Sayang Teman tapi Capek: Kenalan Sama 'Friendship Burnout' yang Bikin Kita Ingin Menghilang

M. Reza Sulaiman
Sayang Teman tapi Capek: Kenalan Sama 'Friendship Burnout' yang Bikin Kita Ingin Menghilang
Ilustrasi pertemanan - friendship burnout. (Pexels/RODNAE Productions)

Pernah nggak, sih, kamu merasa sayang banget sama teman-temanmu, tapi di saat yang sama, rasanya capek sekali untuk membalas pesan, ikut nongkrong, atau sekadar mendengarkan curhatan mereka? Bukan karena kamu tidak peduli, tapi karena energimu sudah habis.

Aneh rasanya ketika sesuatu yang dulu terasa menyenangkan, kini justru terasa seperti beban. Inilah yang oleh banyak orang disebut sebagai friendship burnout, yaitu kondisi di mana berteman pun bisa terasa sangat melelahkan.

Paradoks Persahabatan: Penopang Sekaligus Beban

Persahabatan memang sering dianggap sebagai salah satu kekuatan utama dalam hidup manusia. Menurut Mayo Clinic, hubungan sosial yang sehat terbukti dapat meningkatkan kebahagiaan, menurunkan stres, dan bahkan mengurangi risiko penyakit mental maupun fisik.

Berteman bukanlah hanya soal hiburan, melainkan berfungsi sebagai penopang emosi dan jaring pengaman ketika hidup terasa berat.

Namun, di sisi lain, persahabatan juga memiliki sisi yang jarang dibicarakan. Berdasarkan artikel dari Vox, persahabatan juga dapat menjadi sumber kelelahan emosional. Terutama di tengah hidup yang semakin penuh tekanan, banyak orang merasa ingin menjadi teman yang baik, tapi mereka sendiri sudah kehabisan tenaga untuk bisa hadir secara emosional.

Dari sinilah muncul fenomena emotional exhaustion in friendship, yaitu situasi ketika seseorang tetap peduli, tapi merasa sangat berat untuk terlibat secara aktif.

Kenapa Bisa Sampai 'Burnout' Sama Teman?

Tekanan pekerjaan, masalah ekonomi, trauma masa lalu, hingga proses pemulihan dari masalah pribadi dapat membuat seseorang sulit untuk terus-menerus hadir dalam kehidupan temannya.

Sedangkan di sisi lain, budaya "selalu ada untuk teman" dapat memicu rasa bersalah bagi sebagian orang jika mereka tidak merespons chat, menolak ajakan keluar, atau tidak ikut nimbrung dalam grup pertemanan.

Padahal, rasa bersalah itu tidak selalu berarti kamu adalah teman yang buruk. Kadang, itu hanyalah tanda bahwa kamu butuh batasan dan ruang untuk dirimu sendiri.

Cara Berteman Tanpa Kehabisan 'Baterai'

Untuk menjaga pertemanan tetap sehat, kuncinya terletak pada keseimbangan antara hadir untuk orang lain dan menjaga diri sendiri. Simak beberapa caranya:

Jujur Soal Kapasitasmu

Tidak apa-apa untuk bilang, “Aku sayang kalian, tapi aku lagi butuh waktu sendiri.” Ini bukanlah sebuah penolakan, tetapi cara kamu untuk merawat kesehatan mentalmu agar bisa menjadi teman yang lebih baik di kemudian hari.

Hadirlah dalam Bentuk yang 'Kecil'

Berteman itu tidak perlu melulu soal nongkrong berjam-jam atau deep talk sampai pagi. Terkadang, kamu cukup memberikan pesan sederhana seperti, “Aku nggak bisa datang, tapi aku mikirin kamu,” atau sekadar mengirim meme yang relevan.

Terima Bahwa Pertemanan Itu Berubah

Tidak semua teman harus selalu dekat sepanjang waktu. Ada fase di mana hubungan akan terasa lebih renggang karena kesibukan atau prioritas yang berbeda, dan itu adalah hal yang sangat wajar.

Persahabatan seharusnya menjadi tempat "pulang", bukan tempat kita merasa kehabisan tenaga. Kita bisa tetap peduli tanpa harus selalu tersedia 24/7. Kita bisa tetap sayang tanpa harus selalu hadir secara fisik.

Karena teman yang baik bukan hanya yang datang saat kita senang, tapi juga yang mengerti ketika kita sedang butuh untuk diam.

Penulis: Flovian Aiko

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak