5 Alasan yang Membuat Orang Kesulitan untuk Beristirahat, Dianggap Malas

Hayuning Ratri Hapsari | šŸ€e. kusuma. nšŸ€
5 Alasan yang Membuat Orang Kesulitan untuk Beristirahat, Dianggap Malas
Ilustrasi beristirahat (Unsplash.com/Kinga Cichewicz)

Bisa dibilang istirahat hampir seperti bernapas, aktivitas yang dibutuhkan tubuh secara otomatis. Sayangnya, meski sadar kalau butuh mengistirahatkan tubuh akibat kelelahan, baik fisik maupun mental, orang kerap merasa kesulitan untuk melakukannya meski tahu ini saat yang tepat. Berbagai alasan pun ikut melatarbelakangi kondisi tersebut.

Mulai dari dianggap bentuk kemalasan sampai definisi yang dipersempit, berikut beberapa alasan yang sering membuat orang merasa kesulitan untuk istirahat. Kamu gitu juga, gak?

1. Mengidentikkan istirahat sebagai bentuk kemalasan

ilustrasi perilaku malas (Unsplash.com/Adrian Swancar)
ilustrasi perilaku malas (Unsplash.com/Adrian Swancar)

Mindset yang mengartikan istirahat sebagai bentuk kemalasan memang masih sering menghantui pikiran sebagian besar orang. Mereka kerap berpendapat bahwa untuk mencapai sukses maka harus mau bekerja keras tanpa kenal lelah dan pantang berhenti.

Kondisi seperti ini dirasa harus terus dijaga hingga terkadang waktu rehat dianggap sebagai jeda yang memutuskan koneksi pikiran yang sedang fokus-fokusnya bekerja.

Jeda untuk beristirahat yang sebenarnya sangat dibutuhkan malah dituding sebagai “bibit” kemalasan yang wajib dihalau.

Meladeni keinginan untuk rehat atau sekadar berhenti sesaat untuk me-refresh pikiran pada akhirnya diartikan sebagai sifat malas hingga hanya boleh dilakukan saat sudah benar-benar lelah dan tidak punya pilihan lain selain beristirahat.

BACA JUGA: 5 Cara Istirahat yang Baik Menurut Psikologi, Segera Praktikkan!

2. Pengaruh karakter perfeksionis dalam diri

ilustrasi bekerja (Unsplash.com/Bonnie Kittle)
ilustrasi bekerja (Unsplash.com/Bonnie Kittle)

Disadari atau tidak, halangan untuk mengistirahatkan diri justru datang dari sikap perfeksionis dalam diri yang seolah sudah mendarah daging.

Orang perfeksionis yang sering merasa takut gagal biasanya selalu ingin melakukan segala sesuatu dengan sempurna. Jadi, gak heran kalau beristirahat akan sulit dilakukan selama masih berada dalam tahap mengejar sesuatu yang diinginkan.

Istirahat dianggap sebagai perilaku yang tidak mendukung kesempurnaan hasil yang sedang diupayakan saat ini. Beristirahat juga dianggap akan merusak tatanan waktu yang sudah diatur sedemikian rupa demi bisa sukses sesuai rencana.

Pada akhirnya, bkat beristirahat hanya akan dianggap sebagai penghalang meski kelelahan sudah semakin kuat dirasakan.

3. Menyimpan perasaan negatif secara tidak sadar

ilustrasi beristirahat (Unsplash.com/Kinga Cichewicz)
ilustrasi beristirahat (Unsplash.com/Kinga Cichewicz)

Ada mindset yang tanpa sadar kerap dibangun dalam pikiran bahwa istirahat hanya akan menimbulkan kebosanan.

Sayangnya, pikiran tersebut justru mendatangkan perasaan negatif yang ujungnya membuat waktu rehat jadi kurang maksimal. Di tengah waktu rehat, ada kebosanan yang mendorong munculnya rasa sepi, kesal, atau bahkan perasaan terjebak.

Akibat enggan mengalami semua kondisi tersebut, orang pun beranggapan kalau lebih baik tidak beristirahat sekalian saja. Pada akhirnya seseorang hanya merasa lebih “hidup” jika terus sibuk dan beraktivitas dibanding menuruti keinginan tubuh yang meminta jeda rehat akibat sudah merasakan kelelahan.

BACA JUGA: 5 Aktivitas yang Dapat Dilakukan Saat Istirahat Kerja, Lebih Bermanfaat!

4. Menganggap waktu untuk istirahat akan butuh “tebusan”

ilustrasi bekerja (Unsplash.com/Thought Catalog)
ilustrasi bekerja (Unsplash.com/Thought Catalog)

Di tengah padatnya kesibukan yang setiap hari dilalui, mengambil waktu istirahat barang sebentar dianggap sebagai bentuk kerugian.

Awalnya mungkin hanya merasa tanggung untuk meninggalkan kesibukan saat ini, tapi lama-lama jadi sayang jika harus terjeda rehat. Kalau terpaksa harus rehat, orang berpikir seolah waktu santainya tadi harus ditebus.

“Tebusan” inilah yang kemudian membuat pekerjaan yang sempat ditinggalkan seolah harus dilakukan dua kali lipat dari biasanya, harus lebih keras dan cepat.

Gak heran kalau kemudian muncul anggapan jika lebih baik terus lanjut kerja dibanding rehat tapi nanti harus menebus berkali lipat dan pastinya akan terasa lebih melelahkan.

5. Memaknai istirahat hanya sebatas tidur

ilustrasi tidur (Unsplash.com/ )
ilustrasi tidur (Unsplash.com/ )

Gak dimungkiri bahwa masih banyak orang yang kurang tepat mendefinisikan waktu beristirahat. Orang kerap berpikir kalau istirahat itu cukup dengan tidur.

Padahal kalau cuma sebatas tidur dalam artian memejamkan mata dan terlelap, belum tentu tubuh dan pikiran sudah benar-benar terbebas dari kelelahan. Seringnya tidur saja tetap gak mampu mengurai kelelahan mental akibat stres.

Tidak heran kalau beberapa orang yang merasa sudah beristirahat pasca tidur tetap merasakan kelelahan fisik dan mental. Hal ini dikarenakan hanya tubuh yang diam sedangkan pikiran masih terus bekerja. Ujungnya, rehat dianggap tidak berguna hingga muncul anggapan lebih baik tidak beristirahat saja sekalian.

Sebenarnya, inti dari beristirahat bukan sekadar diam atau tidak melakukan aktivitas apa pun. Lebih dari itu, sama halnya dengan tubuh, pikiran juga membutuhkan rehat agar terbebas dari hal-hal yang membebani.

Jadi, jangan biarkan alasan-alasan tadi terus membuatmu merasa kesulitan atau bersalah jika menginginkan untuk beristirahat, ya. Rehat bukan dosa, kok.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak