Yang namanya seorang anak tentunya tidak bisa jauh dari tuntutan orangtua. Semasa sekolah, kita dituntut untuk bisa menjadi juara kelas. Saat naik ke jenjang kuliah, kita dituntut untuk bisa berkuliah di perguruan tinggi negeri.
Dan, saat sudah wisuda, kita dituntut untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang bagus dengan gaji yang tinggi. Rasa-rasanya, tuntutan itu tiada akhir. Selesai dari tuntutan yang satu, kita diberikan tuntutan yang lain, dan begitu seterusnya.
Beranjak dari hal-hal umum, orangtua juga kerap memberikan tuntutan kepada anak sesuai gender. Misal, anak laki-laki harus kuat, tidak boleh manja, tidak boleh cengeng. Anak perempuan harus bisa masak dan tampil feminim. Tuntutan-tuntutan ini kemudian menjadi suatu tekanan bagi sang anak.
Memangnya, seorang anak laki-laki tidak boleh menangis sekalipun hal tersebut menguras emosinya? Memangnya, anak perempuan tidak boleh berpenampilan boyish? Selagi dia nyaman, kenapa tidak? Akan tetapi, setiap orang tua selalu mempunyai caranya sendiri untuk menuntut dan mendidik karakter sang anak, terutama anak perempuan yang kelak akan menjadi istri seorang laki-laki.
Berikut 3 tuntutan yang biasanya diberikan orangtua pada anak perempuan.
1. Harus bisa masak
“Nanti kalau kamu sudah nikah, lalu nggak bisa masak, suami dan anakmu mau dikasih makan apa? Makan batu?”
Kalimat di atas adalah ultimatum yang paling sering diberikan orang tua khususnya sang ibu kepada anak perempuannya. Katanya, mereka sudah lebih dulu merasakan pahitnya perjalanan pernikahan sehingga tidak mau anaknya merasakan hal yang sama.
Sebenarnya, sah-sah saja. Orang tua hanya ingin anak perempuannya hidup sejahtera. Akan tetapi, entah kenapa, sedari dulu anak perempuan selalu dituntut untuk bisa masak, padahal bisa memasak bukanlah kodrat seorang perempuan.
2. Tampil feminim
“Anak perempuan harus pakai rok. Kalau sering pakai celana, kayak anak laki-laki.”
“Anak perempuan harus feminin, jangan ngangkang gitu duduknya.”
Tampilan feminim seolah-olah menjadi suatu penghalang bagi kebebasan anak perempuan. Padahal, mereka seharusnya bisa tampil dengan cara dan gaya yang nyaman bagi mereka. Namun, aturan tampil feminim ini seolah membuat mereka kehilangan ruang untuk bertampil nyaman.
3. Jangan malas berberes rumah
Katanya, tempat perempuan itu ialah di rumah, khususnya di dapur. Perempuan tidak boleh malas berberes rumah supaya kelak ketika menikah, tidak perlu mempekerjakan asisten rumah tangga.
Lalu, bagaimana dengan anak laki-laki? Apa itu artinya mereka bisa bermalas-malasan di rumah? Tidak, bukan? Lantas, kenapa hanya anak perempuan yang dituntut untuk bisa berberes rumah?
Tuntutan-tuntutan itu rasanya tidak akan pernah bisa hilang dari peradaban. Sebagai anak perempuan, kita hanya bisa mengikuti hal-hal yang sekiranya baik dan berguna untuk kita, yang hanya bisa menekan kita, bisa kita kaji ulang lagi, ya, untuk diikuti.