Panggil saja nama saya Ariyadi. Saya ingin cerita pengalaman bekerja menjadi sekuriti yang dikelola oleh salah satu yayasan.
Waktu itu, pikiran saya mengatakan jikalau kita kerja di suatu yayasan atau organisasi, pastilah sangat senang karena penempatan kerja pasti ada dan upah kerjanya sangat besar.
Dengan bermodal badan besar dan tinggi, akhirnya saya yang hanya tamatan SMA melamar ke salah satu yayasan.
Saat akan mendaftar anggota sakuriti, saya diharuskan membayar uang muka sebesar Rp500 ribu. Uang ini uang jaminan atau tanda jadi jadi diterima di yayasan itu. Saya pun menyanggupi persyaratan yang dikatakan penguji. Soalnya, waktu itu saya memang sangat membutuhkan pekerjaan.
Seminggu kemudian, saya datang lagi ke yayasan tersebut untuk menyerahkan uang tanda jadi serta berkas administrasi lainnya. Tanpa tes apapun, akhirnya saya diterima dan saya langsung mendapat surat kerja.
Keesokan harinya, saya pun mulai beraktivitas di yayasan tersebut. Selama satu minggu ke depan, saya harus ditraining dulu. Selagi menunggu penempatan kerja atau menunggu permintaan klien yayasan, saya dididik dengan sangat disiplin.
Pengurus yayasan tersebut kebanyakan tentara yang masih aktif. Dan haripun berlalu, hari demi hari. Saya mulai punya banyak teman dan kami saling tukar pikiran. Dari situlah saya menemukan kejanggalan-kejanggalan.
Misalnya, jumlah uang tanda jadi yang diberikan ke penguji ternyata berbeda-beda. Ada yang lebih besar dari saya dan ada yang lebih kecil dari saya. Bahkan ada yang tidak membayar sama sekali, tapi diwajibkan memberi dua bungkus rokok tiap hari ke pembimbing.
Mungkin kalau dia langsung ditempatkan ke tempat kerja, bagus sekali, karena tidak perlu terlalu lama memberi rokok. Tapi, bagaimana kalau sampai masih menunggu penempatan dalam waktu yang lama, berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk beli rokok tiap hari.
Bahkan, pada saat itu, ada teman saya yang tinggal di Depok yang mengundurkan diri dari yayasan tersebut lantaran sudah tak sanggup lagi memberi rokok perhari kepada pembimbing.
"Kita mau kerja apa mau diperas. Penempatan kerja saja belum ada setiap hari kita harus memberi rokok? Kita kerja jauh-jauh dari rumah tujuannya pulang bawa uang, tapi apa yang sekarang kita jalani malah kebalikannya. Kita datang jauh-jauh malah diperas uang, waktu, dan tenaga," kata teman saya.
Teman seangkatan saya waktu itu sepuluh orang. Dan hanya empat orang saja yang bertahan.
Akhirnya, setelah dua minggu menunggu, saya ditempatkan ke salah satu pusat perbelanjaan. Sebelum saya kerja ditempat, saya diberi surat kontrak untuk gaji, uang makan, dan hitungan lembur serta jadwal kerja perminggu.
Dan keesokan harinya, saya dan teman-teman saya berangkat dengan diantar oleh komandan regu. Kami dijadikan satu tim. Hari pertama, saya diperkenalkan dengan pemimpin kantor dan karyawan-karyawan.
Waktu pun berjalan hari demi hari. Akan tetapi belum ada satu minggu bekerja sudah terjadi perubahan jam kerja. Padahal dalam kontrak kerja, saya dan kawan-kawan bekerja dengan sistem 1x12 jam selama empat hari dan libur dua hari libur.
Tapi, saya dan sebagian teman saya ada yang disuruh masuk lima hari kerja dan satu hari libur dengan alasan dari yayasan kurang anggota untuk piket di kantor yayasan. Jadi dari tim, saya harus rutin ada yang back up di kantor yayasan. Alhasil, di tempat kerja yang saya tempati jadi hari kerja tidak berjalan sesuai kontrak kerja.
Saya dan teman-teman hanya bisa bersabar dengan alasan mungkin kami akan dihitung lembur dan diberi uang makan lebih. Dan waktu pun tak terasa berjalan, satu bulan saya dan teman-teman mulai menunggu gajian pertama kami.
Ternyata gajian kami di luar perkiraan karena gaji yang kami terima tidak ada penambahan, padahal kami bekerja melebihi waktu dan hari yang menjadi perjanjian kontrak kerja. Parahnya, uang makan tidak diberikan sepersen pun, apalagi lemburan yang sudah tidak terhitung lamanya.
Dalam perjanjian kontrak, satu hari kami dijanjikan uang makan dan lemburan perjam. Tapi, semua itu tidak kami dapatkan. Hanya gaji pokok saja.
Akhirnya, kami sepakat memberi tahu ke pihak kantor pusat belanja. Kami disuruh menghadap ke yayasan dengan alasan yang tak jelas. Bukan solusi yang didapatkan, kami malah dipindah lagi ke tempat lokasi kerja yang lain tanpa penjelasan jelas.
Kemudian, kami ditarik ke kantor yayasan. Kami yang tadinya satu grup, kemudian dipisahkan. Saya sudah putus asa dan ingin berhenti dari yayasan. Tak lama kemudian, saya bulatkan tekad untuk mundur.
Tapi mundur pun tidak mudah. Sebelum mundur harus membuat surat sebulan sebelum mundur. Jika kita mundur sebelum satu tahun kerja, diwajibkan membayar denda Rp1 juta dengan alasan untuk mengambil ijasah sekolah yang mereka tahan sebagai jaminan kerja.
Sembari menunggu satu bulan, saya tetap bekerja di yayasan itu, walau sanget terpaksa. Saya lakukan demi menebus denda yang harus saya bayar ke yayasan. Saya memang bekerja belum setahun di sana.
Dari kasus itu, saya ambil hikmahnya bahwa dalam mencari pekerjaan tak semudah yang orang pikirkan. Anggaplah ini semua jalan menuju kesuksesan.
Ditulis oleh Ariyadi, Jakarta
Anda memiliki foto atau cerita menarik? Silakan kirim ke email: yoursay@suara.com