya.
5. Sulit mengambil keputusan
Ketika seorang pria anak bungsu dihadapkan kepada sebuah keputusan yang sulit, maka dia kesulitan untuk memilahnya. Hal tersebut dikarenakan didikan orang tua yang biasanya tidak membiarkan anak memilih, tetapi memilihkan untuk anak, sehingga anak tinggal menjalankan apa yang orang tua putuskan.
Bahkan ketika dia mengambil sebuah keputusan, seringkali adalah keputusan yang salah, semaunya sendiri, solusi tercepat, dan tidak mempertimbangkan orang lain maupun jangka panjang dari keputusannya tersebut. Hal demikian tentu bisa berbuntut panjang pada pertengkaran dalam rumah tangga.
6. Cara menghadapi masalah
Seorang pria anak bungsu ketika menghadapi masalah biasanya akan menjadi seseorang yang mudah panik, takut dan selalu mengharapkan bantuan maupun dukungan dari orang lain.
Ketika ada masalah sederhana, misalnya lupa menaruh kunci motor saja, bisa membuatnya sangat panik bahkan berujung marah kepada siapapun yang ia temui. Hal tersebut dikarenakan ia tidak pandai mengelola emosinya sendiri.
7. Kebergantungan secara finansial
Anak bungsu yang terbiasa bergantung secara finansial kepada orang tua dan kakaknya juga turut terbawa sampai ketika ia sudah menjalani hidup berumah tangga.
Misalnya, ketika dalam rumah tangganya sedang memiliki kondisi uang yang tidak stabil, uang bulanan yang tidak cukup, membutuhkan bantuan pinjaman, maka dengan cepat tanpa pikir panjang, ia akan langsung meminta bantuan kepada orang tua maupun kakaknya.
Padahal, akan lebih baik jika sudah berumah tangga maka masalah finansial menjadi masalah antara suami dan istri saja. Sebisa mungkin, tutuplah kesulitan finansial yang sedang dirasakan saat berada bersama orang tua maupun mertua.
Nah, itu dia 7 risiko menikah dengan pria anak bungsu. Bagaimanapun hal tersebut hanyalah sebuah risiko. Tentunya, tidak semua orang memiliki sikap yang sama. Banyak pula seorang pria anak bungsu yang justru tumbuh menjadi seorang yang penyayang dan memiliki empati yang tinggi.
Tidak lain tidak bukan, semua itu dipengaruhi oleh bagaimana seseorang dididik oleh orang tuanya, tumbuh dalam lingkungan yang seperti apa, dan sebanyak apa pengalaman hidup yang sudah ia rasakan.