Masyarakat Nusa Tenggara Timur mungkin akrab dengan kata "lingko" yang merujuk pada sistem aliran air sawah di Nusa Tenggara Timur. Lingko memiliki sistem persawahan melingkar yang mengelilingi satu titik di pusatnya, seperti halnya jaring laba-laba. Konsep konektivitas inilah yang coba diadopsi Pemda DKI Jakarta pada Jak Lingko, sistem yang mengintegrasikan seluruh transportasi umum Jakarta mulai dari angkot, Transjakarta, MRT, dan LRT. Sistem ini telah diresmikan pada 8 Oktober 2019. Tujuannya? Tentu mengurai kemacetan Jakarta.
Jakarta menjadi kota dengan kemacetan nomor 7 di dunia menurut survei Tomtom di tahun 2018. Kendati turun tiga peringkat dari posisi 4 di tahun 2017, tentu masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan. Survei yang sama menyatakan bahwa masyarakat Jakarta harus menyediakan waktu tambahan sebanyak 19 menit untuk bepergian di waktu puncak (peak hour) pagi hari. Peak hour malam membutuhkan lebih banyak waktu, 26 menit.
Apa saja keunggulan kompetitif (competitive advantage) Jak Lingko sehingga bisa diharapkan untuk mengurai kemacetan? Berikut beberapa strategi yang diterapkan Jak Lingko.
- Memiliki konektivitas rute yang tinggi
Jak Lingko memberi solusi bagi masyarakat yang masih ragu menggunakan transportasi publik di awal dan akhir perjalanan (first and last mile). Perlu diketahui bahwa jumlah armada yang tergabung dalam Sistem Jak Lingko hingga Oktober 2019 dan telah diremajakan adalah 3.359 unit yang terdiri dari 1779 unit bus besar,b420 unit bus sedang, dan 1.160 unit bus kecil.
Dengan beragamnya moda transportasi yang bernaung di bawah Jak Lingko, kini masyarakat bisa menjadikan angkot yang bisa menjangkau pelosok Jakarta sebagai pilihan kendaraan first mile sebelum melanjutkan perjalanan dengan Transjakarta, LRT, atau MRT. Jarak titik akses antarmoda pun dekat bahkan menyatu.
- Ketepatan waktu terjamin
Transportasi di Jakarta kini telah memiliki rute yang terpadu dan jadwal yang teratur. MRT bahkan menjamin bahwa waktu tempuh kereta dari Stasiun Bundaran HI sampai dengan Stasiun Lebak Bulus akan konstan 30 menit. Di setiap stasiun, kereta akan tiba setiap 5 menit sekali untuk jam sibuk, dan 10 menit sekali untuk jam tidak sibuk. Dengan kontrol otomatis dari Depo Lebak Bulus, hal ini bukan hal mustahil.
- Harga yang ramah kantong
Sejak awal pencanangannya, Jak Lingko memang menargetkan transportasi umum dapat menjadi pilihan utama masyarakat Jakarta. Oleh karena itu, komponen harga yang terjangkau menjadi krusial. Jak Lingko menjawab masalah harga dengan mematok tarif maksimal Rp5.000 dalam durasi tiga jam (untuk transportasi berbasis jalan). Syaratnya pelanggan harus membeli kartu Jak Lingko di halte–halte Transjakarta. Sistem ini memungkinkan pelanggan untuk berganti-ganti moda berbasis jalan yang bernaung di bawah Jak Lingko selama 3 jam dengan tarif Rp5000 saja.
- Aman dan nyaman
Keengganan masyarakat untuk beralih ke transportasi umum barangkali didasari kebiasaan ngetem dan ugal-ugalan oknum pengemudinya. Tindakan yang dilatarbelakangi motif "kejar setoran" ini ditanggulangi Jak Lingko dengan memberikan gaji bulanan kepada pengemudi berdasarkan kilometer rutenya. Selain itu, Jak Lingko tidak bisa berhenti di sembarang tempat, melainkan harus berhenti pada titik-titik yang ditentukan. Kemudian, tidak sedikit moda trasnportasi Jak Lingko yang telah dilengkapi air conditioner (AC). Dengan demikian, diharapkan kebutuhan pelanggan atas keamanan dan kenyamanan dapat terpuaskan.
Demikianlah strategi Jak Lingko yang diharapkan mampu mengurai kemacetan Jakarta di tahun-tahun mendatang. Keunggulan-keunggulan kompetitif Jak Lingko tentu sangat menguntungkan masyarakat. Namun, Pemda DKI masih perlu melakukan sosialisasi secara masif sehingga masyarakat luas tahu dan memiliki awareness yang tinggi bahwa transportasi umum Jakarta kini tidak perlu diragukan lagi.