Jam tujuh pagi saya buka laptop memulai kelas online. Meski malas tetap itu harus saya lakukan karena harus mengajar jam pertama. Selain itu dalam masa pandemi Covid saya berusaha tepat waktu. Tujuannya untuk membentuk karakter disiplin dalam diri siswa.
Secangkir kopi telah disiapkan istri saya di atas meja. Beberapa potong pisang goreng masih panas di sampingnya. Lumayan juga. Semua ini membuat rasa malas jadi sedikit berkurang.
Rencananya saya akan mengajarkan materi teks argumentasi. Materi telah saya siapkan dalam bentuk slide. Termasuk alat evaluasi bentuk pilihan ganda menggunakan form gratisan yang disediakan salah satu provider website.
Waktu memulai kelas saya kaget. Bagaimana tidak? yang hadir hanya 10 siswa. Padahal harusnya 30 orang. Lalu kemana 20 'ekor' lainnya? Apakah mereka masih tidur? Ataukah mereka jadwal pelajaran?
Dengan sedikit jengkel kelas saya mulai. Materi saya berikan dengan ceramah dibantu tampilan dalam slide. Dalam hati saya berharap selama menjelaskan materi nanti muncul siswa lain masuk kelas. Namun sampai materi selesai jumlah siswa tidak bertambah.
Saat akhir penyampaian materi saya adakan refleksi dengan tanya jawab. Tujuannya memberi kesempatan siswa kalau saja ada yang kurang paham pada materi yang sudah disampaikan.
Oleh karena tidak ada yang bertanya form soal saya berikan. Tujuannya untuk mengukur pemahaman siswa pada materi. "Waktu pengerjaan soal 30 menit" tegas saya. "Setelah 30 menit link soal saya tutup" tambah saya.
Selama siswa mengerjakan, iseng-iseng saja saya buka salah satu akun media sosial (medsos). Saya pun kaget! Sebagian besar siswa yang tidak hadir dalam kelas online ternyata terlihat aktif di medsos.
Di medsos mereka tampak asik. Ada yang update status. Beberapa mengomentari status. Lainnya upload gambar-gambar lucu. Ramai sekali mereka di medsos.
Saya geram. Bagaimana tidak? Di kelas online absen, kok di medsos aktif?
Saya mencoba sabar walau sebenarnya ingin mencengkeram. Saya mencoba introspeksi dengan bertanya dalam hati.
Mengapa siswa lebih aktif di medsos dari pada di kelas online? Jika medsos lebih menarik dari kelas online apakah medsos dapat dipakai alternatif melaksanakan proses pendidikan selama masa pandemi Covid?
Memang, kelas online tidak semenarik medsos. Tidak perlu dibahas bedanya sebab seperti langit dan bumi. Kedunya punya tujuan dan cara kerja yang berbeda. Satu hal yang pasti kemenarikan medsos ini perlu dimanfaatkan. Salah satunya untuk pendidikan utamanya dalam pendidikan jarak jauh atau PJJ.
PJJ kalau menurut Pasal 1 UU RI Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) didefinisikan dengan pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.
Kata media lain dalam definisi di atas tentu salah satunya adalah medsos. Medsos itu faktanya salah satu bentuk teknologi informasi dan komunikasi yang memungkinkan pengguna berinteraksi seperti guru pada siswa saat mengkomunikasikan materi pembelajaran. Jadi menggunakan medsos untuk pendidikan sudah pasti dapat dipertanggung jawabkan baik itu secara konstutusi maupun faktual.
Tanpa pikir panjang, saat jam kedua saya umumkan di grup WhatsApp kelas kalau saya akan mengadakan live streaming. Saya sampaikan ke siswa kalau materi pelajaran akan saya sampaikan lewat live streaming tersebut.
"Semua siswa wajib mengomentari materi pelajaran yang saya sampaikan" tulis saya dengan huruf kapital.
"Ingat ya. Komentar harus diberi nama lengkap, kelas dan nomor absen sebagai bukti kehadiran kalian belajar dari rumah" tambah saya.
Pada jam yang telah terjadwal saya langsung live streaming. Panjang lebar saya sampaikan materi pelajaran. Kurang lebih 30 menit kemudian materi saya akhiri dan saya cek kolom komentar.
Ajaib! Lebih dari 25 siswa memberikan komentar terhadap materi pelajaran yang saya berikan. Umumnya komentar berupa pertanyaan tentang materi yang belum jelas. Saya pun sibuk membalas satu persatu pertanyaan.
Saat saya sibuk menjawab pertanyaan, mendadak istri saya muncul dari belakang. "Lho katanya ngajar. Kok main medsos?"
"Ya ini lagi ngajar. Ngajarnya mengajar online ini namanya" jawab saya.
Istri saya mencibir. "Mengajar online itu pakai Zoom, Google Meet, Google Classrom, atau aplikasi meeting lain. Bukan pake facebook, instagram, dan youtube. Ngajar model opo iku?"
Saya diam. Tak perlu saya ladeni omongannya. Saya maklumi saja karena memang banyak orang belum tahu akan keajaiban media sosial bagi pendidikan.