Gallup Global Workplace dalam laporannya tahun 2022 menunjukkan bahwa hanya 24 persen pekerja di Indonesia yang merasa engaged dalam pekerjaannya. Angka ini membuat pekerja Indonesia menempati peringkat keempat dari sembilan negara di Asia Tenggara dalam hal engagement saat bekerja.
Rendahnya engagement rate diindikasikan dapat terjadi karena tidak terkoneksinya perasaan individu dengan tempat kerjanya serta sering mengalami kelelahan dan kurangnya work life balance. Faktor budaya perusahaan juga disinyalir memiliki peranan besar dalam menentukan sikap karyawan terhadap pekerjaannya. Kemajuan industri saat ini membuka mata pekerja untuk lebih peduli terhadap kesehatan mentalnya dan saat ini muncul istilah quiet quitting.
Quiet quitting menjadi salah satu yang populer dan cukup hangat diperbincangkan dalam dunia kerja yang diartikan sebagai memberhentikan segala aktivitas tepat saat jam kerja berakhir. Karyawan yang menerapkan quiet quitting ini hanya melakukan pekerjaan sesuai dengan job description yang telah diberikan tanpa adanya upaya untuk bekerja melebihi tugas dan tanggung jawabnya dengan sukarela.
Quiet quitting diindikasikan dapat mengurangi permasalahan-permasalahan negatif di tempat kerja diantaranya yaitu mengurangi tingkat stres, terhindar dari burnout serta menghindari pekerjaan-pekerjaan yang melebihi tugas dan tanggung jawabnya sesuai kesepakatan kerja. Semua ini dilakukan untuk dapat fokus terhadap work life balance dan kesehatan mental.
Berikut 4 hal yang menyebabkan seorang karyawan memutuskan untuk quiet quitting dalam bekerja;
1. Beban kerja yang berlebihan
Melakukan pekerjaan yang melebihi batas kewajaran tentu saja akan membuat seorang karyawan merasa berat untuk melakukannya. Apalagi pekerjaan tersebut diluar tugas utamanya dalam menjalani peran sebagai seorang karyawan. Beban kerja yang berlebihan ini menjadi faktor munculnya permasalahan lain diantaranya stres, sakit kepala serta gangguan pencernaan.
2. Kurangnya apresiasi
Bentuk apresiasi yang diharapkan karyawan diantaranya bonus kinerja, promosi karir maupun pelatihan pengembangan diri karyawan. Namun, karyawan merasa kurang dihargai dan diapresiasi di tempatnya bekerja. Padahal, seluruh tugas dan tanggung jawab telah diselesaikan dengan maksimal hingga akhirnya quiet quitting dirasa menjadi pilihan yang tepat bagi individu tersebut.
3. Menurunnya kepuasan kerja
Karyawan dapat saja mengalami penurunan kepuasan kerja bahkan target-target yang diberikan luput dari pencapaian. Hal ini dapat terjadi karena rendahnya upah yang diberikan, pemimpin yang kurang mendukung, terjadinya konflik antar karyawan.
4. Work life balance
Work life balance merupakan sebuah istilah yang diartikan dengan keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi. Namun, bagi karyawan yang memiliki permasalahan dan tidak mampu menyeimbangkan dua peran ini maka akan sangat berdampak terhadap pekerjaannya hingga pada akhirnya memilih untuk menjadi quiet quitting demi menyelesaikan persoalan yang dihadapinya.
Demikianlah 4 hal yang membuat karyawan memilih menjadi quiet quitting. Meskipun demikian, masih terdapat juga karyawan yang dapat bekerja melebihi tugas dan tanggung jawab utamanya dan loyal terhadap perusahaan.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS