Di zaman serba digital ini, gawai bagaikan jantung yang berdegup dalam kehidupan. Tak terkecuali untuk anak-anak, gawai kerap menjadi bagian dari realita keseharian mereka. Tak jarang, aktivitas berselancar di dunia maya mendominasi hampir sepanjang waktu. Sangat mengkhawatirkan mengingat dampak buruk akibat kecanduan gawai sudah banyak dikaji.
Melansir laman situs kominfo, Menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna internet terbanyak berada pada rentang usia 13-18 tahun dengan penetrasi mencapai 75,5%. Sementara itu, data Kementerian Kominfo menunjukkan 93,52% penggunaan media sosial dilakukan oleh anak dan remaja usia 9-19 tahun. Mayoritas memanfaatkan gawai untuk mengakses media sosial dan game online.
Gawai yang terhubung dengan sistem daring memiliki berbagai fitur yang bisa bermanfaat, tetapi juga bisa membahayakan kehidupan anak-anak. Layar tayang pada gawai memiliki efek visual dan audio yang menarik bagi otak anak yang sedang berkembang. Hal ini membuat anak-anak lebih sering menghabiskan waktunya untuk bermain gawai daripada berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Hal ini sangat riskan mengingat otak bagian frontal lobe yang mengatur pengendalian diri pada anak belum berkembang sempurna. Akibatnya, mereka sangat rentan kecanduan dan kesulitan mengontrol diri. Apalagi konten digital begitu masif dan tanpa batas, sehingga mudah memicu obsesi luar biasa.
Berdasarkan laporan yang dirilis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kecanduan game online kini telah dicatat sebagai gangguan kesehatan mental dalam International Classification of Diseases (ICD-11). Di Indonesia, kasus serupa juga makin mengkhawatirkan.
Lantas, langkah apa yang bisa dilakukan orang tua demi melindungi buah hati dari bahaya laten ini? Sebelumnya, pahami dulu karakter dan minat sang buah hati secara mendalam. Dengarkan keluh kesahnya dengan penuh empati tanpa menghakimi. Sehingga orang tua betul-betul mampu menggambarkan 'kebutuhan' sang anak terhadap konten yang dibutuhkan saat berselancar dengan gawai.
Memahami kebutuhan konten pada anak memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun bukan berarti mustahil dilakukan. Dengan beberapa trik cerdik dan konsisten, orangtua dapat 'memanfaatkan' candu gawai sang buah hati untuk tumbuh kembang maksimal sang anak. Jangan ragu mulai menerapkannya sejak dini!
1. Batasi Waktu Penggunaan Gawai
Carilah celah di antara aktivitas padat anak Anda dan tentukan batasan waktu ideal penggunaan gawai sehari. Misalnya, hanya di saat sebelum tidur selama 30 menit. Atau, ketika menunggu jemputan di sekolah selama 15 menit. Tetap konsisten dengan aturan yang disepakati bersama sang buah hati.
2. Pilihkan Konten yang Berkualitas
Jangan biarkan anak asyik menjelajah konten apa saja di gawai seenaknya. Sebagai orangtua, Anda harus menyeleksi tayangan dan aplikasi yang bermanfaat sesuai usianya.
Misalnya, untuk anak balita pilihkan cerita bergambar, lagu-lagu kanak-kanak, atau permainan edukasi. Sedangkan untuk usia sekolah dasar, pilihkan video atau game yang mengasah daya pikir dan kreativitas.
3. Berikan Keteladanan
Anak cenderung mencontoh apa yang dilakukan orangtuanya. Jadi, jika Anda sendiri kecanduan gawai, besar kemungkinan si kecil pun akan mengikuti jejak yang sama.
Oleh karena itu, terapkan aturan penggunaan gawai yang bijak untuk diri sendiri. Misalnya, mematikan notifikasi ketika sedang bersama anak atau tidak menggunakan gawai saat makan bersama.
Dengan begitu, sang buah hati ikut belajar mengendalikan diri dari jeratan gawai sejak dini.
4. Tingkatkan Interaksi Tatap Muka
Meskipun zaman makin modern, interaksi langsung tetap tak tergantikan. Luangkan waktu khusus berbincang dan bersenda gurau dengan anak tanpa gangguan gawai.
Saat itulah Anda bisa mengenal lebih jauh karakter dan minat si kecil. Jalinan batin yang erat antara orangtua dan anak pun terbentuk seiring waktu. Anak-anak cenderung lebih penurut dan jarang melawan jika kebutuhan afeksinya terpenuhi.
5. Ciptakan Alternatif yang Menarik
Bosan adalah musuh utama yang membuat anak betah berlama-lama dengan gawai. Oleh sebab itu, ciptakan sejumlah aktivitas menarik yang bisa dilakukan bersama saat waktu senggang tiba.
Ajaklah si kecil melakukan hobinya seperti menggambar, bermain lego, hingga mewarnai. Atau, lakukan aktivitas di luar ruangan seperti bersepeda, berkebun, hingga piknik ke taman kota.
Dengan begitu, fokus dan antusiasmenya beralih dari gawai. Dan, tentu saja mengeratkan hubungan orangtua-anak.
6. Beri Penghargaan dan Hukuman
Dua cara ini dapat digunakan sebagai reinforcement agar si kecil konsisten menaati aturan main penggunaan gawai.
Bila berhasil menjalani tantangan meminimalkan gawai dalam kurun waktu tertentu, berikan penghargaan yang disukainya. Sebaliknya, jika melanggar aturan main, berikan hukuman yang mendidik seperti tidak memberi uang jajan sehari.
Namun, pastikan punishment tidak berlebihan agar tidak berdampak buruk pada psikologi si kecil. Diskusikan terlebih dahulu dengan sang buah hati.
7. Perhatikan Tanda-Tanda Bahaya
Meski sudah dibatasi, tetap perlu waspada. Segera tangani jika mengamati tanda-tanda anak mulai kecanduan gawai seperti gelisah saat tidak memegang gawai, prioritaskan gawai ketimbang belajar, hingga berbohong soal intensitas penggunaannya.
Konsultasikan dengan dokter anak jika perilaku tak wajar akibat kecanduan gawai sudah parah dan sulit diatasi sendiri. Kerjasama yang baik antara orangtua dan ahli sangat penting untuk memutus rantai kecanduan gawai pada si kecil.
Demikian 7 tips jitu 'memanfaatkan' candu gawai sang buah hati untuk tumbuh kembang maksimal sang anak yang dapat Langsung diterapkan. Dengan extra sabar dan telaten, orangtua pasti mampu menjaga sang buah hati tetap tumbuh sehat dan cerdas di era digital.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.