Penimbunan masker, hand sanitizer, alat pelindung diri (APD), serta alat medis lainnya menjadi masalah yang harus dihadapi Indonesia saat ini selain COVID-19. Kerja sama antara pihak berwajib dengan masyarakat sangat diperlukan untuk melawan para penimbun serta wabah virus ini. Dampak dari adanya fenomena wabah virus ini, menyebabkan timbulnya kelangkaan berbagai alat medis.
COVID-19 memunculkan kepanikan diseluruh dunia, termasuk Indonesia. Segelintir orang menjadi panik dalam membeli barang (panic buying) dan menimbun berbagai alat kesehatan yang kemudian menyebabkan kelangkaan diberbagai daerah. Sebelum kelangkaan seperti ini terjadinya, seharusnya pemerintah bisa mengantisipasi hal ini bahkan sebelum adanya kasus COVID-19 ini.
Kelangkaan ini bisa terjadi karena kurang adanya persiapan dari pemerintah dalam menyikapi persoalan COVID-19 saat mulai terjadi di Indonesia.
Antisipasi Sejak Awal
“Menurut saya hal ini terjadi karena kurang adanya info yang jelas sejak awal dan kembali kepada masing-masing individu yang inginnya untuk kebaikan sendiri tanpa memikirkan sekitarnya. Seharusnya, sejak awal adanya virus ini bahkan sebelum adanya kasus positif di Indonesia, pemerintah sudah memiliki gerakan antisipasi, untuk menjaga persedian kebutuhan seperti ini. Jadi wajar saja, begitu ada yang positif, permintaan hand sanitizer dan masker membeludak, APD juga, oleh sebab itu, pasti ada saja oknum-oknum yang memanfaatkan ini untuk keuntungannya pribadi,” ungkap Anin seorang karyawan swata, Minggu (29/3) saat dihubungi melalui aplikasi WhatsApp.
Bukan hanya menimbun, namun terdapat segelintir orang yang justru menjual kembali alat kesehatan tersebut dengan harga yang lebih tinggi. Ini tentu saja dirasa sangat merugikan bagi orang-orang yang memang benar-benar membutuhkan alat-alat kesehatan medis tersebut.
“Padahal mau beli sewajarnya aja, tapi barangnya tidak ada. Kalaupun ada, harganya menjadi tidak wajar. Semua yang jualan, pasti maunya punya keuntungan tapi memanfaatkan keadaaan sulit dan bencana, itu gak bermoral banget,” lanjut Anin.
Kelangkaan ini semakin hari semakin terasa di seluruh wilayah di Indonesia. Bukan hanya masyarakat yang merasakannya namun tenaga medis juga merasakan dampak yang sangat merugikan dikarenakan adanya kelangkaan ini.
Masker, hand sanitizer, dan APD sudah menjadi hal yang sangat wajib bagi tenaga medis namun dengan kondisi pandemi COVID-19 ini, barang-barang tersebut sudah menjadi keharusan yang digunakan bagi tenaga medis.
“APD adalah hal yang wajib bagi seorang tenaga medis, selain mencegah penularan dari pasien ke kami, APD juga mencegah kami menularkan infeksi ke pasien lain. Hand sanitizer pun sama, kami kekurangan itu, sedangkan cuci tangan adalah sebuah keharusan untuk mencegah kontaminasi,” ungkap Eka seorang perawat yang bekerja di salah satu RS Swasta di Pekalongan, Minggu (29/03) saat dihubungi melalui aplikasi WhatsApp.
Kelangkaan APD ini sudah dirasakan oleh hampir seluruh rumah sakit di Indonesia. Hal ini membuat tenaga medis menggunakan barang-barang yang tidak memenuhi standar sebagai alternatif.
“Saat ada beberapa pasien dalam pengawasan (PDP) di RS ini, kami menggunakan jas hujan sebagai alternatif baju hazmat, kelangkaan masker bedah dan melambungnya harga dipasaran membuat kami sangat merasakan dampak dari adanya penimbunan. RS kami membuat masker kain yang notabenenya tidak disposable untuk proteksi diri. Bahkan kami tidak tahu apakah ini efektif untuk mencegah penyebaran infeksi COVID-19,” ungkapnya.
Sebagai garis terdepan dalam melawan COVID-19, tenaga medis sangat rentan untuk tertular virus ini. Dengan adanya kelangkaan APD dan penggunaan barang-barang yang tidak memenuhi standar sebagai alternatif untuk melindungi diri membuat peluang tertular virus ini menjadi lebih besar.
Hingga sampai saat ini (01/04) sudah terdapat 84 tenaga medis di Jakarta positif COVID-19. Hal ini menunjukan seberapa gentingnya permasalahan ini.
Penimbunan sebagai Kejahatan Ekonomi
Akibat dari adanya penimbunan ini, orang-orang sakit yang berhak mendapatkan alat kesehatan tersebut menjadi semakin terancam kesehatannya. Bahkan WHO pernah mengatakan bahwa penimbunan ini memberikan dampak yang sangat besar bagi tenaga medis yang membutuhkan masker dan alat pelindung diri untuk melindungi diri mereka sendiri dan pasien sehingga tidak menginfeksi orang lain.
Penimbunan seperti ini merupakan bentuk persaingan yang curang karena bertujuan untuk mengambil keuntungan sebesar mungkin dari adanya kenaikan harga yang melambung tinggi akibat kelangkaan. Ini memperlihatkan ekonomi lebih utama dan kebutuhan masyarakat diabaikan.
Hal ini termasuk kedalam kategori kejahatan ekonomi, dikarenakan hal ini terbukti bahwa pelaku melanggar norma hukum yang ada. Dalam hukum ekonomi dijelaskan bahwa setiap orang dilarang untuk menimbun barang melebihi jumlah maksimum yang telah ditetapkan.
Ini berarti terdapat sanksi-sanksi bagi pihak-pihak yang terbukti melakukan penimbunan APD. Sanksi tersebut juga bisa berakhir dengan sanksi pidana. Pelaku penimbunan seperti ini tentu saja harus di proses hukum karena memberikan dampak yang sangat merugikan dan bahkan menimbulkan kelangkaan serta tingginya harga barang tersebut.
Terdapat UU yang mengatur mengenai ancaman sanksi pidana terhadap pelaku usaha yang melanggar larangan menyimpan barang kebutuhan pokok atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, atau hambatan lalu lintas perdagangan barang.
Hal ini diatur pada Pasal 107 UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan ancaman sanksi pidana maksimal 5 tahun. Meskipun sudah terdapat ancaman sanksi pidana namun, masih ditemukan oknum-oknum yang melakukan penimbunan dan menjualnya secara online hingga keluar negeri.
Butuh Tindak Tegas dari Pemerintah
Dalam menyelesaikan persoalan penimbunan ini pemerintah diharapkan bisa menindak tegas pelaku penimbunan sehingga memberikan efek jera. Masyarakat juga diharapkan bisa bekerja sama dengan pemerintah dengan mengikuti himbauan dari pemerintah untuk tidak panic buying, karena hal ini dirasa akan sangat membantu pemerintah dalam menyelesaikan persoalan kelangkaan ini.
“Masyarakat tidak perlu melakukan panic buying yang menyebabkan kelangkaan, serta yang melambungkan harga masker, sekiranya berkenan untuk membantu negara dengan menjualnya dengan harga normal kepada orang yang benar-benar membutuhkan, seperti lansia dan anak anak. Semoga produsen dapat memproduksi lebih banyak APD sehingga tak terjadi lagi kelangkaan dan melonjaknya harga APD agar rumah sakit swasta juga bisa mencukupi kebutuhan mereka,” ungkap Eka.
Dalam hal ini berarti diperlukannya kerjasama antara pihak-pihak berwajib dengan masyarakat yang melihat, mendengar ataupun merasakan mengenai penimbunan ataupun penyalahgunaan alat kesehatan. Kesadaran masyarakat dalam hal ini juga menjadi sebuah hal yang penting.
Dalam menyikapi fenomena wabah virus corona ini tidak seharusnya memanfaatkan keadaan seperti ini untuk mengambil keuntungan pribadi. Sanksi tegas juga diharapkan bisa memberikan efek jera bagi para pelaku penimbunan. Peningkatan pengawasan serta kerjasama menjadi upaya yang bisa dilakukan demi tercapainya situasi yang kondusif ditengah pandemi.
Selain itu, dalam menyiasati kelangkaan APD ini, pemerintah juga diharapkan bisa lebih transparan terhadap keadaan saat ini sehingga bisa memanfaatkan orang-orang yang memiliki kemampuan untuk membantu membuat APD sebaik mungkin.
“Kalo dari pemberitaan terakhir, kan mulai ada banyak penjahit lokal yg mau turun tangan untuk bikin APD ini, seharusnya pemerintah dgn kemampuannya, bisa mengerahkan ini semua, dan mendistribusikan hasilnya secara luas ke seluruh Indonesia. Intinya, pemerintah juga harus transparan sama keadaan saat ini, biar masyarakat yang punya kemampuan untuk membantu, bantuannya juga bisa maksimal,” ungkap Anin.
Oleh: Syarifah Dwi Pratama / Mahasiswa Kriminologi Universitas Budi Luhur
No. Telp: 089601742023