Buat banyak anak muda, thrifting awalnya menjadi cara paling simpel untuk tampil keren tanpa harus bikin dompet jebol. Tapi belakangan, harga barang thrift malahan sering bikin kening berkerut.
Contohnya, seperti curhatan viral di X tentang kaos bekas yang dijual dengan harga hampir sejuta. Rasanya jadi penasaran, thrifting sekarang masih murah meriah atau sudah "naik kasta"?
Di Indonesia, awalnya fenomena ini menjadi populer karena harganya yang ramah di kantong, terutama di kalangan mahasiswa dan anak muda. Lama-kelamaan, tren ini sudah menjadi bagian dari gaya hidup.
Jadi, thrifting tidak lagi sekadar soal beli barang bekas, tapi juga tentang estetika vintage, sustainability, hingga bahkan status sosial.
Tapi baru-baru ini, rupanya harga thrifting jadi makin mahal. Sampai-sampai ada warganet yang posting keluhannya di X.
Tulisnya, “Iya sih ada brand-nya, tapi thrift harga 850k tuh kayak gimana gitu. Dan yang gak ada brand pun dia matok harga tinggi buat sekadar kaos,” pada Senin (22/9/2025).
Dari Murah Meriah Jadi Mahal: Fenomena 'Gentrifikasi Thrifting'
Fenomena harga thrift selangit ini bisa dilihat melalui kacamata gentrifikasi. Biasanya, istilah ini digunakan untuk menjelaskan kawasan murah yang berubah menjadi mahal karena masuknya kelompok dengan daya beli yang lebih tinggi.
Nah, dalam kaitannya dengan thrifting, sekarang minat terhadap barang secondhand menjadi lebih tinggi, tidak hanya dari kalangan yang butuh barang murah, tapi juga dari para fashion enthusiast dan kolektor.
Namun, sebetulnya ada beberapa faktor lain di balik alasan harga barang thrift jadi melonjak. Yuk, kita cek beberapa di antaranya:
- Risiko di Balik Bisnis Baju Bekas
- Risiko Legalitas dan Biaya Impor
Buat yang belum tahu, mengimpor pakaian bekas ke Indonesia itu sebenarnya dilarang. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2022, pakaian bekas termasuk dalam kategori limbah mode dan barang yang dilarang impor. Mengimpornya secara ilegal dapat dikenakan sanksi pidana penjara hingga 10 tahun dan denda miliaran rupiah.
Penyelundupan dan Rantai Distribusi yang Rumit
Nah, karena impor resmi dilarang, muncullah risiko penyelundupan. Barang yang masuk melalui jalur tidak resmi ini sering kali melewati banyak "pintu" dan memasukkan berbagai biaya tambahan, mulai dari "uang pelicin" hingga biaya logistik yang mahal. Semua biaya ini pada akhirnya dibebankan ke harga jual.
Merek Impor dan Eksklusivitas
Barang dari merek besar seperti Supreme, Stussy, atau bahkan merek-merek mewah lainnya, apalagi jika barangnya merupakan edisi khusus atau vintage, nilainya akan semakin dianggap tinggi. Karena legalitasnya rumit dan barangnya langka, harganya pun bisa melonjak drastis.
Kualitas dan Kondisi Barang
Barang bekas dengan kualitas yang masih bagus atau bahkan like new, pastinya jadi incaran banyak orang. Para penjual thrift yang jeli akan melakukan proses kurasi, di mana mereka memilih barang-barang terbaik dari setiap bal. Tentu saja, barang yang sudah dikurasi ini akan dihargai lebih tinggi.
Jadi, fenomena harga thrift yang semakin mahal bukan hanya karena tren, tetapi juga karena ada berbagai regulasi dan risiko bisnis di baliknya yang memengaruhi harga barang. Sebagai para pemburu barang thrift, yuk, kita jadi lebih bijak dalam membeli dan memahami kenapa harganya bisa seperti itu.
Penulis: Flovian Aiko