Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Demikian definisi menurut Pasal 1 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Lebih lanjut dalam Pasal 7 UU RI di atas juga dijelaskan narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berdasarkan pasal ini maka apabila narkotika dipergunakan selain untuk kebutuhan yang dijelaskan dalam pasal tersebut dapat dikategorikan tindakan penyalahgunaan.
Masalahnya tindakan penyalahgunaan narkotika tersebut banyak ditemukan di masyarakat. Tidak perlu dijelaskan satu persatu bentuknya karena sudah pasti banyak dan beragam. Berita-berita yang beredar di berbagai media massa baik cetak maupun elektronik yang menyampaikan tentang penyalahgunaan zat ini adalah bukti kongkritnya.
Ironisnya pelaku penyalahgunaan narkotika tersebut bukan hanya orang dewasa akan tetapi juga anak dalam usia sekolah. Hal ini dibuktikan dalam survei yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Dalam survei tersebut dinyatakan 2,3 juta pelajar atau mahasiswa di Indonesia pernah mengonsumsi narkotika. Hasil survei disampaikan dalam www.cnnindonesia.com (22/06/2019) dalam artikel berita "Survei BNN: 2,3 Juta Pelajar Konsumsi Narkoba".
Penyalahgunaan narkotika di kalangan pelajar perlu mendapat perhatian ekstra. Hal ini merupakan ancaman nyata terhadap tujuan penguatan pendidikan karakter bangsa.
Salah satu tujuan penguatan pendidikan karakter yang tertulis dalam Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 adalah membangun dan membekali peserta didik sebagai generasi emas Indonesia tahun 2045 dengan jiwa Pancasila dan pendidikan karakter yang baik guna menghadapi dinamika perubahan di masa depan.
Masalahnya bagaimana dinamika perubahan di masa depan tersebut bisa dihadapi jika generasi penerus bangsanya mengalami penurunan kesadaran atau mengalami ketergantungan pada narkotika?
Oleh karena itulah perlu diadakan pembinaan masalah narkotika di kalangan pelajar. Menurut Pasal 52 Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009, pembinaan tersebut dapat dilaksanakan dengan dua cara.
Pertama, melaksanakan penyuluhan mengenai bahaya penyalahgunaan Narkotika khususnya kepada generasi muda dan anak usia sekolah. Kedua, memasukkan pendidikan mengenai bahaya penyalahgunaan Narkotika ke dalam kurikulum sekolah dasar sampai dengan sekolah lanjutan tingkat atas.
Berkaitan dengan penyuluhan tentang narkotika, sekolah dapat melaksanakan beberapa alternatif kegiatan. Pertama, mengadakan kerjasama dengan Badan Narkotika Nasional agar turun ke sekolah mengadakan penyuluhan tentang bahaya penyalahgunaan narkotika.
Kedua, memasang imbauan-imbauan tentang usaha-usaha meminimalisir penyalahgunaan narkotika. Ketiga, bekerja sama dengan dinas kesehatan untuk mengadakan tes urine secara berkala kepada seluruh warga sekolah untuk mengantisipasi penyalahgunaan narkotika di sekolah.
Keempat, mengimbau orang tua atau wali murid lebih meningkatkan pengawasan pada siswa selama di rumah.
Inti dari penyuluhan penyalahgunaan narkotika agar siswa memiliki pengetahuan lebih tentang narkotika. Pengetahuan dapat berupa jenis narkotika, efek samping narkotika, dan tentang bahaya yang dapat ditimbulkan dari penyalaggunaan narkotika. Harapannya dengan membekali pengetahuan mengenai narkotika yang cukup dimungkinkan penyalahgunaan narkotika tidak akan dilakukan para pelajar.
Selain itu semua, pendidikan mengenai bahaya penyalahgunaan Narkotika juga dapat dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah. Berkaitan dengan hal ini, bahaya penyalahgunaan Narkotika ini dapat diintegrasikan dalam kegiatan pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran yang dimaksudkan adalah intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakokurikuler. Intrakurikuler adalah kegiatan tatap muka antara guru dan siswa di kelas. Kokurikuler adalah kegiatan pendukung pembelajaran seperti penugasan. Sedangkan ekstrakurikuler adalah kegiatan pengembangan minat dan bakat.
Dalam kegiatan intrakurikuler, bahaya penyalahgunaan Narkotika dapat disisipkan sebagai materi belajar dalam mata pelajaran tertentu. Sekadar contoh, dalam pelajaran bahasa Indonesia guru dapat mengajak siswa menelaah teks-teks yang isinya tentang bahaya penyalahgunaan narkotika.
Untuk mendapatkan teks tersebut juga mudah. Guru tinggal browsing untuk mencari berita-berita atau artikel tentang penyalahgunaan narkotika yang banyak dipublikasikan melalui internet.
Dengan cara ini, selain siswa belajar mengenai materi kebahasaan sesuai kompetensi dasar tuntutan kurikulum, siswa secara tidak langsung juga mendapatkan pengetahuan tentang bahaya penyalahgunaan narkotika.
Dalam kegiatan kokurikuler juga begitu. Guru dapat menugaskan siswa untuk mencari hal-hal yang berkaitan dengan bahaya penyalahgunaan narkotika. Sebagai contoh dalam mata pelajaran IPA, guru dapat menugaskan siswa mencari artikel-artikel yang berhubungan dengan penyalahgunaan narkotika.
Dalam penugasan tersebut siswa dapat diminta untuk membuat rangkuman terhadap artikel yang telah ditemukan. Setelahnya guru yang dalam hal ini guru IPA dapat menjelaskan tentang zat-zat berbahaya dalam narkotika yang kurang baik bagi tubuh manusia.
Sedangkan untuk ekstrakurikuler, sekolah dapat lebih menggiatkan kegiatan-kegiatan pengembangan bakat dan minat yang banyak terfokus dalam pembetukan penguatan karakter. Beberapa contoh kegiatan seperti ini adalah kepramukaan dan kegiatan ekstrakurikuler yang berhubungan dengan penguatan nilai-nilai keagamaan dalam diri siswa.
Satu hal yang diharapkan dari semua yang telah disampaikan adalah terwujudnya sekolah sebagai lembaga pendidikan yang bebas dari narkotika. Hal ini akan terwujud jika semua warga sekolah terutama siswa memiliki kesadaran akan bahaya penyalahgunaan narkotika.
Penulis: Ilham Wahyu Hidayat / Guru SMP Negeri 11 Malang